Menjalin sebuah hubungan memang
tidak semudah kelihatannya. Ada sisi dalam diri kita menginginkan teman-teman
terbaik yang bisa menghabiskan waktu bersama. Tentu saja keinginan ini sangatlah wajar, mengingat manusia merupakan makhluk sosial.
Risti adalah salah satu teman
semasa saya kuliah dulu. Pribadinya yang menyenangkan membuat dirinya banyak
memiliki teman. Kehadirannya selalu disambut dengan baik dimanapun ia berada.
Selain mudah mendapatkan perhatian dari lawan bicara, Risti juga merupakan pendengar yang sangat baik.
Ketika ada seseorang mencoba
untuk memulai percakapan bersamanya, maka orang tersebut akan merasa sangat
didengarkan dan dihargai. Perilakunya ini sangat menjadi teladan dalam
kehidupan saya secara pribadi.
Suatu hari saat
kelas kuliah telah selesai, kami memutuskan untuk pulang bersama. Ketika
berjalan ke parkiran, saya bisa melihat ada seseorang yang mendatangi kami
berdua. Semakin dekat dengan orang tersebut, saya bersikap pura-pura tidak melihatnya.
Sikap saya ini membuat Risti ikut
berkomentar, saat perjalanan menuju kosan, ia bertanya, "Kamu gimana tadi
dengan si A? Kok tadi pura-pura nggak lihat sih, Ta?" Dengan spontan, saya menjawab, "Enggak, males aja basa-basi sama orang itu."
"Lho, bukannya kalian pernah
sekelas selama beberapa semester ya?" Tanya Risti penuh curiga. Saya
kehabisan alasan, kemudian menjelaskan kalau saya pernah berselisih dengannya
tentang suatu hal. Sejak saat itu, saya memutuskan untuk tidak lagi bertegur sapa dengannya.
"Mungkin kamunya aja kali
yang salah nangkep maksud dia. Bisa
juga dia salah nangkep sikap kamu ke
dia waktu itu. Kamu mulai menghindarinya karena takut kalau penilaian kamu
terhadap dirinya benar, kalau dia nggak suka sama sikap kamu. Dia baik kok," jelas Risti. Sejenak saya mulai merenungkan perkataan Risti.
Saya takut kalau saat menyapanya nanti, orang
tersebut justru menolak saya dan mengabaikan saya secara terang-terangan. Risti
menyarankan saya untuk mulai menyapa orang tersebut tanpa banyak berpikir tentang sikap yang akan
diberikan olehnya kepada saya. Keesokannya saya melakukan saran dari Risti.
Perkataan Risti sangat sukses
bikin saya berpikir berulang-ulang kali. Sepertinya hal ini sangat sederhana,
tetapi tidak pernah terpikirkan sama sekali oleh saya. Setelah membuka diri
untuk mulai menyapa orang tersebut, saya bisa melihat kalau raut wajahnya
sangat heran dengan sikap saya ini. Meskipun awalnya sedikit 'awkward', hubungan kami hingga kini menjadi lebih baik.
Hubungan yang baik dimulai dari kemauan kita mengenal dan menyukai orang lain terlebih dahulu
Sejak kejadian tersebut, saya
mulai membuka diri untuk mengenali dan menyukai orang lain terlebih dahulu. Dan
benar, saya memperoleh banyak hal yang bisa dipelajari dari orang-orang yang
ada disekitar saya, yang tidak mungkin bisa saya peroleh jika tidak mengubah pandangan dan
sikap saya sebelumnya.
Katanya, lebih mudah mencari musuh dibandingkan
mencari teman. Mungkin hal ini ada benarnya juga, tetapi kita harus ingat kalau
hidup berdamai dengan banyak orang akan membuat kehidupan kita jauh lebih baik.
Karena dari orang-orang disekeliling kita inilah, kita bisa mendapatkan banyak
hal dari mereka. Dan tentu saja, kasih Yesus akan mengalir dalam kehidupan
banyak orang melalui keberadaan kita. Seperti Ibrani 12:14 tuliskan, “Berusahalah
hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan
tidak seorang pun akan melihat Tuhan.”