Pernikahan adalah
sebuah perjalanan suka duka melewati setiap tantangan yang datang. Kerap kali suami
istri akan bergulat dalam beberapa hal dan nggak sedikit diantaranya berujung pada
pertengkaran dan konflik berkepanjangan. Inilah peperangan yang harus siap dihadapi suami istri.
Dalam
Galatia 5: 17, dituliskan bahwa sebagai manusia kita cenderung menghadapi konflik
antara keinginan daging dan roh kita. Nggak heran kalau kita cenderung melakukan
apa yang kita kehendaki saja dan bukan yang Tuhan kehendaki. Inilah kondisi yang sering terjadi dalam berumah tangga!
Sebagai suami
dan juga ayah, laki-laki punya peran besar dalam keluarga. Mereka adalah pemimpin.
Sementara istri adalah penolong. Tapi begitu peran tersebut dicampuradukkan, kepemimpin
dalam keluarga akan rusak dan suami istri pasti akan selalu ngotot dengan keinginan masing-masing.
Saat suami melakukan
satu kesalahan dalam pernikahannya, entah itu karena perselingkuhan atau terlalu
lemah terhadap istrinya, maka dia akan diperhadapkan dengan satu pilihan yang dianggap
bisa menyelesaikan semua masalah yaitu mengemasi barang-barangnya dan kabur dari
rumah, tempat dimana dia sudah menghabiskan waktu bersama istri dan
anak-anaknya. Suami memilih meninggalkan semua yang dia sudah miliki sebelumnya.
Tapi benarkah
tindakan ini? Maksudnya, apakah suami perlu melakukannya? Apakah masalah pasti selesai dengan cara ini?
Ada banyak alasan kenapa kabur meninggalkan keluarga bukan pilihan yang elegan.
1. Masalah atau konflik bukan alasan meninggalkan tanggung jawab sebagai kepala keluarga
Walaupun masalahnya
adalah karena pertengkaran yang hebat dengan istri, seorang suami tak
seharusnya kabur. Bukankah pernikahan itu adalah sebuah komitmen? Bukankah kamu menikahi pasanganmu karena mengasihinya?
Walaupun dorongan
untuk meninggalkan pasanganmu cukup besar. Tapi pilihlah untuk memulihkan kondisi tersebut dengan cinta. Jangan mau lari dari masalah!
2. Bukan kabur tapi ambillah waktu untuk menenangkan diri
Laki-laki pada
dasarnya adalah pribadi yang sulit mengungkapkan perasaan atau pikiran mereka. Kalau
memang butuh waktu untuk menjernihkan pikiran, pergilah sejenak dari rumah. Mulailah
merenung, memahami dan mendeteksi titik masalah yang ada sebelum kamu kembali ke rumah dan memperbaiki masalah yang ada.
3. Mencintai adalah sebuah keputusan
Mencintai adalah
sebuah keputusan. Pernikahan tak akan bertahan kalau dibangun atas dasar nafsu.
Sebaliknya, pernikahan yang dibangun dengan dasar cinta harusnya jauh lebih
kuat. Sebesar apapun badai yang datang, baik suami dan istri pasti akan kembali lebih memilih membuka pintu maafnya.
4. Meninggalkan keluarga sama artinya meninggalkan semua mimpi-mimpimu
Meninggalkan
keluargamu berarti meninggalkan mimpi, keinginan dan harapan yang sudah kalian bangun
bersama. Bagaimanapun anak-anak butuh sosok ayah di sepanjang masa-masa pertumbuhan
mereka. Teladan orangtua sangat penting membentuk karakter mereka. Pikirkanlah bagaimana
dampak buruk yang akan anak alami ketika ayah mereka ternyata meninggalkan mereka tanpa alasan yang pasti.
5. Tanyakan Tuhan lebih dulu
Di tengah masalah,
setiap orang pasti akan cenderung mencari Tuhan. Bukan hanya seorang istri,
tapi suami pun pasti pernah mengalami momen ketika dia benar-benar membutuhkan pimpinan
Tuhan dalam hidupnya. Hal inilah yang dibutuhkan seorang suami sebelum memilih lari
dari masalah. Tanyakanlah Tuhan lebih dulu, apa yang seharusnya kamu lakukan untuk menyelesaikan konflik rumah tanggamu.
6. Suami yang kuat adalah suami yang memilih bertahan
Meskipun masalah
tampaknya berada di jalan buntu, tapi seorang suami harusnya gigih untuk mencari
solusinya. Suatu hubungan harus dipupuk dan dibangun, bukan ditinggalkan. Carilah solusi yang terbaik dan berjuanglah untuk menyelamatkan pernikahanmu.
Pikirkanlah hal-hal di atas sebelum kamu memutuskan untuk kabur dari tanggung jawabmu sebagai kepala keluarga. Jangan sampai kamu kehilangan semua hal yang sudah kamu miliki sebelumnya hanya karena mengikuti keinginan daging semata.
Sumber : Jawaban.com