Ada seorang anak yang sedang
asyik bermain dengan kapal kertas di pinggiran danau. Tiba-tiba, ada angin
cukup kencang yang kemudian mendorong kapal kertas sehingga menjauh dari
tepian. Kapal tersebut cukup jauh untuk diraih oleh tangan kecilnya. Hal ini
membuatnya menangis dan menghampiri sang ayah yang sedang menikmati bacaan korannya.
Setelah mendengar penjelasan sang
anak, ayahnya langsung pergi ke pinggir danau dan mulai mengumpulkan batu-batu
kecil. Setelah terkumpul cukup banyak, sang ayah mulai melempari batu-batu itu ke danau di dekat kapal kertas berada.
Mengetahui hal ini, anak kecil
itu justru semakin menangis. Menurutnya, sang ayah malah melempari kapal-kapal
tersebut menggunakan batu kecil. Anak kecil tersebut berpikir mengapa ayahnya
tidak turun ke danau untuk mengambilkan kapal kertas, justru malah melemparinya
dengan batu kecil yang mungkin saja membuat kapal tersebut tenggelam. Sang anak
tidak tahu kalau apa yang dilakukan oleh ayahnya adalah untuk menciptakan gelobang air sehingga kapal tersebut bisa terdorong ke tepian.
Tanpa kita sadari, kita juga
pernah berada pada posisi anak tersebut. Kita meminta pertolongan pada Bapa,
tetapi seakan mendikte dan
memberi tahu cara bagaimana seharusnya Ia menolong kita. Seringkali juga kita percaya bahwa Tuhan
sanggup menolong, tetapi kita masih merasa bahwa cara kita adalah yang terbaik untuk keluar dari pergumulan tersebut.
Hal serupa juga pernah dialami oleh Musa. Ketika ia berada di Masa dan Meriba, bangsa Israel mulai bertengkar dengan Musa, kemudian mereka bersungut-sungut kepada Tuhan dan Musa perkara air minum. Kemudian Musa dan Harun pergi memisahkan diri dan menghadap Tuhan.
Baca juga: Berani Bayar Harga Dalam Melayani, Pendeta ini Rela Mengasingkan Diri Di Gunung 3 Tahun
Disini, Tuhan menampakkan
kemuliaannya dan berkata, "Ambillah tongkatmu itu dan engkau dan Harun,
kakakmu, harus menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya;" (Bilangan 20:8a).
Tetapi Musa tidak melakukan
perintah Tuhan tersebut. Ia justru memukul batu tersebut selama dua kali. Pada
ayat selanjutnya, Alkitab mencatat kekecewaan Tuhan kepada Musa. Akibatnya, Musa tidak dapat membawa bangsa Israel masuk ke tanah Kanaan.
Dari sini kita bisa belajar kalau
apa yang baik di mata kita, belum tentu itu baik bagi Tuhan. Tetapi cara yang
menurut Tuhan baik, sudah pasti baik bagi kita. Tuhan adalah pribadi yang penuh
kasih dan kebijaksanaan. Dia tahu dengan jelas bagaimana karyaNya akan terjadi
dalam kehidupan kita.Semua itu
harus terjadi sesuai dengan jalan dan cara Tuhan, bukan kita.
Alkitab banyak sekali menjelaskan mengenai
bagaimana menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Tuhan. Ketika kita melakukan
hal tersebut dengan rendah hati dan percaya, kenapa kita masih saja mendikte
Tuhan? Untuk berjalan bersama Tuhan, kita harus berjalan sesuai dengan caraNya
dengan bersikap taat.