Sore itu langit sedang mendung.
Kilat sudah mulai saling menyambar serta angin yang bertiup sangat kencang
membuat kapal yang saya naiki tidak stabil. Saya hilang kendali dan terjatuh
dalam laut. Tenggelam adalah kemungkinan pertama yang saya pikirkan. Selain
tidak bisa berenang, kondisi diperparah karena tidak ada satu pun orang yang mengetahui kalau saya sedang terjatuh.
Tenggelam mengantarkan saya pada pertobatan, tapi…
Cukup lama terombang ambing dalam
lautan membuat saya ketakutan dan mulai berpikir kalau kematian sedang
mendekati saya. Detik itu juga saya diingatkan oleh Tuhan betapa kehidupan saya dipenuhi oleh dosa.
Saya mulai menyerahkan diri
kepada Tuhan dan meminta kesempatan satu kali lagi untuk bertobat. Saya merasa
seperti ada seseorang yang mengulurkan tangannya. Kondisi air menjadi penuh
dengan cahaya. Setelah sadar, saya melihat teman-teman yang mulai melakukan pertolongan pertama pada saya.
Sayangnya, proses penyelamatan
tersebut tidak lantas membuat saya bertobat. Saya kembali pada kehidupan saya
yang lama. Mabuk, obat-obatan, wanita adalah bagian yang sangat melekat dengan saya.
Dalam kondisi mabuk, saya teringat pada sikap
keras yang sering saya terima dari Papa. Tidak hanya kepada saya, Papa pun
sering bersikap keras kepada Mama. Belum lagi kebiasaannya dalam perjudian yang menempatkan keluarga kami pada posisi yang sulit.
Sejak lulus SMA, saya sudah mulai merantau ke
luar kota untuk bekerja. 7 Bulan setelahnya saya dikabari kalau Mama sedang
sakit keras. Kemudian, 2 bulan setelahnya, Mama meninggal. Tanpa menunggu saya
tiba di Manado, kota dimana saya lahir dan besar, mereka mengantarkan Mama pada
tempat peristirahatannya yang terakhir. Tentu saja hal ini membuat saya geram. Terlebih selama ini, Mama adalah pribadi yang sangat dekat dengan saya.
Lagi, kegagalan saya bertobat mengantarkan saya pada pembajakan kapal
Lamunan saya tersebut langsung dibuyarkan oleh
beberapa orang yang sedang membajak kapal yang sedang saya naiki. Bersama awak
kapal lainnya, saya dikurung selama satu bulan dalam sebuah kamar yang sangat
sempit. Satu hal yang langsung teringat dalam pikiran saya adalah untuk kembali kepada Tuhan dan bernazar untuk melakukan pertobatan.
Tidak lama setelah sepakat dengan nazar
tersebut, saya menyadari kalau para pembajak kapal tersebut telah meninggalkan
kapal kami. Kami berada di suatu tempat di Filipina. Keinginan saya untuk
bertobat diurungkan oleh ajakan sepupu saya untuk membangun sebuah bisnis baru.
Bisnis kami melejit, makin hari, narkoba seakan
menjadi bagian dalam tubuh saya. Suatu malam saya mengonsumsi narkoba dalam
dosis yang cukup banyak. Saya overdosis dan dilarikan ke sebuah rumah sakit
lokal. Karena uang hasil usaha kebanyakan digunakan untuk foya-foya, saya pun bangkrut.
Saat saya sakau dan hampir mati, Tuhan justru melawat saya
Kejadian ini mengantarkan saya untuk memberanikan
diri pulang ke rumah. Keluarga menyambut saya dengan baik. Kecanduan narkoba
membuat saya sakau. Kala itu adalah masa yang paling buruk bagi saya. Sekujur
tubuh saya ini seperti berteriak untuk segera mati. Tetapi ada satu ketakutan dalam diri saya.
Pada suatu sore, seorang teman datang untuk melayani
saya. Satu ayat yang ia kutip dari dalam Alkitab dalam Matius 7:7, “Mintalah,
maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”
Pelayan Tuhan ini juga mengatakan kalau saya
akan dipakai secara luar biasa oleh Tuhan asalkan saya mau kembali kepadaNya.
Hari itu juga saya langsung mempraktekkan firmanNya. Membekali diri saya dalam
kehidupan yang benar membuat rasa sakit dalam tubuh saya ini dipulihkan. Tidak
hanya sakau, bahkan hati saya pun Tuhan pulihkan.
Kematian Mama meninggalkan kekosongan dalam
kehidupan saya. Sehingga saya terus mencari kekosongan ini melalui cara-cara
yang salah. Kini, hati saya telah terisi oleh Kristus dan saya memberikan diri
saya kepada Kristus.