Sebuah
penelitian menemukan kalau kesehatan emosional dan fisik sangat berkaitan satu
sama lain. Hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal Heart ini juga mengamati tentang kondisi sosial seseorang terhadap kesehatannya.
Ditemukan bahwa
seseorang yang kerap menyendiri atau kesepian dan terasing sama sekali dari lingkungan
sosial akan cenderung mengalami serangan jantung dan stroke. Kesepian juga dinilai sebagai salah satu penyebab tingginya jumlah kematian.
“Mendapatkan
dukungan sosial dari orang lain atau dari orang yang berada dalam situasi yang
sama sangat baik bagi kesehatan. Dan seseorang yang terisolasi secara sosial atau
kesepian mungkin tidak akan mendapatkan dukungan seperti ini,” kata penulis pertama
penelitian Christian Hakulinen, seorang Profesor Psikologi dan Logotek di Universitas Helsinki Finlandia.
Tak hanya mendapatkan
hasil mengejutkan ini, para peneliti juga menemukan fakta lain seputar alasan seseorang
memilih antisosial atau terisolasi dari lingkungan sosialnya. Salah satunya disebabkan karena mereka mengalami penolakan dari masyarakat umum.
Data ini didapatkan setelah para peneliti melakukan riset kepada hampir 480 ribu orang dewasa di Inggris. Riset ini meliputi kondisi kehidupan sosial, kondisi mental, riwayat medis dan juga kebiasaan hidupnya. Hal lain seperti tinggi dan berat badan, berat badan dan kekuatan genggamannya juga menjadi salah satu perhatian penting.
Baca Juga :
Studi Ungkap Bahaya Kesepian Bagi Kesehatan
Setelah melakukan
riset yang intensif selama tujuh tahun kepada seluruh responden, studi ini menemukan
bahwa kondisi terisolasi dan kesepian menjadi penyebab terbesar dari masalah kesehatan
fisik seseorang. Sementara mereka yang menjalani kehidupan secara bersosial atau berbaur dengan lingkungan jauh lebih sehat secara fisik.
Berdasarkan
hasil perhitungan secara biologis, kesehatan dan sosial ekonomi, responden yang
terisolasi secara lingkungan rentan mengalami risiko serangan jantung dan
stroke sebesar 7% dan 6%. Sementara mereka yang hidup menyendiri atau kesepian lebih rentan mengalami serangan jantung dan stroke sebesar 6% dan 4%.
“Hal ini menunjukkan
kalau sebagian besar risiko disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti obesitas, merokok, tingkat pendidikan yang rendah dan riwayat penyakit kronis,” kata Hakulinen.
Selain itu,
dia juga menyampaikan kalau mereka hidup terisolasi secara sosial karena serangan
jantung akan berisiko mengalami kematian sebesar 25%. Sementara yang mengalami stroke
mengalami kematian sebesar 32%. Tapi jauh lebih buruk dari itu, seseorang yang tidak
punya riwayat kesehatan namun suka mengasingkan diri dari lingkungan kemungkinan besar akan menghadapi risiko kematian yang lebih tinggi.
“Secara
teori mungkin orang-orang yang merasa kesepian punya jaringan sosial yang lebih
aktif setelah mereka jatuh sakit. Tapi seseorang yang suka menyendiri tidak akan memiliki jaringan sosial,” katanya.
Dari hasil ini,
para peneliti menyimpulkan bahwa mempertahankan atau membangun hubungan dengan orang
lain atau lingkungan akan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan bahkan bisa menyelamatkan nyawa seseorang.
“Penting untuk
mempertahankan hubungan dengan bertemu anggota keluarga atau teman secara bertatap
muka. Menemukan orang dengan minat yang sama, misalnya bergabung dengan sebuah klub
atau hobi yang sama, kemungkinan adalah cara terbaik untuk membuat koneksi sosial yang baru,” terangnya.
Mungkin kita
berpikir kalau ini hanyalah hasil studi yang belum pasti kebenarannya. Karena bisa
saja data-datanya kurang akurat dan sebagainya. Tapi mungkin hal ini bisa kita anggap
alkitabiah karena firman Tuhan sendiri juga mengatakan hal yang sama bahwa
manusia adalah makhluk sosial yang nggak bisa hidup sendiri. Hal inilah yang difirmankan
Allah kepada Adam, ‘Tidak baik manusia itu
seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya…’ (Kejadian 2: 18).
Allah sendiri menyampaikannya dengan sangat gamblang. Karena itulah kita sebagai
gereja, jemaat Tuhan, dipanggil untuk bisa saling mendukung satu sama lain.
“Mereka yang kuat wajib rela menanggung kelemahan
orang yang tidak kuat” (Roma 15: 1).