"Bisa fotoin kita nggak?
Kita mau foto keluarga, nih," curhat seorang istri saat menghadiri sebuah
acara keluarga suaminya. Salah satu kakak iparnya memintanya untuk memfoto
seluruh keluarga, tanpa ada keinginan untuk bergantian. Dimana ini berarti kalau dirinya tidak diikutsertakan.
Menurut sang istri yang baru
dinikahi selama 2 tahun ini, ia merasa sedikit tersinggung atas perilaku kakak
iparnya tersebut. Disana, ia bisa melihat bagaimana suaminya bisa tersenyum
bagai seorang anak kecil bersama kakak, adik, serta orang tuanya. Dengan tidak mengajaknya untuk berfoto, ia merasa seperti orang lain dalam keluarga.
Sementara dari pihak suami,
kejadian foto keluarga tersebut bukanlah sebuah masalah besar. Kebanyakan dari
kita berharap kalau setelah menikah, kita akan dirangkul dan diterima dalam
keluarga. Sayangnya, harapan ini tidak selalu terjadi. Ada saja beberapa
keluarga, dengan disadari atau tidak, membatasi hubungan 'keluarga' ini sendiri. Tentu saja hal ini bisa menjadi sebuah konflik dalam keluarga.
Bukannya mempererat hubungan dengan keluarga, 3 hal ini adalah penyebab kumpul keluarga menjadi sebuah mimpi buruk bagi sebagian orang.
1. Mengalami perubahan sikap
Mengapa dikatakan demikian? Hal
ini karena ketika kembali pada
keluarga, kita cenderung terbawa suasana pada masa kecil dulu. Peran
masa kecil yang sangat kuat dapat mengembalikan sifat alami kita timbul. Tidak jarang kalau sikap ini adalah sikap seperti anak kecil bersama keluarganya.
Dengan keluarga, kita terbiasa
untuk dicintai, disayangi oleh keluarga. Sementara dengan keluarga baru, kita
memiliki tanggung jawab dan bersikap lebih serius. Sikap yang bertentangan ini bisa menimbulkan konflik dalam keluarga.
2. Cenderung memonopoli
Tidak semua orang bisa dengan
mudah membaur dengan orang lain. Walaupun sudah berstatus seperti keluarga,
tidak jarang kita duduk dengan nyaman berbagi kebahagiaan sementara pasangan merasa sendirian karena tidak bisa membaur dengan baik.
Keluarga mengenal kita jauh lebih
lama dibandingkan dengan pasangan, terkadang ada beberapa pokok bahasan dimana
kita tidak bisa memahami apa yang mereka katakan. Hal ini yang membuat pasangan sulit untuk bisa berpartisipasi dalam perbincangan dalam keluarga.
3. Bisa menimbulkan sikap pengecualian
Beberapa keluarga bahkan
menganggap menantu atau ipar sebagai orang lain. Curhatan seorang istri tadi
misalnya. Contoh lainnya adalah komentar halus yang terdengar, "Aku rindu kamu yang dulu.." Atau "Kok kamu sekarang sudah berubah, sih.."
Sebagai seorang pasangan, kita
harus bisa berkomunikasi dengan baik ketika berada dalam posisi ini. Ketika
berkumpul dengan keluarga, biasakan untuk menggunakan kata kita dan kami, tidak aku atau kamu agar keluarga menyadari kehadiran pasangan.
Kalau kita bisa lihat lagi, ada banyak orang
yang akhirnya mengakhiri pernikahan dengan alasan ada pihak dari keluarga yang
terlalu mencampuri urusan pernikahan kita. Pernikahan seharusnya mempersatukan
keluarga, bukan sebaliknya.
Satu hal yang perlu diingat, setelah menikah
kita merupakan sebuah keluarga yang baru dengan Tuhan Yesus sebagai kepala
keluarganya. Setiap dari kita punya tugas dan tanggung jawab baru. Jadi, apa
pun yang terjadi dalam pernikahan, usahakan untuk berserah dan mengandalkan Tuhan,
tidak mengandalkan orang lain maupun diri kita sendiri.