Jadi Anak Tertolak itu Gak Enak, Ini 5 Cara Terbaik Agar Anakmu Tak Mengalaminya

Parenting / 12 March 2018

Kalangan Sendiri

Jadi Anak Tertolak itu Gak Enak, Ini 5 Cara Terbaik Agar Anakmu Tak Mengalaminya

Budhi Marpaung Official Writer
3332

Kita mungkin begitu terkesan dengan kisah pengalaman anak-anak yang mengalami penolakan dulunya dari orangtua mereka dan menjadi orang berhasil di kemudian hari. Kita bahkan begitu terpikat dengan mazmur Daud yang ditulis di Alkitab terkait hal ini:

“Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku” (Mazmur 27:10)

Tidak ada yang keliru dengan hal itu semua. Namun, kita seharusnya jangan berhenti hanya sampai tahap ‘senang mendengar / membaca / menyaksikannya / termotivasi’. Perasaan-perasaan seperti itu hanya mengenyangkan jiwa. Tanpa disadari, bisa juga akhirnya kita justru yang akan menjadi pelaku-pelaku penolakan anak tersebut. Mengerikan bukan? Lalu apa yang harus kita buat supaya anak kita tidak merasa tertolak atau ditolak oleh orangtuanya sendiri?

Baca Juga: Anak Kecil ini Diajarkan Ibunya Tentang Kehidupan

Berikut 5 cara terbaik yang bisa kamu dan pasangan lakukan untuk mencegahnya:

1. Perkatakan Firman Tuhan di saat ia masih ada di dalam kandungan.

Memperdengarkan musik-musik klasik di saat anak di dalam kandungan mungkin baik, tetapi akan jauh lebih baik lagi jika kita juga memperkatakan ayat-ayat Firman Tuhan kepada buah hati kita. Ada banyak ayat Alkitab yang bisa disampaikan kepadanya, salah satunya adalah seperti berikut:

"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11)

2. Perkatakan kata-kata yang membangun baik di saat ia baik atau sedang nakal.

Kecenderungan manusia pada umumnya ketika melihat anaknya melakukan hal-hal yang tidak terpuji atau kurang tepat adalah langsung memperkatakan hal-hal buruk. Padahal itu tidak perlu dilakukan.

Kata-kata pedas yang kita sampaikan tidak akan pernah mengubah hidupnya, justru itu akan melukai dirinya. Jika memang ada niatnya untuk mengajar, sampaikan kata-kata yang membangun (mendidik) atau perasaan sedih yang ada di dalam hati kita.

Kata-kata seperti “anak bodoh”, “anak nakal”, “gak tahu anak siapalah ini” sedapat mungkin tidak diucapkan.

3. Hukumlah jika memang memang harus dihukum, tetapi setelah itu rangkullah dengan penuh kasih.


Jika memang anak sudah tidak dapat diajak bicara atau terus memberontak (tidak mendengar), Alkitab memberikan tuntunan agar orangtua mengambil tongkat untuk mendidik.

"Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya." (Amsal 29:15)

Iya, sebagai anak, ia akan menangis karena pukulan yang diterima. Akan tetapi, kita bisa mencegah luka di hatinya dengan kita merangkulnya setelah kita melakukan hal tersebut.

Katakan mengapa pukulan itu harus diberikan. Anak pun akan sangat merasakan ketulusan kasih dari orangtuanya saat pelukan itu dirasakannya.

4. Hindari untuk membanding-bandingkan.

Tidak ada manfaat bagi seorang anak sesungguhnya saat orangtua mulai membanding-bandingkan dirinya dengan yang lain. Saat ia mulai menangkap kekaguman kita sebagai orangtua terhadap anak lain yang memiliki kelebihan yang tidak (belum) dimiliki oleh buah hati kita, di saat itulah ia akan terluka.

Ia mungkin akan berusaha keras untuk membuat kita membanggakannya dan bisa saja itu tercapai. Akan tetapi, tanpa kita sadari kita justru meninggalkan gambar diri yang buruk kepadanya. Ingat, Tuhan menciptakan setiap manusia dengan sempurna dan unik. Setiap kita tanpa terkecuali, diciptakan dengan kasih-Nya. Iya, manusia pernah berdosa, tetapi karya penyelamatan Tuhan Yesus telah memulihkan semuanya. Inilah identitas kita.

5. Ajarlah untuk ia mengenal Tuhan dan hidup di dalam kebenaran-Nya.

Cara terbaik untuk memperkenalkan Tuhan di dalam kehidupan seorang anak adalah dengan memperkenalkan Tuhan kepadanya dari sejak dini. Setiap usia punya cara tersendiri. Jika memang masih balita, ajarkan ia betapa Tuhan begitu mengasihinya. Katakan bahwa setiap hal baik yang ia dapat nikmati itu adalah anugerah dan kebaikan Tuhan. Oleh karena itu, kita perlu mengucap syukur.

Bangunlah juga mezbah keluarga. Sampaikan firman Tuhan dengan cara yang ia mengerti. Bila sudah melewati usia 10 tahun, anak biasanya sudah bisa diajak untuk berpikir. Barulah di saat itu, kita bisa sampaikan secara lebih mendalam tentang tentang karya keselamatan Kristus dan bagaimana Tuhan rindu kita mengenalnya secara pribadi.

Kehidupan bertumbuh dan berakar di dalam Tuhan akan membuat seorang anak memiliki dasar yang kokoh tentang jati dirinya. Lingkungan di luar keluarganya mungkin bisa mencoba untuk menghancurkan, tetapi ia tetap menjadi pribadi yang kuat, yang tidak mudah sensitif (rapuh).

Tuhan sudah memercayakan keturunan ke dalam keluarga kita, rawatlah dan besarkan dia sebagaimana yang Tuhan kehendaki. Lihatlah, apa yang tertulis di Amsal 17:6, itu yang benar-benar kita alami. Haleluya!

"Kebanggaan orang yang sudah tua adalah anak cucunya; kebanggaan anak-anak adalah orang tuanya." (Amsal 17:6, BIS 1985)

Sumber : Jawaban.Com
Halaman :
1

Ikuti Kami