Di dunia pekerjaan,
setiap karyawan pastinya mau mendapatkan gaji sesuai dengan hasil kerjanya. Semakin
baik pekerjaan kita, kita juga tentu saja berharap akan dibayar dengan bayaran yang
sesuai. Apalagi kalau kita berkontribusi memberikan keuntungan besar bagi
perusahaan. Tapi tahukah kamu, kalau inilah cara pandang dunia dalam menilai pekerjaan.
Mereka bekerja karena itu adalah bagian hidup mereka dan bukan panggilan hidup.
Penghasilan dan keuntungan karyawan yang bekerja di dunia sekuler sangat mendukung ambisi dan hasrat pribadi mereka.
Sama halnya
seperti manajer dengan bawahannya. Dia harus mengenali dan memberi mereka tantangan
yang cukup dan kompensasi yang adil supaya target mereka bisa tercapai. Bawahan
adalah aset pentingyang harus dijaga karena tanpa mereka seorang manajer tidak akan pernah bisa mencapai target yang ditetapkan perusahaan.
Pertanyaannya adalah apakah seorang karyawan cukup hanya mengerjakan pekerjaannya?
Sebagian karyawan
cenderung berpikir bahwa tugas mereka sudah selesai kalau pekerjaan
sehari-harinya selesai dikerjakan. Mereka merasa sudah melakukan pekerjaan dengan
baik dan akan mulai komplain saat nggak mendapat tambahan apa-apa selain dari
gaji yang diterima. “Tapi kan aku sudah melakukan pekerjaanku!” demikian komplain
yang kerap dilontarkan. Padahal imbalan dari melakukan pekerjaan itu hanyalah sebuah cek gaji saja.
"Untuk mendapat lebih lakukanlah lebih."
Banyak pekerja kantoran yang lupa kunci sukses bahwa ‘untuk mendapat lebih maka kita harus melakukan lebih’. Untuk maju dan jadi pribadi yang unggul, seseorang harus bisa melakukan pekerjaannya melampaui hasil pekerjaan pada umumnya. Semua pekerjaan yang kita kerjakan harus bisa berdampak besar bagi perusahaan.
Baca Juga :
Supaya bisa
jadi karyawan yang berdampak, tanyakan lebih dulu beberapa pertanyaan ini ke dirimu sendiri.
1. Bagaimana aku bisa memberikan nilai kepada perusahaan, konsumen dan rekan kerjaku?
2. Apakah aku sudah puas hanya dengan mengerjakan pekerjaan
biasa dengan alat-alat kerjaku? Atau apakah aku sudah memakai alat-alat ini dengan maksimal dan mengerahkan skillku?
3. Apakah aku berani menyampaikan berbagai saran untuk
sebuah perubahan atau menunjukkan nilai perubahan kepada produktivitas dan profotabilitas kerja?
4. Apakah aku sudah terlibat dengan organisasi profesional yang terkait dengan bidang pekerjaan yang aku tangani?
5. Apakah aku bekerja dengan tim, manajer dan
organisasi lain? Atau apakah aku lebih suka bertarung dalam perusahaan atau apakah aku lebih suka bertarung dalam pertempuran territorial dan mengeluh tentang bagaimana cara kerja orang lain yang payah?
Kita seringkali membela diri ketika ditanyai pertanyaan-pertanyaan di atas. Hal yang paling sering kita lakukan adalah suka menyalahkan perusahaan, mengatakan bahwa perusahaan pelit, nggak menghargai loyalitas karyawan atau nggak akan peduli dengan hasil kerja karyawannya. Ada banyak alasan-alasan lain yang cukup mengherankan.
Baca Juga : Nasib Buruk itu Tidak Ada, Kerja Keras dan Berkat Tuhan Adalah Kuncinya. Ini Rahasianya
Tapi ingatlah
bahwa, selama kamu masih terus mengeluh dan berdalih tentang ketidakadilan di dalam
pekerjaanmu, jangan kaget kalau manager dan rekan kerjamu akan semakin tak peduli
denganmu. Kamu sendirilah yang bertanggung jawab atas hasil kerjamu. Kamu sendiri
yang bisa meningkatkan nilai dirimu di tengah pekerjaanmu. Waktu kamu berinvestasi
mengembangkan produktivitas dan keterampilan bisnis, pengetahuan industri dan keterampilan
kerjamu maka kamu akan mendapat bayaran dari hasil yang diperoleh perusahaan. Kamu
juga bisa mendapat promosi pekerjaan dari perusahaan lain yang melihat hasil kerjamu atau dipromosikan jadi seorang pemimpin.
Jadi, jangan mau hanya melakukan pekerjaan dengan nilai yang standar. Mulailah berkontribusi untuk memberikan dampak atau pengaruh yang positif dan besar di pekerjaanmu.
Percayalah bahwa orang-orang yang bekerja dengan unggul pasti posisinya akan diangkat naik oleh Tuhan. "Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina."(Amsal 22: 29)
Sumber : Jawaban.com