Kalau akhir
bulan lalu, kita mendengar pemberitaan bahwa Gereja Katolik Yogyakarta menerima
penolakan dari ormas setelah melakukan bakti sosialnya. Kemarin, Minggu (11/2),
Gereja Katolik Santa Lidwina, Sleman diserang oleh Suliono, pemuda berusia 22 tahun.
Seperti dihimpun,
serangan ini terbilang sadis karena pelaku menyerang dengan pedang tepat saat Misa
minggu pagi berlangsung. Akibatnya, beberapa orang mengalami luka bacok, termasuk pastor gereja Romo Prier, tiga jemaat dan seorang polisi.
Pelaku yang
diidentifikasi berinisial S itu terpaksa ditembak di bagian kaki karena berusaha
menyerang pihak kepolisian. Kejadian ini terjadi pada pukul 07.30 WIB, dimana pelaku
masuk dari pintu bagian Barat dan mulai menghempaskan pedang ke arah jemaat yang
ada. Melihat tindakan pemuda itu, para jemaat akhirnya berhamburan keluar gereja.
Baca Juga : Baksos Gereja Yogyakarta Ini Dibubarkan Ormas, Ternyata Ini Penyebabnya…
Cerita Mengharukan Pasca Serangan
Tentu saja setiap
orang merasa sedih dan berang dengan tindakan pria tersebut. Rasa prihatin tidak
hanya disampaikan oleh masyarakat Yogyakarta beragama Kristen, tapi mereka yang
beragama berbeda pun turut merasa sedih. Dengan perasaan sepenanggungan, masyarakat
pun berbondong-bondong datang ke Gereja Santa Lidwina untuk bergotong royong membersihkan gereja itu dari kekacauan akibat serangan tersebut.
Sepasang suami
istri dari agama berbeda bahkan ikut serta membantu mengepel lantai yang penuh bercak
darah. Mereka adalah Jir Harsani (30)dan suaminya Ahmad Muttaqin (37) warga Nogotirto, Kecamatan Gampang, Sleman.
Jir mengaku
terbeban untuk membantu karena sebagai sesama manusia, sudah selayaknya saling
membantu. “Kita ini sesama manusia dan anak Indonesia, sudah selayaknya untuk saling membantu,” ucap Jir.
Dia juga menilai
perbedaan agama bukan alasan bagi sesama pemeluk agama untuk tak saling peduli.
Justru sebagai sesama umat beragamalah sikap simpati dan saling membantu harus tetap ditumbuhkan.
Latar Belakang Pelaku
Kapolri Jenderal
Pol Tito Karnavian menduga pelaku yang berasal dari Banyuwangi itu melakukan penyerangan
gereja karena sudah kena paham radikal dari berbagai kelompok yang ditemuinya. Dugaan
ini semakin kuat karena Suliono diketahui pernah berada di Sulawesi Tengah, Poso dan Magelang.
“Ada
indikasi kuat yang bersangkutan ini kena paham radikal yang pro kekerasan,”
ucap Tito, seperti dikutip Kompas.com, Senin (12/2).
Sementara menurut
keterangan ayah pelaku, Mistadji, anaknya adalah sosok yang baik dan rajin beribadah. Dia adalah anak ketiga dari empat bersaudara.
Sedang Mubarok
(58), tetangga Suliono, mengaku kenal dengan pelaku sejak kecil. Dia bahkan
memuji bakat bernyanyinya. “Dia rajin beribadah
sejak kecil dan sering saya minta untuk mengaji saat ada acara pengajian karena
suaranya saat baca Al-Quran bagus sekali. Anaknya juga sangat cerdas,” katanya.
Sementara sampai
hari ini, Suliono masih menjalani perawatan akibat tembakan di bagian kakinya. Setelah
sembuh, polisi akan menggali keterangan terkait motif serangan yang
dilakukannya.