Salah satu bentuk dari
kepercayaan kita kepada Tuhan, bukan dengan menempatkan pikiran kita dan
kekuatan kita diatas proses dan perjalanan hidup bahkan karir kita. Namun
berani untuk terus menempatkan Allah sebagai prioritas utama atas apapun yang tengah dijalani.
Yap! Saya tahu bahwa
percaya itu nggak gampang tapi sangat mudah mengucapkannya. Percaya itu bukan seperti kalimat yang kita keluarkan tanpa sebuah pertanggung jawaban yang tepat.
Tepat hari minggu kemarin,
saya mengunjungi rumah tetangga baru saya. Ini adalah kali pertama saya mengunjungi dan mengenal mereka.
Isu dari teman, mereka
merupakan keluarga yang sangat memprihatinkan. Entah apa yang terjadi, sang ibu
tega meninggalkan anaknya berusia 6 tahun tinggal dirumah seharian dan menangis. Berawal dari hal itu, saya semakin penasaran dengannya.
Dari hasil kunjungan, saya
mau menceritakan bahwa si ibu telah menikah sebanyak 3 kali dan memiliki anak 4 orang serta jatuh miskin.
“Saya nggak tahu kenapa
saya terus-terusan begini. Saya dulu itu kaya, dan saya itu disukai banyak
orang. Sekarang saya kehilangan semuanya. Suami saya pergi dan kasar ke saya.
Saya menikah lagi, dan mereka juga melakukan hal yang sama. Anak saya sekarang,
ada yang sekolah di pesantren. Yang paling kecil, usia 6 tahun belum sekolah
karena nggak ada biaya. Anak paling besar, putus sekolah. Saya harus mencari
suami yang kaya dan baik lagi. Suami saya sekarang, nikah sirih. Saya mau
menceraikannya saja. Toh dia mulai kasar sama saya dan nggak sayang sama anak-anakku,” demikian cerita sang ibu.
Sejenak saya termenung dan
Roh Kudus menggerakkan saya untuk bertanya kepada si ibu yang berusia setengah
abad tersebut,”Ibu, maaf. Ibu sekarang ikut suami jadi Muslim. Tapi bolehkah aku bertanya? Ibu masih percaya Yesus?”
Dia lalu menangis dan
menjawab,”percayalah mbak. Saya selalu bernyanyi lagu puji-pujian sekalipun
suami saya muslim. Saya nggak lupa sama Tuhan, saya bernyanyi lagu ‘setiap jam
ya, Tuhan. Engkau kuperlukan’ dan saya benar-benar memerlukan Tuhan setiap hidup saya.”
“Saya tahu itu dan melihat
itu dari hati ibu. Tapi sampai kapan ibu berjalan dengan kekuatan dan cara ibu
sendiri? Sudah berapa puluh tahun? Masih saja sama kan? Bahkan masalah dalam hidup ibu semakin parah dan berantakan,” kataku
Yap! Semua orang
benar-benar gampang mengatakan percaya kepada Tuhan. Namun kenyataannya berbanding terbalik dengan tindakan.
Mengapa begitu? Karena
kita nggak benar-benar percaya sepenuh hati. Hal inilah yang membuat kita menjadi ragu sehingga memilih jalan yang belok bukannya lurus.
Padahal Firman Allah
jelas-jelas mengajarkan kita untuk percaya kepadaNya dengan sepenuh hati:
“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada
pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” (Amsal 3:5-6)
Sudah jelas bukan, firman
ini menekankan kita untuk “percaya sepenuh hati” yang artinya nggak
setengah-setengah; “jangan bersandar kepada pengertian sendiri” yang artinya
bersandar pada pemikiran dan cara Tuhan; “akuilah Dia dalam segala lakumu” yang
artinya memprioritaskan Tuhan penuh dalam urusan kita, dan tidak melupakanNya sama sekali.
Dan dikalimat terakhir,
“maka Dia akan meluruskan jalanmu” yang artinya jika kita nggak melakukan
hal-hal diatas tadi, itu artinya jalan kita bisa jadi belok dan nggak lurus.
Jadi, apapun masalah kita.
Sebaiknya kita benar-benar percaya kepadaNya. Biarkan Dia ambil kendali hidupmu
, karena tanpa Dia kita tidak bisa menjalani hidup dengan benar.