Badai Itu Pasti, Tuhan Mau Kita Membangun Rumah Diatas Batu Yang Kokoh
Sumber: http://4.bp.blogspot.com/-xwma_HlPvWw/T_

Kata Alkitab / 10 December 2017

Kalangan Sendiri

Badai Itu Pasti, Tuhan Mau Kita Membangun Rumah Diatas Batu Yang Kokoh

Inta Official Writer
5880

“Inta, aku dapet kerjaannya!” Telpon seorang teman saya yang baru saja menerima email berisikan tanggal kepergiannya ke Jepang. Saya terkejut. “Wah seriusan? Selamat ya!” Ungkap saya ikut bahagia. Seorang teman saya ini memang luar biasa. Dia juga merupakan salah satu orang yang membawa saya menjadi mengenal Tuhan lebih dekat. 

Saya jadi ingat pertama kali dia mendaftar bekerja di Jepang, dia berbisik kepada saya “aku tuh nggak niat, ta. Biar aja deh, kalau emang Tuhan mau aku kerja disana, aku tau aku pasti keterima.” Dia adalah seorang yang rajin pelayanan dan pintar dalam sisi akademis. Tetapi jujur, saat itu saya  sedikit meragukan dia karena saya tahu dia tidak belajar sama sekali ketika tesnya. 

Baca juga: Terikat Seperti Gajah, Tuhan Mau Kita Keluar Dari Belenggu Ini Sekarang!

Tuhan memang baik, pikir saya saat mendapati kabar baik tersebut. Dia diterima tanpa belajar, hanya berbekal perkataannya bahwa “kalau Tuhan mau aku kerja disana, aku pasti keterima, kok.” Keluarga melepaskan dia dengan sebuah syukuran. Saya mengantarkan dia sampai di bandara Adisucipto, menjabat tangannya sambil bilang “See you on top, ya. Aku segera menyusul.”

Di Jepang, dia menyebarkan kabar baik. Ada banyak jiwa-jiwa yang dikumpulkan hingga akhirnya dia bisa membangun sebuah perkumpulan doa sekaligus ibadah setiap minggunya. Luar biasa sekali, bukan? Karena dia, di wilayahnya jadi ada kebaktian rutin setiap minggu. Caranya? Dia streaming khotbah dan kebaktiannya via website gereja. Dan gara-gara dia pula, pendeta kami jadi ikutan go international. 

Selain pintar dan aktif dalam ibadah, dia juga melayani anak-anak membutuhkan lewat uang yang dia hasilkan dari gajinya disana. Dia menyisihkan uangnya untuk membantu sebuah panti asuhan, terkadang kami sebagai teman-temannya yang dititipi uangnya pun ikut diberi. Katanya, “kan kalian belum kerja. Aku belum bisa traktir kalian langsung. Setelah pulang, kita makan-makan ya. Sekarang makan sendiri dulu.”

Enam bulan sebelum kepulangannya, dia dan kawan-kawan disana masih menjalankan kebaktian. Tiket semuanya sudah disiapkan. Namun, Tuhan berkehendak lain. Kami dikabari bahwa terjadi sebuah kecelakaan ketika ia bekerja. Ia dipanggil Tuhan lebih dulu dari kami. 

Dia yang setia melayani, membawa jiwa-jiwa, yang sering mengajak saya untuk pergi ke gereja, yang bikin pendeta disini go international lewat streaming khotbahnya. Dia sudah tiada. Satu sama lain kami saling menguatkan, terlebih ibunya yang memang seorang single mother dan dia adalah anak satu-satunya. 

Tuhan, kok tega ya? Tuhan, emangnya dia kurang apa? Butuh waktu yang lama sampai akhirnya saya menemukan ayat pada Matius 7:24, “Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.”

Puluhan tahun lamanya saya belajar mengenai bagaimana firman Tuhan harus ditanggapi. Ayat diatas mengajarkan bahwa kita sebagai orang percaya kita harus menjadi pribadi yang kokoh. Teman saya mengajarkan saya untuk bisa menerima dan menjalankan firman Tuhan bukan perkara siapa yang dipanggil Tuhan duluan. 

Saya melanjutkan ayat tersebut, kemudian pada akhir ayat, tertulis “Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.” (Matius 7:27).

Saya jadi tahu kalau apa yang membedakan mereka adalah ketika badai datang. Mereka yang mendirikan rumah diatas batu lebih kokoh, sementara diatas pasir lebih mudah rusak. Saya percaya kalau kokoh tidak harus kuat. Yesus kita kira adalah sosok yang kuat, namun ia terjatuh ketika memikul salib, hingga tiga kali. 

Saya berpikir, bahwa teman saya merupakan pribadi yang membangun sebuah rumah datas batu. Sementara kita harus belajar bahwa dengan membangun rumah yang kokoh tidak berarti kita akan memperoleh kesejahteraan. 

Dalam kasus teman saya, ia adalah sosok yang taat dan bekerja sesuai dengan kehendak Tuhan. Namun itu tidak berarti ia dapat hidup yang lebih panjang. Kami percaya kalau ia sangat dikasihi Tuhan, sehingga ia terlebih dahulu dipanggil oleh Tuhan. Tuhan mau kita kokoh untuk bisa berdiri lagi ketika ada badai yang melanda. Karena dari ayat diatas kita sama-sama tahu kalau badai pasti akan menimpa kita semua. 


Sumber : jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami