Botsmar Situmorang, Kehilangan Tangan Karena Tersetrum Listrik Tegangan Tinggi
Sumber: JC Channel

Family / 9 October 2017

Kalangan Sendiri

Botsmar Situmorang, Kehilangan Tangan Karena Tersetrum Listrik Tegangan Tinggi

Budhi Marpaung Official Writer
5161

Menjadi seorang tukang gali untuk proyek besar sangatlah beresiko, namun karena ingin hidup mandiri, Botsmar memilih itu sebagai pekerjaannya. Suatu kali, saat sedang melakukan pekerjaan pengeboran, tanpa disadari olehnya, pipa yang sedang dipegangi terkena kabel listrik tegangan tinggi.

Botsmar pun langsung tidak sadarkan diri. Oleh orang-orang yang ada di sekitar, ia pun dibawa ke rumah sakit. Berdasarkan pengakuan bapak Situmorang (ayah Botsmar, red), dokter menyatakan bahwa tangan Botsmar harus diamputasi karena jaringan sel-sel sarafnya sudah rusak.

“Mendengar itu, saya sebagai orangtua sangat sedih dan terpukul, kenapa itu terjadi sama anak saya,” ujar Situmorang.

Tindakan medis pun dilakukan. Sesudah operasi, Botsmar akhirnya siuman. Hatinya begitu sedih melihat apa yang terjadi dengan tubuhnya, tanpa kedua tangan yang sempurna (bunting). Ia semakin menangis memikirkan bagaimana ia akan menjalani kehidupannya ke depan.

Faktanya memang Botsmar hidup tanpa tangan dan baginya itu sama saja dirinya sudah mati. “karena sekalipun saya hidup, saya tidak bisa ngapa-ngapain,” ungkap Botsmar.

Tidak ingin sang anak semakin terpuruk, baik ayah maupun ibu tidak pernah lelah memberikan semangat dan bahkan selalu setia berdoa bagi Botsmar.

Hari demi hari yang dilalui oleh Botsmar selalu sama setiap harinya. Bila makan, ia disuapi; saat mandi, ia dimandikan, bahkan hingga mengenakan pakaian, itu harus dibantu oleh orangtua. “Pokoknya semua, saya harus dibantu,” imbuh Botsmar.

Suatu ketika, ketika sang bapak sedang memandikan dirinya, Botsmar mendengar isak tangis yang berasal dari belakangnya. Botsmar tahu bahwa itu adalah bapaknya. Tekanan batin pun ia rasakan.

“Saya merasa saya ini orang tidak berguna, mandi saja saya tidak bisa; bahkan ayah saya sampe meneteskan air mata hanya untuk memandikan saya,” kata Botsmar.

Keesokan hari, Botsmar dengan penuh keyakinan menyatakan kepada bapaknya bahwa ia tidak perlu dibantu lagi dalam segala hal. Ia berkata bahwa dirinya ingin belajar mandiri.

Melihat bahwa hidup mandiri tidaklah semudah yang dikira akhirnya orangtua berinisiatif menikahkannya dengan seorang gadis. Botsmar mau menerima hal tersebut tetapi dengan sebuah persyaratan yakni ia ingin menikah dalam keadaan memiliki tangan buatan.

Lewat berbagai macam cara, orangtua berhasil mengabulkan persyaratan tersebut. Botsmar pun kemudian menikah.

“Saya dan istri berusaha hidup mandiri. Kami tidak mau bergantung kepada keluarga atau orang lain. kami berusaha mencukupi keluarga kami dengan beternak dan juga kami berladang, kami menanam padi,” tutur Botsmar.  


Kehadiran sang istri dalam pandangan Botsmar sungguh merupakan sosok penolong yang mampu menutupi kelemahan yang dimilikinya. “Dia selalu memperlakukan saya seperti kepala keluarga,” imbuh Botsmar.

Pada saat kebersamaan itu begitu mereka rasakan, kejadian tidak terduga pun terjadi. Suatu ketika, kakak iparnya berkunjung ke rumah dan ia menceritakan kepada istri tentang mimpi yang didapatnya.

Dalam mimpi kakak iparnya tersebut, Botsmar bersama istri dan juga kakak ipar diminta untuk pulang ziarah ke kampung halaman mereka. Mendengar itu, Botsmar pun secara halus menolak. Bukan karena apa-apa, di rumah, mereka sedang memelihara ternak.

Namun penolakan itu justru tidak dihiraukan sang kakak ipar. Dengan berbagai pembicaraan akhirnya mereka kemudian menemukan kata sepakat. Kesepakatan itu adalah yang berangkat pulang ke kampung halaman hanyalah istrinya.

Sang istri beserta kakak ipar pun berangkat. Sebelum berangkat, sang istri sempat berjanji bahwa ia akan pulang dalam beberapa hari. Akan tetapi, sampai waktu yang sudah ditentukan, ia tidak melihat kedatangan kembali sang istri.  

Botsmar berinisiatif menghubungi ke kampung. Namun, pihak keluarga mertua menyatakan tidak tahu keberadaan sang istri. Karena merasa tertekan, ia pun mencoba berdiskusi dengan orangtua. Orangtua kemudian mengajurkan supaya ia menyusul istri ke kampung.

Bersama dengan salah seorang sanak family, mereka berdua pun pergi ke rumah mertua. Sesampainya di sana, mereka tidak menemukan sang istri maupun mertua. Yang ada di rumah hanyalah adik iparnya.

Keesokan harinya, ia kembali lagi ke rumah mertua. Namun, sang istri juga tidak ada. Akhirnya mereka pun pulang kembali. Di rumah, harapan untuk bertemu dengan sang istri tetap besar. Kenangan indah semakin membuatnya rindu kepada sang istri.  

Minggu berlalu, ternyata sang istri tidak kembali juga. Di dalam situasi seperti itu, ia pun mulai merenungkan tentang kehidupannya.  “Pada saat itu saya merasakan hidup di dunia itu menyakitkan. Saya katakan kepada Tuhan, ‘Tuhan saya lelah dengan yang namanya hidup di dunia ini. untuk bekerja secara manusia, saya tidak mampu. Dalam berkeluarga, istri saya sudah meninggalkan saya.’ Pada saat itu, saya merasa hidup saya sudah berakhir pada saat itu,” kata Botsmar.

Di titik terendah dalam hidupnya itulah, Botsmar menyerahkan kehidupannya kepada Tuhan seluruhnya. Semua pergumulan, ia letakkan di kaki Tuhan. Tiba-tiba, ia mendengar sebuah bisikan di dalam dirinya.

“Botsmar, sekalipun kamu merasa dunia tidak adil kepadamu, tetapi ketahuilah SAYA setia mengasihimu,’ saya ditegor, ‘Jangan kecewa, jangan putus asa’,” ungkap Botsmar.

Sebuah Firman Tuhan mengingatkan dirinya yakni untuk mengampuni orang yang telah menyakiti dirinya. Meski begitu berat, Ia memutuskan untuk berdamai dengan dengan Tuhan dan memaafkan istrinya. “Tuhan berikan saya kekuatan dan saya mengampuni istri,” imbuh Botsmar.

Selepas momen itu, Botsmar begitu merasakan hidupnya telah menjadi baru. Hari itu, baginya adalah sebuah permulaan.  

Baca juga: Gak Perlu Panik! Inilah 3 Tips Jitu Bila anak Menanyakan Soal Urusan Orang Dewasa

Hari pun berlalu dan Botsmar pun terdorong untuk mengambil kuliah. Meski ada sempat keraguan yang disampaikan orangtua, tetapi ia tetap bertekad bulat untuk menjalaninya.

Oleh anugerah Tuhan, Botsmar akhirnya bisa menyelesaikan kuliah. Bukan itu saja, ia pun mendapat karunia memperoleh pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil.

“Saya melihat Tuhanku lebih besar dari masalah. Perbuatan-Nya sangat ajaib dalam kehidupan saya. Dan saat ini saya mau bergantung kepada Tuhan sepenuhnya karena saya pernah mengalami di hari-hari yang lama, bergantung kepada Tuhan akan memberikan kemenangan kepada saya,” pungkas Botsmar.

Sumber : Botsmar Situmorang
Halaman :
1

Ikuti Kami