Sejak isu Rohingnya
bergejolak, dunia Internasional tampak sudah cukup lelah menanti jawaban dari pertanyaan
duduk persoalan yang terjadi atas krisis kemanusia yang melanda etnis pendatang Myanmar ini. Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) pun seakan geram dengan kebisuan pemimpin de facto Myanmar yang sekaligus Menteri Luar Negeri dan Penasihat Negara, Aung San Suu Kyi terkait masalah kemanusiaan ini.
Namun hari ini, Selasa (19/9), Suu Kyi akhirnya berdiri di depan publik dan menyampaikan pidatonya yang berisi tawaran pemulihan atas isu Rohingnya. Dia mengatakan bahwa negaranya sedang bekerja untuk melakukan segala macam usaha untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas nasional. Saat ini mereka juga sedang melakukan proses verifikasi terhadap Muslim Rohingnya yang dipaksa melarikan diri dengan operasi militer.
Suu Kyi juga
meminta kerja sama dari komunitas global untuk membantu negaranya mewujudkan persatuan dan menjauhkan perpecahan dengan memakai isu agama dan etnis.
"Kebencian dan
ketakutan adalah tipu daya utama dunia kita. Kami tidak ingin Myanmar menjadi negara
yang terbelah dalam keyakinan agama atau etnisitas. Kita semua memiliki hak atas beragam identitas kita," ucapnya.
Dia juga menyampaikan
dalam pidato 30 menitnya bahwa negaranya mengecam keras semua pelanggaran hak asasi
manusia. Karena mereka adalah negara yang menjunjung perdamaian dan peraturan hukum. "Pasukan keamanan sudah disarankan untuk mematuhi kode etik, untuk melaksanakan
semua tindakan, untuk menghindari kerusakan bersama. Kami turut prihatin yang sedalam-dalamnya atas penderitaan semua orang yang terjebak dalam konflik ini," ucapnya.
Wanita peraih
nobel perdamaian ini menyampaikan kalau pemerintah Myanmar terus bekerja mengendalikan situasi di negaranya dan bertekad untuk memulihkan keadaan dalam waktu singkat.
"Sejak 5
September, belum ada operasi bersenjata. Meski begitu, ada kekhawatiran di kalangan
ratusan umat Islam. Kami ingin menemukan kenapa eksodus ini terjadi. Sedikit sekali yang tahu kalau mayoritas Muslim justru tidak terlibat dalam eksodus itu," terangnya.
Pidato ini diyakini
sebagai pernyataan maaf dari ketidakhadirannya di pertemuan Majelis Umum PBB yang
akan diadakan pada Kamis, 21 September 2017 besok di New York yang berisi pembahasan
soal krisis yang terjadi di Myanmar. Tuduhan PBB yang mengatakan bahwa pemerintah
Myanmar seolah-olah menjalankan operasi penghanguskan etnis beberapa waktu lalu tampaknya telah mengusik hati Suun Kyi.
Dengan pidato
pernyataan ini, Suun Kyi dengan jelas membantah tuduhan itu. Dia berharap hal
ini membuat komunitas global memahami betul duduk persoalan isu Rohingnya dan tindakan
sedang diusahakan pemerintah Myanmar untuk memulihkan kondisi negaranya.