Selama sekitar
50 tahun, Gereja Pentakosta Bukit Zaitun dan Masjid Dakwah Wanita Kendari,
Sulawesi Tenggara (Sultra) ini telah berdiri di atas satu tembok yang sama. Hanya
terpisah oleh sekat dinding, dua rumah ibadah ini jadi bukti nyata masih terjaganya keharmonisan dan toleransi antarumat beragama di provinsi ini.
Dari segi pembangunan,
gereja ini dibangun pada tahun 1960, lalu tiga tahun kemudian masjid pun dibangun.
Bukti kehamornisan
yang tampak di sana adalah bahwa saat menjalankan ibadah dan merayakan hari
besar keagamaan, setiap agama saling menghargai dan menghormati. Misalnya, saat
jemaat Gereja Pentakosta mengadakan kegiatan maka pihak masjid akan bernisiatif
untuk mengecilkan pengeras suara masjid saat kegiatan keagamaan itu berlangsung.
Begitu sebaliknya, saat umat Muslim merayakan idul fitri dan bertepatan dengan jadwal ibadah maka gereja setempat akan mengganti jadwal ibadahnya.
Berdirinya dua
rumah ibadah yang saling berdampingan ini jadi bukti kalau masyarakat kota Kendari
masih menjunjung nilai-nilai toleransi, terutama saat masing-masing agama menjalankan ibadahnya.
Nggak hanya
itu, keharmonisan beragama juga terbentuk dalam hal gotong royong. Misalnya, saat
gereja menggelar kerja bakti maka halaman masjid pun ikut dibersihkan, demikian sebaliknya.
Kedua agama
ini tampaknya nggak mempersoalkan tentang perbedaan keyakinan yang mereka anut.
Tapi keduanya sadar betul bahwa perbedaan itu memang harus diterima dan disyukuri.
Apalagi kalau mengingat bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung ideologi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, biar berbeda tapi tetap satu juga.
Rumah ibadah yang berdiri dengan satu tembok ini menjadi bukti bahwa perbedaan bukanlah alasan timbulnya perpecahan dan kebencian yang mengatasnamakan agama.
Sumber : Berbagai Sumber/Jawaban.com