Beberapa hari
yang lalu, pengamat politik Boni Hargens meminta pemerintah untuk membubarkan sekte
Saksi Yehowa. Dia menilai kalau radikalisme nggak cuma terjadi karena organisasi
radikal yang meresahkan banyak orang, tapi Saksi Yehowa dinilai sudah meresahkan
banyak orang karena melakukan evangelisasi di tempat umum dan berusaha merekrut pemeluk agama lain untuk bergabung dengan keyakinan mereka.
Terkait permintaan
itu, Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar
Gultom mengungkapkan kalau warga gereja nggak punya hak untuk meminta negara membubarkan
sekte tersebut. Meskipun dia menyadari bahwa ajaran Saksi Yehowa berbeda jauh dengan pengajaran Kristen.
“Tapi tidak
ada alasan warga gereja untuk meminta negara membubarkan ataupun melarang
keberadaan Saksi Yahowa. Bisa saja gereja menganggap bahwa ajaran Saksi Yahowa
sesat atau tak sesuai dengan ajaran gereja, tapi itu tidak bisa menjadi alasan
bagi gereja meminjam tangan negara untuk memberangus keberadaan Saksi Yahowa,” ucap
Gomar seperti disampaikan kepada Satuharapan.com, Jumat (21/07).
Dirinya menegaskan
bahwa yang perlu dilakukan oleh gereja adalah memperlengkapi umatnya dengan pengajaran
yang membantu mereka kuat dalam menghadapi berbagai pengajaran yang menyesatkan dari kebenaran firman Tuhan.
Karena itulah
PGI sebagai lembaga gereja, meminta keseriusan negara untuk menjamin hak setiap
warga negara, termasuk pengikut Saksi Yahowa, untuk memeluk agama dan keyakinannya serta memberi mereka kebebasan untuk melaksanakan ibadahnya.
“MPH-PGI
juga mendorong gereja-gereja untuk ikut peduli pada mereka yang hak-haknya
dicabik-cabik, termasuk kebebasan beragama dan berkeyakinan, baik oleh negara
maupun oleh masyarakat,” terangnya.
Namun
apabila pengajaran Saksi Yahowa memang bertentangan dengan ideologi negara Pancasila
dan Undang-Undang 1945, maka persoalan itu akan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah
sesuai dengan hukum yang berlaku.