Kasus penodaan agama terus bermunculan sejak kasus mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) bergulir dan menyebabkannya harus mendekap selama dua tahun di penjara. Kali ini kasus yang dinilai berbau sentimen agama itu kembali dituduhkan kepada putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep karena video vlog Youtubenya yang berjudul ‘#BapakMintaProyek’.
Dalam pemberitaannya,
seorang warga Tapanuli bernama Muhammad Hidayat telah melaporkan Kaesang Pangarep
ke Polres Bekasi Kota. Hidayat menilai, video vlog ini memuat ujaran kebencian.
Sementara Kapolda
Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan membenarkan adanya laporan terhadap
Kaesang. Dalam laporan polisi bernomor LP/1049/K/VII/SPKT/Restro Bekasi Kota, tertanggal 2 Juli 2017 itu, pelapor menuliskan beberapa ujaran kebencian yang diucapkan Kaesang.
Salah satu ujaran
Kaesang yang dinilai menistakan agama disebutkan dalam kalimat. “Enggak mau mensalatkan padahal sesama muslim
karena perbedaan dalam memilih pemimpin, apaan coba, dasar ndeso.” Sementara
isi lainnya berupa sindiran-sindiran Kaesang terkait beberapa praktik nepotisme
dan intoleransi yang terjadi di tanah air. Sebagaimana sindiran soal pejabat yang
meminta proyek kepada ayahnya di pemerintahan, generasi muda yang memprihatinkan
sampai sindiran bapak minta pulsa. Video vlog itu juga menayangkan potonagn
video lain dimana segerombol anak-anak pawai obor dan menyerukan ujaran kebencian kepada Ahok (lihat videonya di sini).
Pemberitaan
soal kasus Kaesang ini pun mulai menyeruak sejak Rabu, 5 Juli 2017 kemarin. Namun
pihak kepolisian menegaskan masih menyelidiki laporan tersebut, apakah mengandung unsur pidana atau tidak sama sekali.
“Laporan yang
diterima itu kemudian dipelajari dalam bahasa kepolisian dilakukan penyelidikan,
apakah suatu pidana atau tidak. Kalau bukan pidana, ya tidak dilanjutkan,” ucap Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Martinus Sitompul, pada Rabu (5/7).
Pendapat pengamat dan UU ITE soal kasus Kaesang
Dalam berbagai
pembahasan soal laporan terhadap Kaesang, sejumlah pakar turut menyampaikan pendapatnya
soal video tersebut. Pengamat media sosial, Nukman Luthfie bahkan menyampaikan bahwa
video tersebut sama sekali tidak berisi ujaran kebencian dan penodaan agama. Dia
bahkan menilai kalau pasal ujaran kebencian yang tertuang dalam UU Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) adalah pasal karet. “Bisa ditafsirkan ‘semau gue’.
Mengingat kasus ini sudah dilaporkan ke polisi, kita tunggu saja sikap polisi,” ucapnya.
Sementara pasal
karet yang dimaksudkan Nukman mengacu pada Pasal 28 ayat 2 UU ITE yang berbunyi:
‘Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Pada
dasarnya, pasal ini harusnya digunakan sesuai dengan tujuannya yaitu untuk
mencegah terjadinya permusuhan, kerusuhan, atau bahkan perpecahan yang
didasarkan pada SARA akibat informasi negatif yang bersifat provokatif. Bukan
sebaliknya untuk memperkarakan sesuatu yang bukan seharusnya dipersoalkan.
Apalagi jika informasi yang disampaikan itu hanya merupakan bentuk sindiran
atau kritik kepada pemerintah atau orang-orang yang melakukan tindakan semena-mena
di sebuah negara yang menjunjung tinggi hukum.