Presiden
Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengecam rezim brutal Korea Utara setelah menerima
kabar kematian seorang mahasiswa AS bernama Otto Warmbier (22), yang ditahan selama satu tahun di sana dan dikembalikan ke AS dalam kondisi koma pada Selasa, 13 Juni 2017 lalu.
Trump menyampaikan
kecamannya dalam sebuah pernyataan yang menyampaikan bahwa, ‘Amerika Serikat mengutuk
kebrutalan rezim Korea Utara sebagaimana kita berduka atas jatuhnya korban terbaru’.
“Nasib Otto
memperkuat keputusan administrasi saya untuk mencegah tragedi serupa menimpa orang-orang
yang tidak bersalah di tangan rezim yang tidak menghormati aturan hukum atau hak asasi manusia,” ucap Trump dalam pernyataannya.
Menteri Luar
Negeri AS Rex Tillerson mengatakan bahwa penahanan Otto Warmbier sangat tidak adil.
Karena itu dia mengatakan bahwa AS saat sedang menuntut pembebasan tiga warga negaranya
yang ditahan karena tuduhan tindakan kejahatan. Dia menilai bahwa Korea Utara memang sengaja menggunakan cara ini sebagai pion politik.
Sementara lewat
sebuah pernyataan, pemerintah Korea Utara justru berdalih atas kondisi yang dialami
Warmbier. Mereka menilai kalau pemuda itu keracunan makanan karena itu mereka mengembalikannya ke Amerika karena alasan ‘kemanusiaan’.
Pernyataan itu pun ditampik oleh keluarga dan dokter yang menangani Warmbier selama sepekan lalu di rumah sakit kampus Cincinnati, Ohio. Mereka meyakini bahwa putra mereka telah ‘mendapatkan penyiksaan mengerikan oleh pemerintah Korea Utara’. Itu sebabkan mereka menyesalkan tindakan kekerasan yang dia terima telah merenggut nyawanya.
Sebagaimana diketahui, Otto Warmbier adalah seorang mahasiswa AS yang ditahan oleh pemerintah Korea Utara setelah kedapatan mencopot poster propaganda di sebuah hotel tempatnya menginap bersama rombongan mahasiswa dari Universitas Virginia dalam perjalanan wisata pada tahun 2016 lalu. Dia ditangkap pada 2 Januari 2016 silam saat hendak perjalanan kembali ke Amerika Serikat dan dijatuhi hukuman 15 tahun hukuman kerja paksa.
Sebagaimana
disampaikan orangtua Warmbier, Fred dan Cindy Warmbier, setelah tiba di AS,
terungkap bahwa mahasiswa Universitas Virginia ini menderita kerusakan otak yang
kronis dan sama sekali tidak dapat berkomunikasi. Sebelum kematiannya, Warmbier
memang sudah dalam kondisi koma selama satu tahun.
Meskipun telah
kehilangan putranya dan menyadari bahwa kejadian yang menimpanya begitu
menyedihkan, pihak keluarga tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
orang di seluruh dunia yang sudah berdoa selama ini untuk mereka.