Lima puluh
tahun yang lalu lima orang misionaris yang melayani suku India Waodani di pedalaman
hutan Ekuator dibantai dengan tombak hingga mati. Kelima misonaris itu adalah Nate
Saint, Jim Elliot, Pete Fleming, Ed McCully dan Roger Youderian. Saat itu para misionaris ini masih berusia di bawah 35 tahun.
Beberapa
tahun berikutnya peristiwa pembantaian itu pun menimbulkan efek yang sangat
dramatis. Foto-foto yang penuh sensasi tentang pembantaian itu menghiasi
majalah Life dan Time. Dan lima puluh tahun berlalu. Siapa sangka ternyata pengorbanan kelima misionaris itu membuahkan sesuatu.
Steven Saint,
putra dari salah satu korban Nate Saint menulis dalam bukunya ‘End of Spear’
tentang riwayat hidup sang ayah dan dampak dari pelayanan yang dia dan rekan-rekannya lakukan di hutan Ekuator itu. Saat ayahnya dibunuh Steve baru berusia 5 tahun.
Tahukah kamu
bahwa dimasa dewasanya, Steve malah kembali layani suku Waodani, yang jelas-jelas
sudah membunuh ayahnya. Dia menuturkan bagaimana pengampunan dan perdamaian sudah
menang atas kebencian yang memenuhi hatinya. Kematian sang ayah mungkin bukan sesuatu
yang mudah diterima, terutama bagi ibunya. Tapi Steve bercerita bagaimana sang ibu
justru terus berdoa bagi orang-orang yang sudah membunuh suaminya dan keempat
misionaris lainnya. Tak lama setelah pembantaian kejam itu, tante Steve, Rachel
Saint, bersama dengan salah satu janda korban Elisabeth Elliot menghabiskan
banyak tahun tinggal bersama suku Waodani untuk menyelesaikan pekerjaan yang telah dimulai oleh kelima misionaris itu.
Saat
diwawancara baru-baru ini Steve berkata, “Saya memiliki warisan pengampunan
dari orang tua saya, dari keempat janda yang lain dan juga dari suku Waodani
itu sendiri. Ia melanjutkan, “Itu tidak berarti saya tidak merasa kehilangan –
rasa sakit akibat kehilangan ayah sangatlah pedih. Tetapi karena ibu saya terus
mendoakan mereka, di saat saya menemui mereka, saya tidak memikirkan mereka
sebagai orang yang telah membunuh ayah saya, tetapi sebagai orang yang paling spesial di dunia ini.”
Pelayanan yang
dimulai sang tantelah yang membawa Steve terlibat melayani melayani suku
Waodani. Dan setelah tantenya meninggal pada tahun 1994, Steve bersama
keluarganya pindah dan tinggal di antara suku Waodani selama satu setengah
tahun. Mungkin hal yang paling ajaib adalah salah satu orang yang bertanggung jawab
atas kematian ayahnya, Mincaye, sekarang merupakan kawan akrabnya dan anak-anaknya menganggap Mincaye seperti kakek mereka sendiri.
Seperti diketahui
kelima misionaris yang dibantai itu terdiri dari 6 orang. Tiga diantaranya masih
hidup sebagai penatua gereja. Salah satu diantaranya yang bertanggung jawab
atas kematian sang ayah bernama Mincaye malah menjadi teman akrabnya. Anak-anaknya bahkan menganggap Mincaye seperti kakek mereka sendiri.
Pada tahun
2001, mungkin ada yang masih ingat tentang sepasang suami istri, Gracia dan
Martin Burnham yang disandera oleh kelompok militan di Selatan Filipina. Mereka
adalah misionaris dari Amerika yang diutus oleh New Tribes Mission. Dalam
operasi militer yang dilakukan oleh pemerintah Filipina untuk menyelamatkan
mereka, Martin terbunuh dan Gracia berhasil diselamatkan. Beberapa tahun
setelah itu Steve sempat bertemu dengan Gracia dan anak-anaknya yang sekarang
harus dengan tabah melanjutkan hidup tanpa sosok ayah. Gracia meminta Steve
untuk berbicara kepada anak-anaknya. Steve yang pernah mengalami hal yang sama
memberitahu mereka, “Hidup kita akan mempunyai bab-bab yang susah, tetapi
biarlah Tuhan yang menulis ceritanya, dan janganlah menghakimi sebelum kita membaca bab yang terakhir.”
Kisah kehilangan
yang dialami Steve mengajarkan dia banyak hal. Alih-alih membenci pelaku, malah
berkat doa sang ibu para pelaku pembunuhan akhirnya bertobat dan melayani Tuhan.
Hal ini juga
mengingatkan kita bahwa kita tidak tahu apa yang akan Tuhan lakukan atau apa
yang telah Tuhan rencanakan bagi kita. Lewat kematian kelima misionaris itu
Tuhan dapat bekerja secara luar biasa entah di dalam hidup keluarga korban
maupun di suku Waodani itu sendiri. Namun hal ini tidak akan terjadi jika
keluarga korban tidak mengikuti jejak Yesus dengan mengampuni dan mengalahkan
kejahatan dengan kebaikan..Tidak ada perdamaian tanpa pengampunan, dan
pengampunanlah yang justru telah menyelamatkan mereka dari kepahitan.
Di sisi
lain, mungkin akan ada orang yang berpendapat, tidakkah harga yang harus
dibayar oleh kelima misionaris itu terlalu tinggi? Menurut pemikiran Steve,
kelima misionaris itu tidaklah merasakan bahwa harga yang mereka bayar itu
terlalu tinggi. Bagi mereka, menjangkau suku terpencil yang belum pernah
mendengar Injil adalah tugas yang sangat penting, dan resikonya memang layak
ditanggung, sekalipun mereka harus kehilangan nyawa.