Panasnya situasi
akibat menjelang Pilkada putaran kedua 15 Februari 2017 terus berlanjut. Isu
SARA menjadi bahasan yang paling mudah dijadikan sebagai api yang semakin
menyulut dukungan pemilih terhadap salah satu pasangan calon (paslon).
Perselisihan antar pendukung paslon terus terjadi, bahkan sampai menyerang
paslon dengan makian soal SARA.
Tiga tokoh besar seperti
Ketua PDIP Megawati Soekarno Putri, Wakil Ketua Gerindra Edy Prabowo dan Calon
Wakil Gubernur DKI Jakarta nomer urut dua Djarot Saiful Hidayat menyikapi
situasi ini dengan tegas. Mereka menyampaikan supaya Pilkada jangan
dikait-kaitkan dengan SARA. Megawati,
misalnya, menyampaikan kalau pilkada bukanlah memilih pemimpin agama, melainkan memilih pemimpin pemerintahan.
"Kenapa toh saya
pilih Pak Ahok dan Pak Djarot? Sangat gampang, saya tidak pikirkan masalah
agama, suku, ras," kata Megawati saat menyambangi markas pemenanganpaslon nomor urut 2 Ahok-Djarot, Rabu (15/3/2017).
Dia menegaskan jika
ingin memilih pemimpin agama pilihlah seperti kyai, dan sesepuh, yang
diperlukan hari ini adalah pemimpin pemerintahan. Dia juga sedih karena banyak
pemilih yang takut memilih lantaran berbeda agama dan menyebut orang lain kafir.
"Saya sedih. Ada
ibu-ibu yang bilang kenapa milih kafir? Menurut saya, itu merendahkan agamanya
sendiri apapun agamanya. Aneh saya, padahal saya bukan ahli Alquran loh, kalau
saya ngomong ayat-ayat nanti kena lagi penistaan agama seperti Pak Ahok. Jadi
sudah itu urusan kiai, saya urusan politik dan pemerintahan saja," katanya.
Senada dengan
Megawati, wakil ketua umum Partai Gerindra Edy Prabowo juga menegaskan bahwa
Pilkada DKI bukan sebagai ajang peperangan dengan mengangkat isu-isu SARA
sebagai senjata untuk melawan paslon tertentu. "Yang harus kita ingat
Pilkada DKI bukan perang antar suku, etnis dan agama," ujar Edy di komplek parlemen RI, Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Dia menegaskan bahwa
yang dicari dari Pilkada adalah pemimpin yang lebih baik untuk DKI Jakarta. Karena itu ihwal memilih tidak berkaitan dengan agama paslon.
Sementara itu, kasus
nenek Hindun yang ditelantarkan masyarakat sekitar karena memilih calon
pemimpin yang tidak seiman menjadi topik yang dibahasa oleh calon wakil
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat. Perihal isu penelantaran ini, katanya, jangan dijadikan sebagai komoditi untuk memenangkan pasangan tertentu.
“Makanya berkali-kali
bilang, tolonglah jangan campur adukkan persoalan pilkada dengan agama,” kata Djarot.
Isu SARA memang gencar dipakai oleh para pendukung paslon tertentu untu tujuan meraup suara yang lebih banyak. Tapi perlu kita tahu kalau isu sensitif ini justru bisa menyebabkan maslaah besar bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Seperti ditekankan oleh ketiga tokoh di atas, bahwa Pilkada seharusnya adalah sebuah ajang untuk memilih pemimpin pemerintahan yang lebih baik. Jadi mari menjadi pemilih yang bijak!
Sumber : Berbagai Sumber