3 Ketakutan ini Membuatku Ragu Mencari Pasangan Hidup
Sumber: linkedin.com

Single / 2 February 2017

Kalangan Sendiri

3 Ketakutan ini Membuatku Ragu Mencari Pasangan Hidup

Budhi Marpaung Official Writer
4444

Melihat orang-orang yang sudah menikah dan memiliki anak serta mendengarkan cerita mereka di dalam keluarga yang mereka bangun membuat hati ini senang. Tertawa ketika mereka mengungkapkan kembali pengalaman-pengalaman mereka keluar dari persoalan. Namun bagi saya, itu hanya berakhir sampai senang mendengarkan saja. Tidak kurang tidak lebih.

Ketika ada teman yang bercerita bagaimana senang dan deg-degan mereka melanjutkan ke pernikahan, saya antusias memperhatikan, tetapi itu hanya sampai di situ saja. Waktu itu, saya justru memilih untuk tetap dengan kesendirian karena bagi saya itu yang terbaik. Terbaik karena sebenarnya saya tidak harus mengalami ketakutan-ketakutan saya terhadap pernikahan.

Aneh rasanya memang, belum masuk ke dalam rumah tangga, tetapi saya sudah memikirkan hal-hal yang belum terjadi di masa depan. Saya bertindak sebagai Tuhan atas hidup saya sendiri. Menurut saya ketika itu, hal tersebut tidak masalah karena Tuhan tahu bahwa keputusan saya tersebut tepat.

Inilah tiga ketakutan yang bertahun-tahun saya percaya meski saya rajin beribadah dan berada di dalam komunitas rohani:

1. Saya akan melukai istri dan anak saya

Saya menganggap diri saya adalah pria yang kurang tepat untuk hidup berpasangan atau berumahtangga. Dari semua bacaan, apa yang disaksikan dari orang-orang yang telah berkeluarga, rumah tangga itu berat. Banyak ujian yang harus dilewati, ada banyak perselisihan. Saya menganggap diri saya kurang bagus untuk mengatasinya.

Apalagi secara pribadi, saya sebenarnya tidak ingin menyakiti hati seorang perempuan. Akan tetapi jika melihat kepada masalah, saya sadar hal itu tidak mungkin bisa dielakkan. Sulit rasanya keadaan tersebut tidak membuat pasangan saya tidak mengeluarkan air matanya. Oleh karena itu, keadaan menikah saya begitu hindari karena itu aman. Aman dari membuat perempuan yang saya kasihi atau cintai menangis. Aman dari membuat anak yang kami kasihi atau cintai menangis.

2. Tidak bisa menafkahi

Ketakutan kedua adalah saya ragu bisa menghidupi istri dan anak. Ketika kebutuhan satu orang ditambah keluarga sendiri berubah menjadi kebutuhan dua orang lebih ditambah keluarga sendiri, uang yang harus dipersiapkan pasti harus lebih banyak.

Untuk satu sampai lima tahun pertama mungkin tidak masalah, tetapi bagaimana setelah enam tahun atau sepuluh tahun? Bisakah saya mencukupi semua itu? Saya tidak tega jika harus melihat istri, anak, dan bahkan keluarga besar kami lapar atau tinggal di dalam kekurangan. Sungguh, saya tidak sanggup jika diperhadapkan dengan keadaan itu.

3. Membuat pelayanan saya terganggu

Sejak remaja, saya sudah aktif dan senang melayani Tuhan. Dalam bentuk apapun, saya suka jika itu berkaitan bekerja untuk Tuhan. Bagi saya, urusan Tuhan nomor satu, yang lain belakangan.

Dalam satu momen, saya pernah berpikir jika nanti saya menikah, saya akan kesulitan untuk melayani Tuhan karena saya harus memikirkan istri dan anak. Belum lagi, jika istri saya tersebut tidak sejalan akhirnya dengan saya. Ia justru melarang saya untuk terlibat aktif di dalam pelayanan dan lain sebagainya. Saya tahu kami akan terus berkonflik di situ.

Rumah tangga yang saya idamkan justru akan menjadi “neraka” karena setiap hari ribut. Saya pun akhirnya menjadi orang munafik karena di luar rumah begitu semangat di dalam Tuhan, tetapi ketika sampai di dalam rumah, saya justru menjadi orang yang tidak mengenal Tuhan. Kerjaannya ribut sama istri dan memarahi anak. Saya sungguh tidak menginginkan itu.

Walau pun sebenarnya ada hal-hal lain, tetapi tiga hal di atas adalah yang membuat saya begitu takut menjalin relasi dengan perempuan. Dalam perjalanan, Tuhan menegur dan mengajar saya. Ia bahkan mempertemukan saya dengan seorang gadis yang seperti saya impikan. Ketika menjalani hubungan dengan dia, saya disadarkan bahwa di atas segala ketakutan, ada Tuhan yang menyertai. Ada Tuhan yang memberikan jalan keluar dan meyakinkan bahwa rencana Tuhan untuk kehidupan saya adalah saya hidup berdua membuat keluarga dan bukanlah seorang diri untuk menyelesaikan visi   yang Ia berikan bagi kehidupan saya.

Sumber : Jawaban.Com
Halaman :
1

Ikuti Kami