Sakit Kanker Suami Ubahkanku Jadi Istri dan Ibu Sesungguhnya
Sumber: Dailymail.co.uk

Marriage / 16 January 2017

Kalangan Sendiri

Sakit Kanker Suami Ubahkanku Jadi Istri dan Ibu Sesungguhnya

Lori Official Writer
6130

Orang-orang bilang kalau punya anak hanya akan membuatku hidupku jauh lebih repot. Kenyataannya justru sebaliknya. Setelah aku melahirkan, aku mulai berpikir untuk kembali mengejar karir. Aku sangat percaya diri tetap bisa mengerjar impianku meski sudah jadi seorang ibu.

Aku mulai membangun startup  dari nol dan awalnya hal it penuh dengan tekanan. Aku memutuskan untuk memulai perusahaanku sendiri yang aku beri nama ‘Winnie’, yang merupakan perusahaan jasa yang membantu para orang tua bisa membangun hubungan baik mereka dengan anak-anaknya dan melakukan banyak hal bersama dengan anak-anak mereka.

Aku mulai sibuk bekerja dan hampir tak ada waktu yang tersisa untuk keluargaku sendiri. Bahkan saat aku mengajak putriku jalan-jalan, aku hanya akan terus disibukkan dengan kebiasaan membalas email atau mencoba untuk multitasking. Aku selalu memaksimalkan waktu yang aku punya untuk pekerjaan yang aku kerjakan

Aku menjadi penggila kerja. Sampai akibatnya aku melewatkan pertumbuhan putriku yang sudah berusia enam bulan serta kondisi kesehatan suamiku yang semakin menurun. Tak ada waktu sama sekali untuk mendampingi suamiku dan merawatnya.

Kesibukanku dalam pekerjaan akhirnya berakibat fatal. Aku sudah mengabaikan keluhan sakit amandel suamiku yang sudah bengkak. Dia bahkan hampir nggak bisa menelan apa-apa. Lalu, aku segera membawanya ske dokter untuk periksa dan mengatakan bahwa dari hasil pemeriksaan diketahui ada infeksi atau virus yang menyebabkan gejala sakit di bagian amandelnya. Dokter lalu memberinya resep antibiotik dan aku kira hal itu sudah cukup.

Selang beberapa bulan berlalu, kondisi amandel suamiku justru makin memburuk. Kelenjar getah bening di lehernya mulai bengkak. Aku kembali membawanya ke dokter. Dari hasil pemeriksaan, amandel suamiku harus diangkat supaya kondisinya lebih baik.

Suamiku dijadwalkan akan menjalani proses tonsilektomi. Tapi waktunya benar-benar tidak sesuai dengan jadwalku, karena di hari itu aku sudah ada janji makan malam dengan investor. Jadi aku meminta dokter mengganti waktu operasinya minggu berikutnya saja, menunggu sampai ibuku datang dan membantu kami.

Akhirnya suamiku berhasil melewati operasinya. Setelah dokter mengangkat amandelnya, mereka lalu memeriksa sel-sel tubuhnya dan menemukan bahwa alasan dari rasa sakit ini adalah karena amandel tersebut sudah dipenuhi dengan kanker yang disebut dengan Diffuse Large Limfoma B, kanker agresif yang sangat mematikan. Sel kanker itu ditemukan sudah menyebar sampai ke kelenjar getah bening di bagian lehernya. Dan aku menyesali semua itu karena aku tak segera membawanya ke dokter.

Suamiku harus melewati proses kemoterapi selama empat putaran. Dan selama perjuangan melawan kanker itu, dia tidak bisa melakukan banyak hal selain beristirahat di tempat tidur. Selama aku merawat dia dan putriku, aku merindukan hari-hari ketika kami bertiga pergi jalan ke taman. Sudah lama aku mengabaikan keluargaku hanya karena pekerjaan yang aku jalani.

Bahkan ulang tahun pertama putriku aku lewati ketika aku disibukkan dengan perawatan intens suamiku. Aku sudah banyak menyia-nyiakan hal berarti tentang keluargaku selama itu dan aku bersumpah nggak lagi membiarkan hal itu terulang.

Syukurnya, perawatan intens suamiku sudah berakhir. Kami pun sudah lebih banyak menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga. Aku tak lagi mau menyibukkan diri dengan pekerjaanku. Sering kali kami akan mengambil waktu untuk makan malam bersama dan di akhir pekan kami luangkan untuk melakukan petualangan. Kami juga ikut terlibat jadi anggota di museum anak lokal, kami pergi ke perpustakaan dan sering kali menjelajah taman bermain baru.

Kebersamaan keluarga ini sangat berdampak positif bagi putri kami. Dia belajar kosakata dan kemampuan bahasa karena aku membiasakan berkomunikasi dengan kontak mata secara langsung . Bukan seperti ketika aku masih sibuk dengan urusan email di ponselku. Dia mulai banyak bicara dan mengeksplorasi dunia dengan percaya diri. Dia tahu kalau kami akan selalu bersama dengan dia dan memperhatikan apa yang dia lakukan.

Titik dimana suamiku didiagnosa kanker adalah titik balik dari siapa diriku saat ini. Aku bersyukur aku sudah dibangunkan dari ketidaksadaranku selama itu, lebih awal dari yang aku pikirkan. Inilah yang aku inginkan, menjadi istri dan ibu yang nyata untuk suami dan anakku.

Sekarang, aku sudah lebih banyak terlibat dalam urusan anakku. Sekarang suamiku juga sudah sehat kembali dan dia bisa mengandalkan aku kapanpun karena dia punya istri yang bertekad untuk selalu ada bagi dia.

Sebagai seorang ibu, aku sudah janji nggak akan lagi mengulangi kesalahanku yang sebelumnya. Aku nggak mau pekerjaanku merampas semua hal paling penting dalam diriku, khususnya keluargaku.

Bagi kalian yang juga pernah mengalami hal serupa, atau sedang merasa seperti itu sekarang ini. Percayalah kalau keluarga adalah harta terpenting yang harus kalian prioritaskan terlebih dahulu di atas dari pekerjaan kalian. Bayangkan saja gimana kalau Tuhan juga ngelakuin hal yang sama ke kita? Untungnya, Tuhan kita adalah Tuhan yang setia, yang selalu menomorsatukan keperluan kita dibandingkan dirinya sendiri.  Itu juga yang Dia mau kita lakukan bagi keluarga kita. Intinya, jangan egois!

Sumber : Sara Mauskopf in Yourtango.com
Halaman :
1

Ikuti Kami