Orang-orang
bilang kalau punya anak hanya akan membuatku hidupku jauh lebih repot. Kenyataannya
justru sebaliknya. Setelah aku melahirkan, aku mulai berpikir untuk kembali mengejar
karir. Aku sangat percaya diri tetap bisa mengerjar impianku meski sudah jadi seorang ibu.
Aku mulai membangun
startup dari nol dan awalnya hal it penuh dengan tekanan.
Aku memutuskan untuk memulai perusahaanku sendiri yang aku beri nama ‘Winnie’,
yang merupakan perusahaan jasa yang membantu para orang tua bisa membangun hubungan
baik mereka dengan anak-anaknya dan melakukan banyak hal bersama dengan anak-anak mereka.
Aku mulai sibuk
bekerja dan hampir tak ada waktu yang tersisa untuk keluargaku sendiri. Bahkan saat
aku mengajak putriku jalan-jalan, aku hanya akan terus disibukkan dengan kebiasaan
membalas email atau mencoba untuk multitasking. Aku selalu memaksimalkan waktu yang aku punya untuk pekerjaan yang aku kerjakan
Aku menjadi
penggila kerja. Sampai akibatnya aku melewatkan pertumbuhan putriku yang sudah berusia
enam bulan serta kondisi kesehatan suamiku yang semakin menurun. Tak ada waktu sama sekali untuk mendampingi suamiku dan merawatnya.
Kesibukanku
dalam pekerjaan akhirnya berakibat fatal. Aku sudah mengabaikan keluhan sakit
amandel suamiku yang sudah bengkak. Dia bahkan hampir nggak bisa menelan
apa-apa. Lalu, aku segera membawanya ske dokter untuk periksa dan mengatakan bahwa
dari hasil pemeriksaan diketahui ada infeksi atau virus yang menyebabkan gejala
sakit di bagian amandelnya. Dokter lalu memberinya resep antibiotik dan aku kira hal itu sudah cukup.
Selang
beberapa bulan berlalu, kondisi amandel suamiku justru makin memburuk. Kelenjar
getah bening di lehernya mulai bengkak. Aku kembali membawanya ke dokter. Dari
hasil pemeriksaan, amandel suamiku harus diangkat supaya kondisinya lebih baik.
Suamiku dijadwalkan
akan menjalani proses tonsilektomi. Tapi waktunya benar-benar tidak sesuai dengan
jadwalku, karena di hari itu aku sudah ada janji makan malam dengan investor. Jadi
aku meminta dokter mengganti waktu operasinya minggu berikutnya saja, menunggu sampai ibuku datang dan membantu kami.
Akhirnya
suamiku berhasil melewati operasinya. Setelah dokter mengangkat amandelnya, mereka
lalu memeriksa sel-sel tubuhnya dan menemukan bahwa alasan dari rasa sakit ini adalah
karena amandel tersebut sudah dipenuhi dengan kanker yang disebut dengan Diffuse Large Limfoma B, kanker agresif yang
sangat mematikan. Sel kanker itu ditemukan sudah menyebar sampai ke kelenjar getah
bening di bagian lehernya. Dan aku menyesali semua itu karena aku tak segera membawanya ke dokter.
Suamiku harus
melewati proses kemoterapi selama empat putaran. Dan selama perjuangan melawan kanker
itu, dia tidak bisa melakukan banyak hal selain beristirahat di tempat tidur. Selama
aku merawat dia dan putriku, aku merindukan hari-hari ketika kami bertiga pergi
jalan ke taman. Sudah lama aku mengabaikan keluargaku hanya karena pekerjaan yang aku jalani.
Bahkan ulang
tahun pertama putriku aku lewati ketika aku disibukkan dengan perawatan intens suamiku.
Aku sudah banyak menyia-nyiakan hal berarti tentang keluargaku selama itu dan aku bersumpah nggak lagi membiarkan hal itu terulang.
Syukurnya, perawatan
intens suamiku sudah berakhir. Kami pun sudah lebih banyak menghabiskan waktu bersama
sebagai keluarga. Aku tak lagi mau menyibukkan diri dengan pekerjaanku. Sering
kali kami akan mengambil waktu untuk makan malam bersama dan di akhir pekan kami
luangkan untuk melakukan petualangan. Kami juga ikut terlibat jadi anggota di
museum anak lokal, kami pergi ke perpustakaan dan sering kali menjelajah taman bermain baru.
Kebersamaan
keluarga ini sangat berdampak positif bagi putri kami. Dia belajar kosakata dan
kemampuan bahasa karena aku membiasakan berkomunikasi dengan kontak mata secara
langsung . Bukan seperti ketika aku masih sibuk dengan urusan email di ponselku.
Dia mulai banyak bicara dan mengeksplorasi dunia dengan percaya diri. Dia tahu
kalau kami akan selalu bersama dengan dia dan memperhatikan apa yang dia lakukan.
Titik dimana
suamiku didiagnosa kanker adalah titik balik dari siapa diriku saat ini. Aku
bersyukur aku sudah dibangunkan dari ketidaksadaranku selama itu, lebih awal
dari yang aku pikirkan. Inilah yang aku inginkan, menjadi istri dan ibu yang nyata untuk suami dan anakku.
Sekarang, aku
sudah lebih banyak terlibat dalam urusan anakku. Sekarang suamiku juga sudah sehat
kembali dan dia bisa mengandalkan aku kapanpun karena dia punya istri yang bertekad untuk selalu ada bagi dia.
Sebagai seorang
ibu, aku sudah janji nggak akan lagi mengulangi kesalahanku yang sebelumnya. Aku
nggak mau pekerjaanku merampas semua hal paling penting dalam diriku, khususnya
keluargaku.
Bagi kalian
yang juga pernah mengalami hal serupa, atau sedang merasa seperti itu sekarang
ini. Percayalah kalau keluarga adalah harta terpenting yang harus kalian prioritaskan
terlebih dahulu di atas dari pekerjaan kalian. Bayangkan saja gimana kalau Tuhan
juga ngelakuin hal yang sama ke kita? Untungnya, Tuhan kita adalah Tuhan yang
setia, yang selalu menomorsatukan keperluan kita dibandingkan dirinya sendiri. Itu juga yang Dia mau kita lakukan bagi
keluarga kita. Intinya, jangan egois!