Mei Kristiana: Hidup Bersama dengan Pria Tanpa Ikatan Nikah
Sumber: Jawaban.Com

Family / 16 January 2017

Kalangan Sendiri

Mei Kristiana: Hidup Bersama dengan Pria Tanpa Ikatan Nikah

Budhi Marpaung Official Writer
42092

Nama saya Mei Kristiana. Apa yang saya bagikan ini adalah pengalaman hidup saya yang pernah hidup bersama dengan seorang pria tanpa ikatan nikah.

Awal pertemuan saya dengan pria yang usianya terpaut jauh dari saya tersebut adalah pada saat kami sama-sama  mengikuti drama. Saya jadi orang Belanda, sementara pria tersebut menjadi orang Jawa.

Kehidupan keluarga saya adalah keluarga broken home. Papa-mama cerai dan saya ikut dengan mama setelah perpisahan mereka.

Diawali karena rindu figur ayah

Suatu waktu, saya diminta diminta oleh mama untuk ke rumah sakit ambil nomor antrian. Ketika sedang menunggu angkutan umum, saya bertemu dengan pria tersebut. Dia menawarkan untuk mengantar saya ke rumah sakit dengan kendaraan pribadinya.  

Di mobil, dia mulai lihat-lihat saya. Tanya-tanya saya. Tidak ada yang macam-macam, tapi saya ada rasa sepertinya dia itu suka dengan saya.

Namanya anak remaja, diperhatikan seperti itu ya senang. Setelah pertemuan itu, kami suka jalan, hanya berdua. Saya merindukan sosok/figur seorang ayah dan saat saya bertemu dengan dia, saya mendapatkan hal ini. Kami terbawa suasana, kami saling mencintai.

Aku hamil dan lakukan aborsi

Karena saya cinta, saya tidak memperdulikan kondisi dia yang sudah mempunyai istri, punya keluarga. Akhirnya saya berhubungan badan dengan pria tersebut. Sampai pada akhirnya saya hamil.

Tentang kehamilan itu, saya memberitahukan kepada pria tersebut. Dia kaget dan menyarankan agar janin tersebut harus digugurkan. Oleh karena cinta dan kondisi saya yang ketika itu masih bersekolah, saya pun menyetujui permintaan pria tersebut.

Namun, untuk kali kedua akhirnya saya hamil lagi. Kali ini, saya tidak menggugurkan kandungan saya.

Jadi omongan tetangga

Saya dan pria tersebut akhirnya memilih untuk tinggal bersama, tanpa ikatan pernikahan. Masa itu bisa dikatakan sangatlah menyakitkan di hati saya karena setiap hari para tetangga membicarakan hal buruk tentang saya.

Walau hati ini pedih,tetapi saya tetap kukuh untuk bersama-sama dengan pria tersebut. Semua ucapan para tetangga itu kuanggap lalu saja.

Waktu berjalan, masa kehamilan saya menuju ujungnya. Saya bersalin tanpa ditemani oleh ayah dari sang jabang bayi. Hati saya pun kembali bersedih karena sebagai perempuan, saya tidak mendapatkan apa yang dibutuhkan: rumah tangga yang dibangun di dalam pernikahan, sebuah pengakuan akan status hubungan diantara kami berdua.

Waktu berlalu, situasi yang saya alami ternyata tidak membuat mama saya bersedih. Mama justru menyudutkan saya dengan kata-katanya yang kasar. Jujur, hancur hati saya mendengarnya.

Aku tak sanggup lagi bersamanya

Suatu hari, pria yang hidup bersama dengan saya tanpa pernikahan tersebut jatuh sakit dan dirawat dirumah sakit. Saya pun mengunjungi rumah sakit tersebut. Sesampainya di ruangan, saya bertemu dengan istrinya dan sanak familinya. Dengan muka yang jutek, istri dari pria tersebut meninggalkan saya dengan pria itu.

Melihat keadaan dia, air mata saya kembali turun untuk kesekian kalinya. Saya pun meninggalkan kamar rawat dengan hancur hati. Saya memikirkan bagaimana masa depan saya dan anak saya.

Peristiwa itu membawa saya datang untuk mengadu kepada Tuhan. Saya tidak sanggup lagi menghadapi keadaan ini. Ketika saya sedang mencurahkan perasaan saya kepada Tuhan, ada seorang hamba Tuhan yang masuk. Dia menguatkan saya untuk melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan.  

Puji Tuhan, Tuhan menunggu kesiapan saya untuk mengakhiri hubungan saya dengan pria tersebut. Saya pun mengambil puasa sebelum melakukannya.

Pada waktu yang tepat, saya membicarakan kelanjutan hubungan saya dengan pria tersebut. Dengan hati yang lapang, saya mengatakan kepada pria tersebut bahwa hubungan diantara kami sudah waktunya diakhiri. Mengenai pengasuhan anak, ia berkata kepada pria tersebut bahwa ia akan bertanggungjawab sepenuhnya.  

Aku berpisah dengannya

Pria tersebut tidak menerima pada awalnya, tetapi dengan keteguhan hati saya, ia pun menerima keputusan saya. Setelah pertemuan itu, ditemani oleh hamba Tuhan, saya menjumpai istri dari pria tersebut dan menyampaikan permintaan maaf serta memberitahukan bahwa hubungan saya dengan suaminya tersebut telah berakhir.

Sejak pertobatan yang saya lakukan, saya terlibat dalam pelayanan anak muda khususnya yang memiliki latar belakang kehidupan seperti saya. Saya menjadi mentor untuk membawa mereka mengenal Tuhan dan kuat melewati semua hal menyakitkan di dalam kehidupan mereka tersebut. Saya pun menyadari kemenangan yang saya peroleh di dalam Tuhan ini membawa saya bisa memenangkan orang lain bagi Tuhan. Haleluya!

Sumber : Mei Kristiana
Halaman :
1

Ikuti Kami