Pola
didikan yang keras dari sang papa membuat Fina Maryana hidup dalam tekanan
sejak masa kecilnya. Bisa dibilang sang papa memperlakukan anak-anaknya dengan begitu
overprotektif, mulai dari melarang Fina bergaul dengan anak-anak lain sampai tidak diijinkan untuk ikut kegiatan sekolah.
Namun kebebasan yang didambakan Fina akhirnya tiba juga. Dia berusaha lepas dari cengkraman didikan sang papa yang begitu menyiksanya setelah sang papa jatuh sakit dan hanya bisa berbaring lemah di tempat tidur.
Mengabaikan Keluarga dan Memilih Pesta Narkoba
Sayangnya, kebebasan
yang didambakan Fina adalah kebebasan yang salah. Dia memilih kerap
menghabiskan waktu pesta narkoba bersama teman-temannya. Bahkan ketika keluarga membutuhkannya, Fina bahkan tak lagi peduli.
“Saya
pemakai narkoba itu ya. Saya happy
saya bisa lupakan (masalah) itu semua. Saya senang, nge-fly, bisa menghayal yang indah-indah. Walaupun (keluarga) terus
telpon, kasih tahu (saya nggak
peduli). Terserah papa mau mati, mati di situ biarin aja. Jadi saya nggak bisa ngelepas masa bahagia saya
bersama temmen-temmen hanya untuk masalah seperti itu,” ungkap Fina.
Bagi Fina, keluarga
bukanlah prioritas dalam hidupnya, sekalipun kondisi papanya saat itu tengah kritis.
Dia beranggapan bahwa kebebasan, narkoba dan pergaulannya adalah hal yang lebih
penting dari orang-orang terdekatnya. “Keluarga saya itu, saya nomor empatkan. Yang pertama kebebasan, kedua narkoba, ketiga teman-teman,” terangnya.
Penyesalan yang Selalu Datang Terlambat
Harapan keluarga
agar sang papa sembuh kandas sudah. Masa kritis yang begitu berat membuat nyawa
sang papa tak tertolong. Kesedihan terlihat jelas di wajah sang mama, bukan
hanya kehilangan suaminya tetapi dia juga merasa kehilangan putri yang dia kasihi.
Kematian sang
papa bahkan terjadi tepat saat Fina dan teman-temannya tengah menikmati pesta narkoba.
Inilah yang membuatnya semakin terpukul. Saat kepulangannya, Fina hanya mendapati sang papa sudah terbaring kaku tak bernyawa.
“Di situlah
saya benar-benar terpukul. Jadi penyesalan buat saya itu luar biasa banget.
Komitmen saya waktu ditinggal sama papa, saya mau berubah. Saya pengen hidup saya lebih baik,” ungkapnya.
Terjebak Narkoba dan Dipenjara
Di suatu kali,
Fina menerima ajakan ngumpul bareng dari mantan pacarnya yang juga pecandu
narkoba. Sayangnya, bukannya bertemu dengan teman-temannya Fina malah ditangkap
polisi karena kedapatan membawa narkoba, yang sebenarnya sengaja ditaruh oleh sang mantan.
“Saya nggak tau kalau di dalam rokok yang dia
suruh pegang itu adalah narkoba. Dan saat itu saya dibawa. Mantan pacar saya
itu dendam sama saya karena dia nggak
terima saya putusin,” jelasnya.
Saat
dipenjara, Fina merasa begitu frustrasi. Dia marah atas ketidakadilan yang dialaminya. Dia marah besar kepada Tuhan dan bahkan begitu dendamnya dengan hidupnya yang menyedihkan.
Di dalam
penjara pula, Fina merasa begitu kesepian dan ditinggalkan oleh keluarganya. Sementara
tahanan lainnya justru mendapat perhatian dari keluarga mereka masing-masing. “Di
dalam penjara itu saya menyaksikan banyak tahanan yang dibesuk, yang dijenguk
sama ibu dan anaknya atau keluarganya. Sedangkan saya hanya menanti, menunggu, tanpa ada kabar apapun dari keluarga saya.”
Di tengah
kesepian dan kesengsaraan yang dialami Fina, saat itu pula dia justru mengalami
lawatan Tuhan. Lewat seorangw anita sesama tahanan, Fina diingatkan bahwa Tuhan
justru begitu mengasihi dia. Sebab dia masih diberikan kesempatan untuk bisa
membahagiakan keluarganya. Nggak seharusnya
dia berpikir bahwa Tuhan benar-benar jahat. “Tuhan itu baik. Tuhan itu nggak seperti
yang kamu bayangkan jahat. Mungkin bisa aja Tuhan pecut kamu atau Tuhan tegur
kamu dengan cara kamu over dosis atau meninggal, kamu belum sempat bertobat
sama Tuhan, belum sempat melakukan yang terbaik buat keluarga. Saya berpikir, ‘iya ya’. Mungkin ini satu jalan untuk Tuhan tuh bentuk saya,” kenang Fina.
Tak lama
setelah itu, kerinduannya bertemu dengan keluarganya terjadi juga. Sang mama datang
menjenguk ke penjara. Di sanalah dia tahu bahwa mereka bukan tidak mempedulikan
dirinya dipenjara, tetapi justru setelah kepergian sang papa kondisi ekonomi
keluarga tak lagi menentu. Adik-adiknya bahkan harus kerja ngamen demi mengumpulkan rupiah untuk kebutuhan sehari-hari.
“Dengan apa
yang sudah saya lakukan kepada mereka. Kepahitan-kepahitan yang saya lakukan
kepada mereka, saya ninggalin mereka, saya bersenang-senang. Tapi tetap ketika
saya susah mereka justru tetap fight
buat saya.”
Setelah dua tahun mendekap di sel penjara, Fina akhirnya menghirup udara kebebasan. Dari sanalah dia berjuang untuk menata hidupnya dan keluarga. Diamenggunakan kesempatan yang sudah diberikan Tuhan untuk melakukan yang terbaik bagi keluarganya. Dia menebus segala kesalahannya di masa lalu dan tak ingin mengulangi penyesalan seperti yang dialaminya saat ditinggalkan sang papa.
Sumber : Fina Maryana