Ini Aku, Utuslah Dia! Sebuah Pesan di Peringatan Hari Sumpah Pemuda
Sumber: Viaberita.com

Kata Alkitab / 28 October 2016

Kalangan Sendiri

Ini Aku, Utuslah Dia! Sebuah Pesan di Peringatan Hari Sumpah Pemuda

Pdt. Yohannes Nahuway, M.Th., Contributor
14402

Yesaya 6:8 mencatat perkataan nabi Yesaya sebagai jawaban atas panggilan Tuhan bagi dirinya. Yesaya 6:8 berkata, “Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!”” Jawaban Nabi Yesaya ini menjadi kalimat yang cukup sering dipergunakan oleh hamba-hamba Tuhan ketika mereka pada mulanya mendapat panggilan dari Tuhan untuk menjadi hamba Tuhan.

Judul artikel “Ini aku, utuslah dia!” adalah sebuah parodi dari perkataan Yesaya kepada Tuhan Allah yang tercatat di Yesaya 6:8 karena pada prakteknya kalimat “Ini aku, utuslah dia!” sering dipraktekkan dalam kehidupan bergereja, antara lain kita sering menolak ajakan untuk membantu pelayanan di gereja, atau sering enggan untuk memberitakan Injil kepada orang lain, dan sebagainya.

Perilaku orang Kristen seperti ini bukanlah hal yang baru, karena di zaman Alkitab, mulai dari Perjanjian Lama hingga ke Perjanjian Baru juga tercatat orang-orang yang mempraktekkan hal ini, di mana mereka tidak mau berbuat apa-apa untuk Tuhan, bahkan banyak dikisahkan bahwa malahan mereka justru melawan Tuhan.

Matius dan Lukas menyinggung ironi ini dengan mencatat perkataan Yesus Kristus yang berkata, “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit.” (Mat. 9:37; Luk. 10:2). Inilah permasalahan utama di dalam ladang pelayanan Tuhan, di mana orang-orang tidak mau terlibat membantu pelayanan.

Sejarah Singkat Sumpah Pemuda

Yang dimaksud dengan "Sumpah Pemuda" adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, yakni pada tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia, sebutan kota Jakarta pada saat itu. Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa Indonesia".

Keputusan kongres ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap perkumpulan atau kelompok-kelompok kebangsaan Indonesia, dan agar disiarkan dalam segala surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan. Istilah "Sumpah Pemuda" sendiri tidak muncul dalam putusan kongres tersebut, melainkan diberikan setelahnya.

Berikut ini adalah bunyi tiga keputusan kongres tersebut sebagaimana tercantum pada prasasti di dinding Museum Sumpah Pemuda, yang berlokasi di Jalan Kramat Raya No. 106, Jakarta Pusat:

Pertama:

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kedua:

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga:

Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Hubungan Sumpah Pemuda dengan Gereja

Sumpah Pemuda dengan gereja memiliki kesamaan yakni adanya semangat untuk melakukan perubahan. Sejak tahun 1925, anak-anak muda berkumpul di gedung Kramat 106 dan kemudian pada tahun 1927 gedung ini dinamakan Indonesische Clubhuis, yang berarti gedung pertemuan pemuda nasional.

Gereja juga merupakan tempat perkumpulan pemuda-pemuda dengan latar belakang yang berbeda, bahkan banyak gereja yang telah meresmikan dirinya sebagai tempat pertemuan pemuda dengan mengadakan Ibadah Pemuda (termasuk juga Ibadah Remaja dan Ibadah Dewasa Muda).

Apabila pada tahun 1928, pemuda-pemuda Indonesia sepakat ingin bersatu melakukan perubahan demi negara, semangat yang sama juga harus dimiliki oleh pemuda-pemuda gereja. Pemuda-pemuda gereja harus sepakat untuk melakukan perubahan demi gereja.

Perubahan Yang Perlu Dilakukan Pemuda Gereja

Ada istilah parodi dari organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara yang disebut di dalam bahasa Inggris sebagai NATO (North Atlantic Treaty Organization), yaitu No Action Talk Only.

Istilah NATO merupakan parodi yang muncul dari adanya sebuah ironi di dalam kehidupan pemuda Gereja. Sering kali pemuda Gereja itu hebat dalam berkomentar atas ketidaksuksesan suatu program atau ketidakpuasan dalam suatu pelayanan, tetapi langsung menyampaikan penolakan ketika diminta untuk terlibat di dalamnya.

Inilah permasalahan utama yang ada di dalam gereja, di mana bukan hanya pemuda-pemuda saja tetapi juga semua orang di dalamnya, tidak mau berpartisipasi untuk melakukan suatu perubahan di dalam Gereja. Gereja merupakan kumpulan orang-orang yang ingin belajar firman Tuhan agar bisa menjadi orang yang lebih baik. Dengan kata lain, Gereja merupakan tempat perubahan bagi manusia.

Oleh sebab itu, baik para pemuda dan juga semua orang yang ada di Gereja harus memiliki perubahan paradigma dan perubahan cara pandang akan pelayanan di Gereja. Sebagaimana saya khotbahkan akhir-akhir ini bahwa kita semua harus terlibat di dalam pelayanan di Gereja agar Gereja kita bisa berkembang, maka dari itu kita harus memahami bahwa dimensi pelayanan di Gereja bukan hanya terfokus kepada pelayanan di mimbar saja, tetapi juga pelayanan non-mimbar.

Yang dimaksud dengan pelayanan non-mimbar adalah semua jenis pelayanan yang mendukung Gereja selain dari pelayanan mimbar, antara lain seperti pelayanan menjadi Kolektan (Pemungut Kantong Persembahan), Pelayanan Perjamuan Kudus, Pelayanan Media, Pelayan Tata Suara (Sound System), bahkan pelayanan pelayanan perparkiran dan pelayanan kebersihan.

Jika paradigma dan cara pandang kita akan pelayanan telah berubah, maka kita pasti dengan sukarela akan mau terlibat membantu pelayanan di Gereja, karena Gereja bisa maju bukan karena pelayanan mimbar saja, tetapi juga pelayanan non-mimbar juga.

Kesimpulan

Di momen perayaan Hari Sumpah Pemuda ini, marilah kita merefleksikan diri kita dan mengaitkannya dengan pelayanan Gereja. Adakah semangat untuk melakukan perubahan bagi Gereja kita sebagaimana dilakukan oleh pemuda-pemuda melakukan perubahan bagi bangsa Indonesia.

Kini sudah tiba saatnya kita melakukan sesuatu bagi Gereja kita, agar Gereja kita bisa bertumbuh dan terus melakukan perubah ke tingkat yang lebih baik lagi. Mari kita semua terlibat membantu pelayanan di Gereja, karena kemakmuran Gereja adalah kemakmuran kita juga. Ketika Gereja kita maju, maka kitapun akan menjadi Jemaat-jemaat yang maju.

Biarlah semangat Sumpah Pemuda membuat kita bergelora untuk bersatu membangun Gereja, sebagai mana 88 tahun yang lalu pemuda-pemuda bergelora untuk bersatu membangun negara Indonesia. Salam Sumpah Pemuda!

Halaman :
1

Ikuti Kami