Garam dan Telaga
Sumber: rinduku.wordpress.com

Kata Alkitab / 3 March 2016

Kalangan Sendiri

Garam dan Telaga

Mega Permata Official Writer
16998

Pada suatu hari di desa terpencil, hiduplah seorang bapak tua yang bijak. Suatu pagi, datanglah seorang anak muda bertamu yang sedang dirudung masalah. Langkahnya terhuyung-huyung dengan raut muka yang resah. Tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tak menunggu lama ia menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak itu hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta pemuda ini mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?” tanya Pak Tua itu.

“Pahit. Pahit sekali” jawab pemuda itu sambil meludah kesamping.

Pak Tua pun sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak pemuda ini untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.

Selanjutnya Pak Tua kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu dibuatnya gelombang, mengaduk-aduk dan tercipta riak air yang mengusik ketenangan telaga itu. “Coba ambil air dari telaga ini, dan minumlah.” Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”

“Segar pak.” sahutnya. 

“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?,” tanya Pak Tua.

“Tidak,” jawab anak muda ini.

Pak Tua menepuk-nepuk punggung anak muda ini. Ia lalu mengajaknya duduk bersimpuh di samping telaga ini. “Dengarlah anak muda. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu didasari dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan hidup. Hanya ada satu hal yang bisa kita lakukan. Yaitu, lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak Tua itu kembali menasehati, “Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan dapat merubahnya menjadi kesegaraan dan kebahagiaan.”

Mereka berdua lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Pak Tua si orang bijak, kembali menyimpan segenggam garam untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa. 

Dari cerita diatas mengajarkan untuk kita hidup dengan hati yang lapang, mempunyai kerendahan hati, dan hati yang bijak dapat melihat sisi kebaikan dalam keburukkan. Dalam persoalan apapun yang kita hadapi percayakan bahwa Tuhan juga akan memberikan kelegaan. 

Sumber : Lifeblog.id/Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami