Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Kalamullah Ramli, mengatakan, registrasi ini diharapkan bisa mengurangi angka penyalahgunaan dalam mengirim pesan singkat (SMS) yang tidak diharapkan alias pesan spam. Kalamullah membenarkan selama ini banyak pelaku penyalahgunaan SMS lantaran kemudahan membeli kartu perdana. "Kita bisa mengetahui sampai ujung kalau ada suatu tindak pidana dan bisa diketahui siap pemilik kartunya. Sekaligus memudahkan aparat penegak hukum menegakkan peraturan." Ujarnys di Jakarta, Selasa (15/12).
Dalam penertiban registrasi kartu SIM ini, pembeli tidak
bisa lagi melakukan pendaftaran secara mandiri dengan mengirim pesan ke 4444.
Sebagai gantinya, pemerintah mewajibkan agar registrasi dilakukan oleh pihak
penjual yang telah menjadi mitra perusahaan telekomunikasi seluler. Setiap
penjual yang telah terdaftar bakal mendapatkan identitas (ID) dari perusahaan
seluler sebagai penanda bahwa penjual tersebut yang melakukan registrasi. ID
ini bisa berupa nomor, huruf, atau kombinasi keduanya.
Dari sisi pelanggan, mereka wajib memberikan kartu identitas berupa KTP, SIM,
Paspor, atau kartu pelajar. Dari kartu ini penjual akan mendata nomor identitas, nama, alamat, tempat dan tanggal lahir. Dalam penertiban kartu SIM prabayar ini,
Kementerian Komunikasi dan Informatika serta BRTI sedang dalam proses menjalin
kemitraan dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen
Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri terkait penggunaan Nomor Induk Kependudukan
(NIK) dalam KTP untuk registrasi pelanggan kartu SIM prabayar.
BRTI sendiri mengimbau agar penjual melakukan registrasi memanfaatkan identitas
KTP pembeli untuk mendata Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga data calon
pelanggan dapat dipastikan kebenarannya. Sementara itu, secara bertahap
pemerintah juga akan menertibkan proses registrasi untuk pengguna kartu SIM
seluler yang telah lama digunakan. Kemkominfo dan BRTI akan membicarakannya
lebih lanjut kepada para pemangku kepentingan.