Merasa dapat perlakuan diskriminasi, kalangan Kristen Arab Palestina mengancam akan menutup gereja di Israel. Protes yang berlangsung sejak 1 September ini terjadi akibat pemberlakuan aturan oleh pemerintah Israel yang memotong anggaran untuk sekolah Kristen.
Sehingga banyak sekolah Kristen yang kewalahan dalam melanjutkan aktivitas sekolah. “Krisis ini telah berlangsung sebulan, yang mengakibatkan setidaknya ada penutupan 47 sekolah yang memiliki 33 ribu murid Palestina dari berbagai kota,” ungkap Wadie Abu Nassar selaku Penasihat Uskup Katolik di Holy Land.
Menurutnya, pemerintah Israel terlalu lama menunda masalah dan sekedar memberikan janji. Masalah ini sudah berlangsung sejak tahun lalu, dan Israel dianggap memicu masalah dengan ketidakpastian akan solusi.
Diketahui bahwa Kementerian Pendidikan Israel telah menetapkan potongan anggaran bagi sekolah swasta Kristen, dari yang awalnya 57% menjadi 27%. Sementara itu, anggaran untuk sekolah swasta Yahudi disinyalir lebih besar.
Selain itu, para pengurus sekolah Kristen yang menggelar aksi unjuk di depan kantor perdana menteri juga menentang penerapan batasan besar uang sekolah dari para orang tua. Menurut mereka, kebijakan ini tidak hanya berlaku di sekolah Kristen, namun tidak demikian dengan sekolah Yahudi. Kebijakan ini dianggap bersifat diskriminatif sehingga membuat umat Kristen merasa semakin terpinggirkan.
Menanggapi hal ini, Kementerian Pendidikan Israel diketahui telah sepakat untuk membatalkan kebijakan tersebut. Tidak hanya itu, dikabarkan bahwa pihaknya juga akan menyalurkan bantuan ke sekolah-sekolah Kristen sebesar USD 12 juta dan membentuk komite untuk mengatasi masalah-masalah lain yang belum terselesaikan.
Apakah artikel ini memberkati Anda? Jangan simpan untuk diri Anda sendiri. Ada banyak orang di luar sana yang belum mengenal Kasih yang Sejati. Mari berbagi dengan orang lain, agar lebih banyak orang yang akan diberkati oleh artikel-artikel di Jawaban.com seperti Anda. Caranya? Klik disini.