Marla Runyan, Atlit Buta Pertama Yang Bertanding di Olimpiade

Profile / 16 July 2015

Kalangan Sendiri

Marla Runyan, Atlit Buta Pertama Yang Bertanding di Olimpiade

Puji Astuti Official Writer
7776

Respon seseorang menghadapi kemalangan bisa bermacam-macam, dan respon orang tersebut akan mempengaruhi seluruh masa depannya. Seperti yang dialami oleh Marla Runyan, wanita berusia 46 tahun ini lahir dalam kondisi sempurna, namun saat ia duduk di kelas 4 sekolah dasar dokter memvonis bahwa ia menderita Stargardt’s Disease, degenerasi makula yang umumnya terjadi pada masa anak-anak dan mengarah pada kebutaan secara bertahap.

Bukan masalah besar

"Respon saya saat itu adalah, 'Oh, itu bukan masalah besar,'" demikian penuturan Runya yang dikutip oleh Runnersworld.com. "Saya katakan kepada orangtua saya, 'Saya bisa menjalaninya, Saya bisa!' Pada saat itu saya tidak memiliki konsep seperti apa kehilangan penglihatan itu. Hal itu terjadi pelan-pelan atau saya beradaptasi dan saya akan memikirkan jalan keluar untuk menjalaninya, jadi saya terus katakan, 'Ini bukan hal besar.'"

Bagi Runyan yang sudah melakukan berbagai olahrga sejak berusia 3 tahun, hal itu tidak bisa ia tinggalkan sekalipun mengalami masalah penglihatan. Dia tetap ikut senam gymnastik, berenang dan bermain bola. Saat ia mulai tidak bisa melihat bola saat bermain sepakbola, ia pun memulai karirnya di lapangan lari.

"Saya memiliki kepercayaan bahwa jika saya cukup bekerja keras, saya bisa mengatasi segala hal. Selalu ada konsep dalam pikiran saya bahwa jika saya memiliki alat yang tepat dan waktu, saya bisa menemukan jalan keluarnya dan saya bisa mengatasinya," jelasnya.

Membangun prestasi

Di SMA ia berprestasi dalam lari jarak pendek dan lompat tinggi. Dengan lompatan 5'7" membuatnya direkrut oleh San Diego State University. Di masa kuliahnya ia menjadi atlit heptathlon - sebuah perlombaan yang meliputi lari rintangan 100 meter, lompat tinggi, tolak peluru, lari 200 meter, lompat jauh, lempar lembing dan lari 800 meter. Hal itu membawanya bertanding dalam perlombaan Paralympic Games (Olimpiade orang dengan kebutuhan khusus) pada tahun 1992 dan 1996.

Dalam Ujian Olimpiade di Atlanta tahun 1996, dia hampir berpikir untuk berhenti, namun sebuah pertandingan mengubah jalur hidupnya, karena sekalipun ia berada di urutan 10 dalam heptathlon, namun ia memenangkan kompetisi lari 800 meter dan memecahkan rekor Amerika untuk lari 800 meter heptathlon dengan 2:04.70. Setelah pertandingan itu, pelatihnya mengatakan bahwa ia harus fokus lari 800 meter. Ia kemudian pindah dari San Diego ke Oregon dan mencari pelatih baru dan memulai karir lari jarak menengah.

Namun karirnya di lari jarak menengah juga tidak berjalan mulus, ia pun mengambil kesempatan saat ditawari lari jarak 1500 meter yang belum pernah ia coba sebelumnya dan berhasil menyelesaikannya dalam waktu 4 menit 11 detik. Ia pun menyadari bahwa ia memiliki potensi lebih besar di lari jarak jauh. Di akhir tahun 1999 ia berhasil memperbaiki pencapaian waktunya dan finish di posisi ke delapan dan perlombaan Olimpiade.

Di tahun 2001 ia pindah ke jarak 5000 meter karena merasa memiliki peluang menjuarai pertandingan nasional. Seperti yang ia targetkan, ia mendapatkan gelar itu bahkan mempertahankannya di tahun 2002 dan 2003. Namun di tahun 2002, Runyan yang pandangannya sudah sangat buruk membuat lompatan dengan mengikuti New York City Marathon, dan berhasil finish dengan catatan waktu 2:27:10 dan membuatnya orang kelima tercepat dalam sepanjang sejarah Amerika. Rekor itu berubah menjadi urutan ke empat setelah salah satu kompetitornya di diskualifikasi.

Di tahun 2004, Runyan mendapat kehormatan untuk mewakili Amerika dalam Olimpiade untuk bertanding di jarak 5000 meter dan berhasil mencatatkan waktu di bawah lima belas menit dalam pertandingan internasional tersebut.

Terpaksa pensiun

Namun di tahun 2005 ia cuti dari dunia olahraga karena kelahiran buah hatinya yang ia kandung saat berusia 36 tahun. Putrinya Anna Lee Runyan Lonergan lahir pada 1 September 2005 menjadi hadiah terindah baginya. Sebelum mengandung Runyan mengalami cedera punggung yang membuatnya mengalami rasa sakit pada pinggang dan kakinya. Ditambah dengan kandungannya, hal itu memperburuk kondisinya.

Ia mencoba kembali bertanding di tahun 2006 hingga 2008, tetapi tubuhnya sudah tidak mampu lagi. Ia menjalani operasi tulang belakang di tahun 2007 namun tidak membuatnya pulih sepenuhnya, ia akhirnya memutuskan untuk pensiun dari perlombaan lari. Walau demikian hal itu tidak menghentikannya untuk berkarya, ia fokuskan energinya untuk menjadi terapi bicara dan mengejar gelar master dalam bidang pendidikan.

Kini Marla Runyan bekerja sebagai guru dan duta di Perkins School for the Blind, sebuah sekolah untuk orang buta tertua di Amerika, sekolah ini dikenal karena melahirkan seorang Helen Keller. Kini Runyan mengajar tehnologi dan menjadi pelatih lari dan juga pembicara motivator. Ada muridnya yang tahu tentang kisahnya namun juga ada yang tidak, namun ia menegaskan, "Fokus pengajaran saya adalah tentang apa yang mereka harus capai, ini bukan tentang saya lagi."

Seorang Marla Runyan menjadi bukti bahwa keterbatan bukanlah alasan untuk mengasihani diri, sebaliknya ia membentuk dirinya untuk berprestasi dan menjadi inspirasi bagi orang lain untuk menggapai mimpi mereka. Bagaimana dengan Anda?

Sumber : Runnersworld.com | Jawaban.com | Puji Astuti
Halaman :
1

Ikuti Kami