Kisah Pembaca : Saya Anak Pendeta Yang Diberkati

Kata Alkitab / 23 April 2015

Kalangan Sendiri

Kisah Pembaca : Saya Anak Pendeta Yang Diberkati

Puji Astuti Official Writer
6291

Saya adalah seorang kristen dan bahkan saya adalah seorang anak pendeta. Gereja, alkitab, buku renungan, pujian rohani adalah hal-hal yang tak terpisahkan dari kehidupan saya sejak kecil. Tapi ternyata hal tersebut tidak membawa saya untuk mengasihiNya secara pribadi. Pelayanan ayah saya dimulai di pulau Sulawesi tepatnya di kota Manado, dan di saat usia saya 5 tahun, ayah saya dimutasikan untuk menggembalakan jemaat perintisan di sebuah kabupaten kecil di Jawa Timur, tepatnya di kota Nganjuk. Kekecewaan saya terlahir sebagai anak pendeta dimulai dari sini.

Pertama kali kami menginjakkan kaki di kota ini, tepat tengah malam dan sedang turun hujan deras. Saat itu kami diperhadapkan dengan akses jalan yang masih rusak atau seringkali dikenal makadam, dan suatu bangunan yang katanya adalah gereja sekaligus pastori yang akan menjadi tempat tinggal kami. Kami masuk ke gedung tersebut dengan tidak ada listrik, tidak ada isi, bahkan untuk kami tidur, kami menunggu karpet dan di beri bantal oleh jemaat gereja kami. Lampu uplik yang menemani malam pertama yang begitu mengesankan bagi kami. Dalam keadaan yang seperti itu saya tahu bahwa mama saya menangis, dan sejak malam itu sampai saya SMA saya tak henti-hentinya berdoa dan memohon ke Ayah saya untuk minta kembali dimutasikan di Manado.

Tahun berganti tahun, saya tetap menjadi anak yang paling sering mengusulkan untuk mutasi ke tempat lain, tapi apa daya,  Ayah saya tetap ingin melayani di kota kecil ini. Kehidupan masa kecil dan remaja saya seringkali dihiasi oleh perasaan malu. Saya malu, apabila ada teman yang main kerumah saya dan melihat kondisi kami yang berkekurangan secara materi, terlebih saat pastori kami masih terbuat dari gedek dan seringkali dinding gedek tersebut habis di makan rayap, malu dengan kondisi rumah yang serba kekurangan saat itu.Seiring berjalannya waktu kondisi rumah lebih membaik berkat tangan-tangan anak Tuhan yang membantu kami, tetapi tetap rasa syukur belum ada dalam diri saya, rasa malu tetap menyertai saya. Saya rasa kami sekeluarga belum berkecukupan.

Label sebagai seorang anak pendeta juga seringkali membuat saya risih, karena bagi sebagian orang anak pendeta dipandang sebagai seorang malaikat, yang pintar berdoa, rajin membaca alkitab dan bersaksi, tetapi saya jauh daripada itu. Saya berdoa jika disuruh, membaca alkitab jika disuruh, mau bersaksi kalau sudah dimarahi terlebih dahulu. Semasa remaja dalam proses belajar mengajar saat pelajaran Agama, saya selalu ditunjuk berdoa, dan itu hal yang sangat menjengkelkan bagi saya. Lomba Cerdas Cermat Alkitab di sepanjang tahun, merupakan moment yang memalukan bagi saya, karena begitu sering saya ditunjuk ikut karena embel-embel anak pendeta, tetapi sesering itu juga saya tidak menjadi pemenang. Cita-cita saya saat remaja, adalah segera meninggalkan kota kecil ini dan memiliki lingkungan baru yang mana orang tidak akan mengenal saya sebagai seorang anak pendeta lagi

Masa SMA adalah sejarah pengenalan saya akan Yesus sang Juruselamat. Berawal dari sebuah training penginjilan yang lagi-lagi saya ikuti karena sangat terpaksa dituntut oleh Ayah saya saat itu. Tapi dari situlah saya disadarkan bahwa Yesus itu ada dan Dia Juruselamat saya yang begitu luar biasa.

Keputusan saya untuk mengasihi Dia, ternyata tidak serta merubah kehidupan keluarga saya, saya masih tetap dalam kondisi yang sama seperti ketika saya belum menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi. Tetapi kekuatan, sukacita dan damai sejahtera yang berbeda saya rasakan ketika saya menjadi pengikutNya. Masalah, pencobaan dan rintangan ternyata membawa saya semakin mengerti akan karyaNya yang luar biasa.

Menjadi Sarjana Psikologi adalah cita-cita saya. Dan hal tersebut awalnya bagi saya adalah sebuah kemustahilan tetapi saya rasakan ketika berjalan bersamaNya, sungguh Dialah spesialis hal-hal yang mustahil. Bermodal uang 3 juta dengan anggaran digunakan untuk uang masuk dan uang kost bulan pertama membuat saya gentar saat itu. Karena memang hanya itu uang kami, dan didukung keputusan kampus yang memberikan keringanan kepada kami mahasiswa baru untuk membayar hanya 2 kali dalam 1 tahun dalam pelunasan uang masuk. Bahkan setengah dari uang masuk saja, tidak mampu kami bayar. Pada akhirnya saat itu saya putuskan untuk pulang dan mengatakan kepada orang tua saya untuk mundur dan mencari pekerjaan terlebih dahulu. Tetapi saat itu hanya satu kalimat yang keluar dari mulut ayah saya dan akan terus saya ingat sampai sekarang, beliau mengatakan saya seperti orang yang tidak punya iman. Saat itu akhirnya, saya dan mama saya memutuskan untuk besok kembali menghadap ke pihak Universitas. Mujizat dinyatakan saat itu, kami butuh mendapatkan tanda tangan sekretaris rektor untuk proses keringanan dan saat itu sekretaris rector melihat kami dari keluarga kristen dan beliaunya langgung mengajukan diri membantu kami sampai proses selesai. Beliau yang tidak mengenal kami sebelumnya,tetapi karena kami memiliki Tuhan yang sama yang sanggup memakai beliau untuk membantu kami, sehingga proses keringanan bisa diperpanjang menjadi 4 kali pembayaran dalam 2 tahun.

Awal menjadi seorang Mahasiswa semakin meneguhkan saya bahwa saya tidak pernah salah menjadikan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Keadaan yang berkekurangan menjadikan saya semakain mengenal Pribadinya yang sungguh Baik. Jika dulu saya tidak bersyukur terlahir sebagai seorang anak pendeta yang berkekurangan, tetapi sekarang saya bangga mengatakan saya anak pendeta yang diberkati. Proses kehidupan yang tidak mudah membuka mata saya akan ungkapan paulus dalam Filipi 3:7, “tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena kristus”. Boleh saya memiliki uang, tetapi jika tidak memiliki Yesus adalah sebuay kesia-siaan belaka.

Proses terus berlanjut semasa kuliah, kekurangan uang makan sampai tidak makan nasi selama 2 hari memperlihatkan kepada saya, bahwa walaupun Tuhan tidak memberi uang tetapi Tuhan membuat perut saya kuat menahan lapar, padahal saya sebenarnya punya sakit maaq. Salah naik bus, dengan membawa uang pas bahkan receh karena pecahkan celengan untuk modal naik bus ekonomi, dan ternyata salah naik bus eksekutif tengah malam tetapi karena pertolongan Tuhan, selama 1 jam perjalanan tidak ditagih oleh kernet dan sampai dirumah dengan tidak membayar ongkos bus yang seharusnya mahal.

Begitu banyak pengalaman berharga ketika saya memutuskan jatuh cinta kepadanya. Dan bagi saya sampai sekarang, saya ingin mengasihinya lebih dan lebih lagi, karena Pribadinya terlalu baik.

Oleh : Klaudia Ulaan

Tulisan ini adalah kontribusi dari visitor Jawaban.com, Anda juga dapat berbagi dan menjadi berkat dengan mengirimkan kisah inspiratif, kesaksian, renungan, pendapat Anda tentang isu sosial atau berita yang terjadi di lingkungan dan gereja Anda dengan mengirimkannya ke alamat email : [email protected].

Sumber : Klaudia Ulaan
Halaman :
1

Ikuti Kami