KAA Dibuka Dengan Isu Radikalisme dan Keamanan di Timur Tengah
daniel.tanamal Official Writer
<!--[if gte mso 9]><xml>
Normal
0
false
false
false
IN
X-NONE
X-NONE
MicrosoftInternetExplorer4
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
Konferensi Asia-Afrika (KAA) dan peringatan 60 tahun
KAA 1955 yang berlangsung pada 19-24 April 2015 di Jakarta dan Bandung dibuka oleh
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dengan pertemuan yang membahas mengenai isu radikalisme yang belakangan ini merebak dan pentingnya keamanan di Timur Tengah.
Pertemuan yang dilaksanakan pada Minggu 19 April 2015
tersebut sepakat melihat KAA sebagi momen yang tepat untuk mencari solusi atas
konflik kemanusiaan yang terjadi di Timur Tengah. “Kami semua berusaha
menciptakan kerja sama di bidang penanggulangan terorisme untuk menghadapi
tantangan besar ini,” kata Menteri Luar Negeri Irak Ibrahim Al-Jafaar, di Jakarta Convention Center, Jakarta, kemarin.
Deputi Direktur Jenderal Asia dan Timur Tengah
Departemen Hubungan Internasional dan Kerja Sama Afrika Selatan, Anil Sooklal menyatakan
isu radikalisme dan terorisme tak sebatas pada negara bersangkutan, tapi juga
telah mempengaruhi dunia. "Kita harus menjamin apa yang terjadi di Timur
Tengah tak terjadi pada kita,” kata mantan Duta Besar Afrika Selatan untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut.
Sementara itu Guru Besar Hukum Internasional
Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai KAA saat ini dapat membuat
geger Eropa jika tiga hal utama dapat disusun dengan baik oleh para pemimpin. "Jika
berhasil bisa membuat geger masyarakat Eropa dan global," ujar Hikmahanto, Minggu, 19 April 2015.
Menurutnya, hal pertama yang harus dilakukan, negara Asia-Afrika harus berembuk
bersama menyusun nilai-nilai universal yang sesuai dengan dinamika global saat
ini. Dahulu, KAA pertama di Bandung pada 1955 dianggap berhasil lantaran para
pemimpinnya sukses menelurkan gagasan yang diterima warga dunia, yaitu
menghentikan kolonialisasi. Sementara, saat ini sebagian besar nilai universal
yang diakui masyarakat dunia berasal dari Eropa. Padahal, menurut Hikmahanto,
nilai-nilai universal baru dibutuhkan oleh masyarakat global saat ini, karena dapat berfungsi sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan konflik antar negara.
Yang kedua, kata Hikmahanto, negara Asia-Afrika harus menyusun konsep
melepaskan ketergantungan ekonomi terhadap negara-negara Barat. Contohnya
adalah negara Eropa yang berhasil maju setelah mendapatkan bantuan finansial
dari Bank Dunia selepas Perang Dunia Kedua. Adapun saat ini, kata Hikmahanto,
sebagian besar negara Asia-Afrika masih tergantung pada bantuan Bank Dunia.
"Padahal sudah berpuluh-puluh tahun semenjak Bank Dunia mengucurkan bantuan finansial terhadap negara-negara ini," ujarnya.
Terakhir, negara Asia-Afrika harus berkomitmen menyelesaikan konflik di wilayah
mereka tanpa campur tangan negara Barat. Meski dirasa sulit, Hikmahanto menilai
upaya ini masih bisa ditempuh jika ketergantungan ekonomi negara Asia-Afrika terhadap barat tidak terlampau erat.
KAA akan diikuti 92 negara dengan membahas pelbagai isu solidaritas politik serta kerja sama ekonomi, sosial, dan budaya.
Sumber : Tempo
Halaman :
1