Pendidikan di Indonesia yang banyak mengharuskan anak murid untuk menghafal apa yang tidak ia sukai, dinilai CEO Smartpreneur-Pro Indonesia (Gerakan Kewirausahaan), Budi Satria Isman mematikan nilai-nilai yang harus dimiliki seorang enterpreneur, yaitu berani mengambil risiko.
Menurutnya Hapalan itu justru menutup kreativitas seorang anak, dan berlawanan dengan jiwa enterpreneur. “Pengusaha itu bukan orang yang penghafal tapi yang menyukai
kebebasan dan mau mengambil risiko. Dari kecil tidak sudah dilarang melakukan
ini-itu, bagimana mau berpikir bebas,” katanya, seperti dirilis Kompas.com, Senin (6/4/2015).
Budi sendiri ternyata pernah 4 kali drop out dari universitas karena faktor hanya ingin mendapatkan ijazah dan menyenangkan orang tua saja. Akhirnya setelah ia benar-benar menemukan apa yang ingin ia dalami, ia hanya membutuhkan waktu 2,5 tahun saja untuk mendapatkan gelar S1 dan S2 di George Washington University, Amerika Serikat.
“Jadi pola pikir apa yang
ingin kita dapatkan adalah sesuatu yang hasilnya akan berbeda. Saya sering DO
karena ingin dapat ijazah saja dan menyenangkan orang tua. Lagipula kegunaan
ilmu dalam pengalaman 35 tahun kerja profesional dan sebagai pengusaha, hanya 30 persen yang dipakai,” katanya.
Budi pun menyarankan agar sistem pendidikan di Indonesia diubah. “Di luar negeri belajar 4 mata kuliah saja sudah luar biasa beratnya, di sini 8 mata kuliah satu semester, gila ga itu. Kita hobinya tahu tapi tidak paham,” kata Budi.