Presiden Jokowi memiliki pertimbangan dalam mencabut Perpres tersebut, yakni kebijakan menyangkut penggunaan uang Negara berskala besar seharusnya dibahas dalam rapat terbatas kabinet. Selain itu, kondisi ekonomi global yang belum stabil seperti saat ini dinilai bukan waktu yang tepat menaikan fasilitas pembelian mobil pejabat. “Pertama, karena kondisi ekonomi. Kedua, sisi keadilan. Ketiga, sisi BBM (bahan bakar minyak),” terang Jokowi, seperti dilansir Cnnindonesia.com, Senin (6/4).
Seperti diketahui, Menteri Sekretaris Negara Patrikno mengatakan, Perpres itu memang sudah diusulkan sejak 5 Januari 2015 kepada Presiden dan dibahas di Kementerian Keuangan. Dana tersebut bahkan sudah dialokasikan dalam APBN Perubahan 2015. Namun presiden mendesak untuk kembali mengkaji ulang kebijakan tersebut karena sudah tidak relevan dengan kondisi ekonomi yang dihadapi belakangan ini.
“Teks Perpres yang dirumuskan sejak awal tidak sesuai dengan konteks dinamika sekarang yang sedang berjalan. Ini bukan kesalahan prosedur sama sekali tidak, tapi karena faktor ekonomi di masyarakat,” terang Patrikno.
Dalam Perpres itu disebutkan adanya penambahan fasilitas uang muka yang diberikan kepada pejabat di DPR, DPRD, Hakim Agung, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dan Anggota Komisi Yudisial, dari anggaran awal Rp116.65 juta menjadi Rp210.89 juta atau meningkatan sekitar Rp 94.24 juta.
Sumber : Tempo.co/jawaban.com/ls