“Kami mengikuti kalender Timur, itu sebabnya kami merayakan Natal sekitar 13 hari setelah Natal Katolik, tetapi semua sama (merayakan kelahiran Yesus) dan kami melakukannya di sini. Semua denominasi gereja di Betlehem tidak bisa melakukan Natal pada waktu yang sama, karena semua orang ingin menggunakan gereja kelahiran tersebut. Jadi kita berusaha terpisah supaya kita bisa merayakan Natal di tempat yang sama,” tutur Patriark Yerusalem Theophillus III, seperti dilansir Jpost com, Selasa (6/1).
Di Betlehem, perayaan Natal dilakukan di tengah badai salju yang langka, dimana Uskup Agung Ortodoks Suriah bergabung dengan rekan-rekan dari Yunani dan Koptik di Gereja Nativity, tempat kelahiran Yesus Kristus di Manger Square. Patriark Yerusalem Theophillus III juga turut mengundang Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas dan pejabat Yordania dalam misa malam Natal.
Lain lagi dengan suasana Natal di Moskow yang tengah diterjang suhu menusuk hingga -25 derajat celcius saat perayaan misa malam Natal di Katedral Kristus Juruselamat. Berbeda dengan perayaan malam Natal di Ukraina, Patriark Filaret memimpin perayaan misa malam Natal dengan memanjatkan doa bagi perdamaian di perbatasan Rusia. Misa yang digelar di Katedral St Volodymyr di pusat kota Kyev, bahkan dihadiri oleh Presiden Petro Poroshenko yang tampil berpidato dengan seruan agar Ukraina berdoa terkait konflik tersebut dan disiarkan secara nasional.
Sumber : Jpost.com/Voanews.com/ls