Di Balik Topeng Sang Bandar Narkoba
Sumber: jawaban.com

Family / 29 June 2014

Kalangan Sendiri

Di Balik Topeng Sang Bandar Narkoba

Lois Official Writer
9943

Novan adalah seorang anak yang terlahir di keluarga preman. Kehidupan yang liar bahkan ia jalani mulai dari kelas 6 bangku sekolah dasar. Singkat cerita, ia kemudian menjadi seorang gembong narkoba yang cukup ditakuti.

"Saya lahir dari keluarga preman. Saya tinggal dengan kakek saya sedangkan kakek saya ini penjual minuman keras.  Saya pun mulai terpengaruh dengan kehidupan yang seperti itu. Setiap hari saya melihat kehidupan berkelahi, mabuk-mabukan dan itu sangat mempengaruhi kehidupan saya," ujar Novan membuka kesaksiannya.

Kemudian Novan pindah ke daerah Cengkareng. Tapi hal ini pun tidak menjadi solusi bagi Novan karena kembali ia dipertemukan dengan orang-orang yang memiliki gaya hidup tidak jauh berbeda dengan di tempat kakeknya. Sejak kelas 6 SD, Novan sudah mulai aktif main ke diskotik Lipstik di daerah Blok M. Sejak kelas 6 SD pula Novan sudah mengenal dunia narkoba.

Latar belakang keluarga yang broken home dan juga pengaruh lingkungan yang kuat membawa Novan ke dalam kehidupan jalanan yang keras. Ditambah lagi Novan bersekolah di sekolah STM yang terkenal sebagai sekolah biang onar di Jakarta. Sering kali Novan terlibat tawuran antar pelajar di Jakarta. Dan ia selalu mengambil posisi paling depan. Setelah melukai beberapa orang, Novan pun langsung berlalu. Sehingga teman-temannya yang selalu berurusan dengan polisi, namun namanya cukup terkenal di antara pelajar tawuran tersebut.

Perbuatan kriminal yang dilakukan oleh Novan berlanjut hingga ia dewasa. Dimulai dengan menjadi bandar narkoba di sekolahnya sampai melakukan tindakan kriminal di bis-bis umum menuju bandara. Kehidupan kost yang terpisah dari pengawasan orang dewasa membuat Novan semakin bebas. Setiap hari yang dikerjakannya hanyalah mencari uang dengan membajak bis demi bis. Dengan lima orang komplotannya, mereka pun beraksi di jalan-jalan. Seorang temannya mengancam supir dengan senjata tajam, yang seorang mengancam kenek bis dan tiga lainnya beroperasi merampas harta milik para penumpang bis. Novan menjadi pemimpin dalam tindakan kriminal ini. Kalau ada yang melawan, tak segan-segan Novan dan teman-temannya mengancam korbannya dengan senjata tajam.

Novan selalu membawa senjata tajam kemana pun ia pergi. Novan terkenal di antara teman-temannya sangat pintar memainkan pisau lipat. Bahkan banyak temannya yang mendatangi Novan hanya untuk belajar bagaimana menusuk orang dengan baik, yang tidak akan mendatangkan kematian bagi korban mereka.

Hidup dalam dunia kriminal membawa Novan lebih jauh menjadi bandar besar narkoba. Setelah tamat dari sekolah STM-nya, Novan mulai menjadi bandar yang cukup besar di Jakarta. Daerah operasinya ada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Namun kemudian temannya menawarkan Novan untuk mengembangkan bisnis narkobanya ke Bandung karena konsumennya lebih menjanjikan. Akhirnya Novan membuka cabangnya di Bandung namun ia tetap mengkonsentrasikan dirinya di Jakarta. Novan menjadi bandar yang besar juga di Bandung. Karena semua pengedar mengatakan kalau barangnya sedang tidak ada, cukup datang ke teman-teman Novan di Bandung. Karena memang ayah Novan adalah bandar narkoba yang sangat besar, sehingga sangat mudah bagi Novan menyediakan narkoba berapapun jumlahnya. Bedanya Novan dengan bandar yang lain tentu saja Novan tidak akan pernah kehabisan stok narkoba, berbeda dengan bandar narkoba lainnya di Bandung.

Penghasilan yang didapatkan Novan saat itu cukup besar. Dalam sebulan Novan bisa mendapatkan minimal 10 juta rupiah, namun kalau sedang ramai bisa lebih dari 30 juta. Novan sendiri menggaji teman-temannya setiap minggunya minimal 300 ribu.

Di Bandung sendiri Novan mengontrak tiga tempat. Yang pertama khusus untuk tempat transaksi, yang kedua tempat khusus untuk teman-teman Novan bertemu dengan para pengedar di Bandung. Tempat terakhir adalah rumah khusus bagi Novan dan lima orang teman kepercayaan Novan. Tidak ada seorangpun yang mengetahui tempat ini selain mereka sendiri.

Setiap hari Novan harus kucing-kucingan dengan polisi. Kalau polisi sedang mencari di daerah B, Novan dan teman-temannya pasti sudah ada di daerah C. Novan sudah mempelajari gerak-gerik polisi dengan teliti sehingga Novan selalu berada selangkah di depan polisi, selalu berada di daerah yang belum dijangkau aparat negara tersebut.

Kehidupan sebagai bandar narkoba membuat Novan merasa hidupnya tidak tenang. Hingga suatu ketika, suatu peristiwa mengubah hidupnya. Di tahun 1999, Novan memutuskan untuk pulang ke rumahnya setiap hari Jumat hanya untuk ke gereja. Namun setelah pulang dari gereja, Novan kembali ke Bandung dan menjalani bisnis narkobanya. Meskipun khotbah-khotbah yang dibawakan pendeta tidak masuk ke hatinya, namun ada satu kata yang benar-benar menusuk hatinya. Pada dasarnya Novan senang berbuat baik, namun pendeta di gerejanya pada waktu itu mengatakan bahwa segala perbuatan baik yang manusia lakukan akan sia-sia kalau manusia itu masih tetap berada di dalam kejahatan.

Sepanjang jalan ke Bandung, Novan terus merenungkan kata-kata itu. Pergumulan di hatinya pun mulai terjadi, karena Novan menyadari bahwa perbuatan baiknya itu ternyata sia-sia. Novan mulai membaca Alkitab. Dan hari Selasa setelah mendengar khotbah itu, pada tanggal 6 April 1999, tepat jam 12 malam, Novan gelisah dan ia tidak mengerti sebabnya. Akhirnya Novan berdoa dan ia berkata, "Tuhan, saya kommit saya mau tinggalkan ini semua, tapi saya minta satu hal, tolong bantu saya Tuhan."

Akhirnya dengan komitmen yang baru, Novan meninggalkan semuanya dan mulai menikmati hidup. Hidup rasanya benar-benar plong. Hidup tanpa kejahatan sudah hilang, topeng itu terbuka semuanya dengan sendirinya.

"Kebaikan Tuhan tidak dapat diungkapkan satu persatu, karena memang kebaikan-Nya sungguh tidak ternilai. Saya merasakan kalau Tuhan sudah merapikan hidup saya yang sudah hancur, seperti gelas yang sudah pecah berantakan, namun Tuhan bisa merapikan seperti semula. Dulu saya ini sampah bagi orang-orang, semua orang menghina saya dan kemana pun saya pergi, banyak musuh yang ingin mencelakakan saya. Teman-teman saya pun banyak yang takut jalan sama saya karena banyaknya musuh saya. Tapi sekarang saya benar-benar menikmati hidup saya. Saya bebas pergi kemana pun. Kalau dulu saya memimpin di kejahatan, sekarang Tuhan ijinkan saya memimpin di kerohanian," ujar Novan menutup kesaksiannya.

Sumber Kesaksian :
Novan Tampubolon
Sumber : V140606171311
Halaman :
1

Ikuti Kami