Demi Sang Pacar, Putriku Membunuh Ibu Dan Kedua Adiknya

Family / 31 December 2013

Kalangan Sendiri

Demi Sang Pacar, Putriku Membunuh Ibu Dan Kedua Adiknya

Lestari99 Official Writer
15125

Tanggal 1 Maret 2008 akan selalu menjadi hari yang menancap dalam ingatan Terry Caffey untuk selama-lamanya.

“Pada pukul 3 dinihari, saya dan Penny (istri Terry, red) terbangun oleh suara gagang pintu yang menghantam alat pengering di ruang laundry yang berada di samping kamar kami. Dalam waktu sekejap, tembakan mulai meletus. Itu adalah suara terkeras yang pernah Anda bayangkan,” ungkap Terry saat memulai kesaksiannya.

Salah seorang tetangga Terry menghubungi layanan darurat 911. Tapi malam itu, Terry kehilangan semua yang ia mliki. Di pagi dini hari, saat Terry dan Penny beranjak tidur di rumah mereka di daerah pedesaan dekat Emory, Texas, dua orang pria memasuki rumah mereka dan mulai menembak.

“Saya mengalami beberapa rentetan peluru di atas lengan dan bahu saya. Dan peluru itu juga telah meledakkan telinga kiri saya. Tembakan itu akan selalu menjadi tembakan yang meledakkan saya di tempat tidur,” kisah Terry.

Para penyusup itu membunuh Penny dan kedua putra mereka, Matthew dan Tyler, dengan tembakan senjata mereka. Mereka menembak Terry sebanyak lima kali, lalu membakar rumah itu. Saat api mulai mengamuk di sekelilingnya, Terry mendapatkan kembali kesadarannya.

“Pertama kali ketika saya menyadari bahwa saya tidak dapat menyelamatkan Penny, saya merangkak menuju ke hutan di belakang rumah. Rumah yang terdekat berada sekitar 365 meter jauhnya. Itu adalah rumah keluarga Tommy dan Helen Gaston. Saya tahu jika saya mati saat itu, bisa jadi para pelaku akan melarikan diri. Seseorang harus memberitahu siapa yang telah melakukan semua ini,” ungkap Terry.

“Yang saya ingat hanyalah mendengar suara ketukan di pintu. Saya membuka pintu dan berkata, ‘Terry, apa yang terjadi?’ Dan pertanyaan saya yang pertama adalah bagaimana dengan Penny dan anak-anak? Dan Terry hanya mengatakan mereka semua telah mati,” kisah Tommy Gaston mengenang tragedi pada dinihari itu.

Pria muda yang menembaki Terry dan keluarganya malam itu adalah Charlie Wilkinson, mantan pacar dari putri Terry yang berusia 16 tahun, Erin. Setelah Terry dibawa ke rumah sakit setempat, Terry baru mengetahui bahwa Erin masih hidup.

“Saat saya mendengar bahwa Erin masih hidup, saya kembali mendapatkan sebuah pengharapan bahwa mungkin dia membutuhkan saya dan saya pun membutuhkannya. Mungkin bersama-sama kami dapat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, apa yang salah dan kenapa semua ini bisa terjadi,” ungkap Terry.

Namun harapan itu segera hancur. Tak lama berselang, kakak Terry mengatakan kepadanya bahwa Erin telah ditangkap atas keterlibatannya dalam pembunuhan itu.

“Ketika saya mendengar hal itu, hati saya langsung hancur berkeping-keping. Saya ingat bagaimana saya mengamuk di rumah sakit dan mencabut semua peralatan yang melekat di tubuh saya,” kisah Terry.

Berita penembakan dan pembunuhan keluarga Terry telah mengguncang lingkungan tempat tinggal mereka. Mereka yang mengenal Erin mengatakan bahwa Erin adalah seorang anak yang pendiam dan pemalu. Seorang siswi yang baik dan menjadi penyanyi pada paduan suara gereja Miracle Faith Baptist. Namun Erin mulai berubah sejak berpacaran dengan Charlie Wilkinson.

“Semenjak berpacaran dengan Charlie, kami mulai melihat keanehan pada diri Erin. Dia mulai berpakaian tidak sebagaimana biasanya, hal-hal yang dulu menjadi minatnya kini tidak lagi membuatnya tertarik, dia juga kehilangan senyum di wajahnya. Erin sepertinya mulai menjaga jarak dengan kelompok pemuda gerejanya dan juga tidak mau lagi bernyanyi di gereja,” ungkap Terry mengenai kejanggalan yang terlihat pada Erin putrinya setelah berhubungan dengan Charlie.

Suatu hari Erin meninggalkan komputer dalam keadaan menyala dan Penny melihat blog pribadi Charlie yang berisi sumpah serapah serta gaya hidup yang mengarah pada alkohol dan seks. Terry dan Penny pun meminta putri mereka untuk tidak menemui pria itu lagi.

“Erin menundukkan kepalanya dan mulai menangis. Dia berkata, ‘Papa, saya sudah ingin mengakhiri hubungan dengannya beberapa kali, tapi saya tidak tahu bagaimana caranya,” kisah Terry.

Namun beberapa orang teman berkata bahwa Erin dan Charlie mulai merencanakan untuk melarikan diri atau membunuh kedua orangtua Erin agar mereka dapat bersama kembali. Mereka kemudian menemui dua orang remaja lainnya, Charles Wade dan kekasihnya Bobbie Johnson, untuk menemani mereka. Dalam waktu singkat, pada tanggal 1 Maret 2008 setelah mabuk berat, mereka berempat memutuskan untuk menjalankan rencana-rencana mereka.

“Saya tidak ragu sedikitpun di benak saya bahwa ada kehadiran roh jahat yang kejam di rumah saya pada dinihari itu,” ungkap Terry.

Terry akhirnya keluar dari rumah sakit dan mulai menata hidupnya kembali. Terry membaca kitab Ayub berkali-kali mencoba menemukan makna di balik tragedi ini. Suatu hari, Terry kembali ke lokasi rumahnya terdahulu untuk menyelamatkan kenangan-kenangan terakhir yang masih tersisa. Saat berjalan di antara puing-puing rumahnya, sesuatu menarik perhatian matanya. Selembar halaman dari sebuah novel, Blind Sight, yang ditulis oleh penulis Kristen, James Pence. Namun Terry percaya bahwa itu adalah surat dari Tuhan.

“Saya berdiri di atas puing-puing debu dari tempat itu, tempat dimana saya pernah menyebutnya rumah dan membesarkan tiga orang anak. Saya begitu marah dan berkata, ‘Tuhan, mengapa Engkau mengizinkan semua ini terjadi? Bagaimana mungkin Engkau bisa membiarkan hal seperti ini terjadi? Mengapa saya masih dibiarkan hidup? Saya benar-benar tidak memahami semua ini.’ Dan tidak berapa lama setelah saya mengucapkan doa itu, saya menengadah ke atas dan kira-kira 1,5 meter jauhnya, saya melihat selembar kertas tersangkut di kaki sebuah pohon. Saat saya membacanya, tulisan yang tertera di dalamnya sama dengan kata-kata yang baru saja saya sampaikan kepada Tuhan. Kertas itu bertuliskan, ‘Saya tidak dapat mengerti mengapa Engkau mengambil keluargaku dan meninggalkanku berjuang tanpa mereka. Dan saya mengira bahwa saya masih belum benar-benar memahami hal itu. Namun saya percaya bahwa Engkau berdaulat, Engkau yang memegang kendali.’ Dan saat saya membaca kata-kata itu, saya pun jatuh berlutut dan mulai menangis kepada Tuhan. Tuhan baru saja mengirimkan pesan kepada saya,” ujar Terry.

Untuk pertama kalinya semenjak pembunuhan itu, Terry dapat merasakan kedamaian.

“Pada dasarnya Tuhan seperti berkata kepada saya, ‘Terry, saya tidak akan memberikan jawaban atas semua pertanyaanmu saat ini. Kamu mungkin saja tidak akan pernah mendapatkan semua jawabannya.’ Namun yang Tuhan katakan selanjutnya adalah, ‘Terry, Aku telah menaruh hidupmu di dalam tangan-Ku.’” ungkap Terry saat mengisahkan titik balik dalam hidupnya akibat tragedi yang menimpa keluarganya.

Pada saat pemeriksaan menjelang pengadilan, Terry tahu bahwa ia harus mengampuni Erin, putrinya, dan juga ketiga temannya yang telah membunuh keluarganya.

“Tentu saja mereka saling menyalahkan satu sama lain. Tim investigasi mengatakan bahwa Erin adalah otak utamanya, dialah penjahatnya. Namun, hal tersebut tidak lagi menjadi masalah bagi saya sebab saya telah memilih untuk mengampuni mereka. Dan pengampunan memang tidak selalu mudah untuk dilakukan,” ungkap Terry.

Terry bahkan mencoba mengajukan petisi pada pengacara agar kasus ini tidak menjatuhkan hukuman mati pada para pelakunya. Keempat remaja tersebut dinyatakan bersalah dan menerima hukuman seumur hidup atas keterlibatan mereka. Saat hari pembacaan hukuman bagi Erin tiba, Terry berdiri di samping putrinya itu.

“Saya hanya menunjukkan kepadanya akan kuasa Tuhan, apa yang Tuhan dapat lakukan dalam hidupmu jka kamu taat kepada-Nya dan mengizinkan-Nya bekerja dalam hidupmu,” ujar Terry.

Terry telah menikah kembali dan saat ini melayani Tuhan sepenuh waktu. Terry merasa bahwa Tuhan telah memulihkan apa yang telah dicuri oleh si jahat. Keterangan Terry mengenai pembunuhan itu, Terror By Night, telah ditulis dan diterbitkan dalam bentuk sebuah buku oleh James Pence.

“Pada saat tidak ada yang masuk akal di dalam hidup ini, Tuhan akan senantiasa baik setiap saat. Saat rasa sakit tampaknya terlalu berat untuk dipikul, Tuhan akan senantiasa baik setiap saat. Pada saat dunia berputrar di luar kendali kita, Tuhan akan senantiasa baik setiap saat. Kita tahu bahwa Tuhan akan membuat segala sesuatunya bekerja untuk membawa kebaikan bagi orang-orang yang mengasihi-Nya, bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Tuhan. Setiap saat Tuhan itu baik adanya,” ujar Terry menutup kesaksiannya. 


Sumber Kesaksian:
Terry Caffey
Sumber : V111218111552
Halaman :
1

Ikuti Kami