Kisah Nyata Suami Memburu Habis-habisan Kasus Narkoba Istrinya

Family / 7 May 2013

Kalangan Sendiri

Kisah Nyata Suami Memburu Habis-habisan Kasus Narkoba Istrinya

Yenny Kartika Official Writer
11414

Kisah satu ini bercerita tentang wanita bernama Susi Greta. Tahun 1970, seorang lelaki bernama Rudi menjadi gila karena kecelakaan. Istrinya yang bernama Corry memutuskan untuk kabur ke Jakarta. Ia tinggal bersama anaknya yang bernama Jenny. Seorang pemuda bernama Cecep jatuh cinta kepada Jenny. Namun, cinta Cecep tak pernah terbalas.

Suatu hari, tanpa alasan yang jelas, Jenny kabur dari rumah, padahal ibunda Corry telah merestui hubungan mereka. Akhirnya, Susi Greta, anak kedua dari ibu Corry, menjadi pengganti Jenny. Susi dijodohkan dengan Cecep.

Kisah hubungan mereka kelak yang penuh dengan gemerlap, rahasia, dan cinta dimulai dari sini.

 

BAGIAN I

Beberapa tahun setelah Susi dan Cecep menikah…

“Karena keluarga kami mengalami kesulitan ekonomi, akhirnya saya bekerja sebagai pramuria (di pub –red.),” kata Susi membuka pengakuannya. Alasannya? Karena profesi itu mudah dijalani dan bayarannya pun cukup memadai. “Mau jadi apa lagi? Titel yang saya miliki tidak ada, karena hanya bersekolah sampai kelas 3 SD,” lanjutnya.

Dengan hanya menemani tamu makan, minum, dan dansa, rupiah demi rupiah dapat Susi peroleh. Namun, Susi tidak memungkiri bahwa banyak tamu-tamu yang nakal dan menyebalkan—alias banyak maunya. Kalau sudah begitu, Susi lebih suka keluar, mencari angin sejenak.

Suatu kali saat dia sedang berada di luar pub, Susi bertemu dengan seorang kawan yang sedang menghisap morfin. “Aku enggak mau,” kata Susi saat temannya itu menawarkan morfin. “Aku tuh datang ke sini untuk mencari kerja, kok malah dikasih morfin, sih?”

“Ya, kalau kamu mau punya banyak duit, pakailah ini!” ujar kawan Susi.

Susi terdiam beberapa saat.

“Oke!” jawab Susi. Akhirnya Susi menerima lintingan morfin dari temannya. Dia hisap untuk pertama kalinya. Susi sejak awal bertekad hanya mengisap sekali saja—cukup sekali.

Efek ringan dan nge­-fly yang Susi rasakan membuat dia tidak ragu-ragu lagi melayani para tamunya. Uang tip yang jumlahnya besar berhasil dia bawa pulang malam itu.

Keesokan harinya, Susi ingin lagi mencoba morfin itu. Tamu di klub malam yang tadinya dirasa menyebalkan oleh Susi, tidak lagi ia anggap demikian. Malahan, Susi merasa nyaman-nyaman saja. Sampai akhirnya Susi begitu terbuai dengan nikmatnya morfin, namun temannya tidak lagi mau menawari dia.

“Beli, dong! Jangan nebeng gue terus!” kata temannya Susi ketika Susi untuk kesekian kalinya meminta morfin. “Gue kan beli juga. Ini mahal harganya!”

 

BAGIAN II

Cecep Siburian, suami Susi, tergabung dalam mata-mata kepolisian. Khalayak biasanya menyebut profesi itu sebagai spionase. Tugas Cecep adalah membantu kepolisian dalam membongkar kasus narkotika. Pernah suatu kali, Cecep berhasil meringkus pelaku kejahatan narkotika. Saat itu, barang bukti berupa morfin, tak sengaja Cecep bawa pulang. Padahal seharusnya morfin itu tidak boleh dibawa oleh Cecep. Waktu itu Cecep memang lupa.

Sampai di rumah, ketika Cecep sedang tertidur di ruang tamu, istrinya, Susi, pulang. Menemukan ada plastik bening berisi morfin di meja, Susi langsung teringat sesuatu. Dia mendekat dan mengangkat bungkusan tersebut.

“Ngapain kamu?” tiba-tiba Cecep terbangun dan bertanya dengan sedikit ketus.

“Pa, ini morfin kan?” tanya Susi. “Kok Papa bawa pulang barang beginian? Ini kan berbahaya?”

“Oh, itu adalah barang bukti yang tidak sengaja Papa bawa,” jawab Cecep, melunak. “Tadi Papa baru saja menangkap bandar morfin.”

 

BAGIAN III

Sekalinya seorang pemakai mendapatkan morfin, dia akan merasakan kenyamanan. Tapi, kalau dia tidak peroleh barang itu, kesengsaraan-lah yang dirasakan. Itu jugalah yang Susi rasakan.

Karena keterbatasan uang, sementara tubuhnya terus-menerus ketagihan, Susi rela menukarkan perhiasan-perhiasannya dengan morfin. Entah itu cincin, gelang, dan lain-lainnya. Susi benar-benar sudah kecanduan morfin.

 

BAGIAN IV

Sementara itu, penyelidikan yang dilakoni Cecep dan instansinya terus berlanjut. Mereka menemukan sebuah lokasi pusat yang belum diperiksa.

Cecep tidak bisa menahan keterkejutannya ketika mendengar bahwa lokasi tersebut adalah tempat dimana istrinya bekerja. “Pub tempat istrimu bekerja itu, adalah sarang narkoba dan sarang morfinis,” kata seorang narasumber yang membocorkan informasi kepada Cecep.

Dari situlah, Cecep berusaha mencari tahu. Dia mulai mewaspadai apa yang istrinya lakukan, dimulai dari rumah.

Cecep mulai memperhatikan gelagat Susi. Sebetulnya Cecep merasakan ada kejanggalan dalam diri istrinya tersebut. Misalnya saja, gelang yang biasa dikenakannya, kini tidak ada lagi.

Hal yang tidak Cecep sangka adalah, Susi sangat cerdik menyembunyikan morfin-morfin yang ia miliki. Pernah, Susi menyelipkan bungkusan kecil morfin ke dalam sela-sela spons bedak. Cecep—dengan segala pengalamannya—tak juga mampu membongkar barang bukti yang ia curigai.

Selanjutnya, pengintaian dilakukan di lokasi kerja sang istri. “Saya nongkrong di pub mulai dari awal istri saya kerja sampai akhir,” kata Cecep.

Cecep beberapa kali sempat bisa membongkar akal bulus istrinya. Tapi, entah kenapa dia selalu kecolongan. Ada saja hambatannya.

Akhirnya Cecep menemukan ide. Dia berusaha menjalin kerja sama dengan pramuria-pramuria yang ada di pub tersebut. Kepada mereka, Cecep minta tolong agar mereka memata-matai Susi.

Ide ini rupanya tak kunjung membuahkan hasil. Pasalnya, semua pramuria yang dimintai tolong oleh Cecep, malah disogok oleh Susi. Alhasil, kelakuan istrinya tertutup rapat.

 

BAGIAN V

Ada satu peristiwa yang tidak dimengerti oleh Susi.

Teman kerjanya, yang waktu dulu menawari dia morfin, tiba-tiba mati mendadak di pangkuannya.

Kala itu Susi bertanya-tanya, mengapa dia bisa meninggal padahal tidak ada luka apapun yang menimpanya.

Kejadian itu membuat Susi bingung, sekaligus takut. Oleh karena itu, Susi datang ke rumah ibadah.

“Seumur-umur saya engga pernah datang ke tempat ibadah,” aku Susi.

Di situ, Susi berdoa. Doanya sederhana, “Saya minta tolong, Tuhan. Saya engga mau mati muda-muda, Tuhan. Saya mau mati kalau udah tua aja.”

Dan saat sedang beribadah itu juga ada seorang kawannya yang mengajak Susi untuk ikut acara Natal.

Apakah dengan cara ini Susi bisa lepas dari morfin?

 

BAGIAN VI

Hari demi hari, Susi melihat semakin banyak orang di sekitarnya yang meninggal akibat morfin.

Dalam batinnya, Susi sebetulnya ingin bisa lepas dari morfin, namun dalam tubuhnya ada pergolakan. Tubuhnya selalu nagih, tidak bisa tidak diberi morfin.

“Hei, mana barang itu? Aku pengen banget!” tanya Susi kepada temannya yang lain.

“Barang apaan sih?” tanya temannya kebingungan.

“Itu lho, barang yang biasa aku pakai. Aku lagi butuh barangnya!”

Teman Susi makin tidak paham. “Aduh, aku engga punya barang begituan.”

Tanpa mereka sadari, percakapan Susi dan temannya tersebut terdengar ke telinga ibu Susi yang saat itu sedang melintas. Ibunda Susi pun segera melaporkan perihal tersebut kepada Cecep.

Cecep memulai lagi penyelidikannya.

Suatu kali, dia mengintip istrinya di kamar mandi. Ternyata, di situ istrinya sedang duduk-duduk sambil mengisap lintingan morfin. Cecep tahu dari bau asapnya yang khas.

Tanpa basa-basi, pintu kamar mandi didobrak. Ditangkapnya sang istri, lalu diborgol.

“Menangani kasus di luar (rumah), saya tampil sukses. Tetapi di rumah sendiri, saya merasa gagal,” tutur Cecep menanggapi penangkapan istrinya yang baru bisa dilakukan setelah sekian lama. “Saya sebetulnya merasa malu kepada pimpinan saya.”

Setelah diborgol, Cecep memberi pelajaran kepada istrinya. Pengguna morfin itu paling enggan bersentuhan dengan air, karena itu mereka biasanya jarang mandi. Oleh karena itu, Cecep menyiramkan seember air dingin ke tubuh istrinya yang terikat. Susi memberontak, namun Cecep terus memberi pelajaran.

“Istri saya menangis, menggigil, teriak-teriak, banting-banting badan,” kenang Cecep.

 

BAGIAN VII

Susi mulai bersembahyang. “Tuhan, tolong aku ya Tuhan. Aku mau berhenti menjadi morfinis. Aku mau jadi orang biasa-biasa lagi. Aku engga mau mati, seperti teman-temanku yang udah mati,” pintanya kepada Tuhan.

Meskipun perlakuan Cecep kepada istrinya mungkin terkesan kasar, sebetulnya Cecep melakukannya atas dasar sayang. Tak ada terbersit sedikitpun benci kepada Susi. “Saya sangat sangat sangat sayang sama dia. (Oleh karena itu,) saya harus stop dia (dari morfin),” jelasnya.

Cecep meminta istrinya untuk tidak lagi bekerja di pub. Susi pun menuruti suaminya.

“Tuhan, saya ingin istri saya sembuh. Tuhan, saya ingin istri saya selamat. Hanya itu saja..,” kata Cecep sambil terharu. Meskipun pergumulan yang ia alami begitu berat, Cecep percaya satu hal: Yesus sudah mati di kayu salib untuk menebus manusia dari dosa. Yesus datang untuk menyelamatkan orang-orang berdosa yang mau mengakui Dia; yang mau menyerahkan dirinya kepada Dia.

 

BAGIAN VIII

Cecep bersyukur sekali karena istrinya benar-benar membuktikan bahwa dia tidak lagi melakukan pekerjaannya. Sejak saat itu, Cecep sajalah yang fokus bekerja menafkahi keluarga.

Meskipun niat itu sudah bulat, proses menuju pemulihan adalah sesuatu yang tidak mudah. Cecep harus mengeluarkan uang yang tida sedikit untuk biaya pengobatan istrinya. Sementara itu, bagi Susi, ada rasa tersiksa saat ia harus mengonsumsi obat-obatan, karena kerapkali dia merasakan mual dan pusing.

Setiap kali Susi tidak tahan dan ingin kembali lagi memakai morfin, Susi selalu berdoa minta tolong, “Tuhan, tolong, saya ingin berhenti, walaupun saya tidak tahu bagaimana caranya,” kata Susi.

Doa dan keteguhan hati—itulah yang memampukan Susi bebas dari ketergantungan morfin dan alkohol. Masa-masa itu bukan waktu yang singkat. Namun, pengalaman itu tetap menjadi suatu pembelajaran yang amat berharga bagi Cecep dan Susi.

“Saya berani mengatakan bahwa kini istri saya sudah pulih 100%. Dan kini dia sangat sangat cinta sama Tuhan,” kata Cecep. “Dia bisa seperti ini karena anugerah Tuhan—bukan karena saya suaminya yang selalu mengawasi dia dan mengajar dia dengan keras, bukan. Ini semua karena pertolongan Tuhan.”

“Aku bisa berhenti karena berdoa. Dan sampai tiba waktunya hari Natal, di situ saya stop total,” kata Susi.

“Kalau saya pikir-pikir lagi, iya ya, Tuhan Yesus itu baik,” pungkasnya.

 

Sumber Kesaksian:

Cecep Siburian dan Susi Greta

Sumber : V130506192334
Halaman :
1

Ikuti Kami