Minggu lalu Dua Gereja Diintimidasi Massa Intoleran

Internasional / 22 June 2012

Kalangan Sendiri

Minggu lalu Dua Gereja Diintimidasi Massa Intoleran

daniel.tanamal Official Writer
4714

Aksi intoleransi terhadap rumah ibadah masih terus terjadi. Dengan dalih surat izin mendirikan bangunan (IMB), kelompok dan massa yang mengatasnamakan agama dapat melakukan intimidasi, bahkan perusakan terhadap gereja. Setidaknya ada dua gereja yang diintimidasi pada minggu lalu 17 Juni 2012.

Gereja pertama yang mengalami intimidasi adalah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Jemaat Jatinangor. Di , Kabupaten Sumedang, Jawa Barat itu massa memaksa membongkar pagar pembatas gereja. Saat itu aparat kepolisian dapat menenangkan massa. Dan setelah diadakan perundingan suasana dapat kondusif.

Dari informasi yang diperoleh atas rilis SumedangOnline, warga kesal karena menurut mereka gereja tersebut tak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dari Pemerintah Kabupaten Sumedang. “Warga kesal karena tempat tersebut masih saja di jadikan tempat ibadah walupun belum mengantongi ijin mendirikan bangunan dan sebelumnya sudah di peringati tetapi para jamaat membandel dan tetap melakukan aktifitas peribadatan,” ujar Kepala Desa Mekargalih, Arief Saefulloh kepada wartawan, Minggu (17/06).

Gereja lainnya yang mengalami intimidasi adalah Gereja Bethel Indonesia (GBI) yang beraktivitas di sebuah ruko yang beralamat di Jln H.T. Daudsyah No. 47 Kecamatan Kuta Alam Peunayong Banda Aceh. Meskipun tidak ada korban jiwa, namun akibat intimidasi itu, ruangan yang dipakai ibadah mengalami kerusakan dan diperkirakan kerugian material mencapai ratusan juta rupiah.

“Ruko itu dijadikan Gereja Bethel Indonesia namun belum ada izin dari Pemda. Ruko itu milik Riko Tarigan yang juga pimpinan jemaat. Karena sudah bersitegang dan tidak ada kesepakatan, akhirnya warga kecewa dan marah, sehingga terjadi aksi perusakan gereja,” ungkap seorang sumber
The Globe Journal .

IMB selalu saja menjadi ganjalan bagi setiap pribadi yang menginginkan kebebasan dalam berkeyakinan dan beragama. Pemerintah demikian tidak tanggapnya terhadap banyaknya perbedaan yang kadang sering disalahgunakan oleh masyarakatnya. Tidak ada pembenaran dalam setiap aksi intoleransi. Dan pemerintahlah yang harus bertanggungjawab.

Sumber : Globe Journal/Sumedang Online/Perisai.net
Halaman :
1

Ikuti Kami