Orangtuaku Tewas Dengan Tragis Ditangan Petugas Keamanan

Family / 11 April 2012

Kalangan Sendiri

Orangtuaku Tewas Dengan Tragis Ditangan Petugas Keamanan

Budhi Marpaung Official Writer
11525

Siapa yang tidak geram jika kedua orangtuanya dibunuh dengan kejam? Inilah yang dialami oleh keluarga Samuel Hutabarat. Ayah dan ibu Samuel tinggal di daerah perumahan Menteng, Jakarta hanya ditemani oleh seorang pembantu wanita. Namun suatu hari, mereka bertiga ditemukan tewas dibunuh dalam keadaan yang sangat mengenaskan di rumah tersebut.

“Kakak ipar saya telephone pagi itu bilang, ‘Amang dan inang (ayah dan ibu –red) sudah dibunuh, tolong lai (adik laki-laki –red) datang kesini sekarang juga.’ Karena saya baru bangun tidur, saya belum bisa berbuat apa-apa karena kaget,” tutur Samuel.

Sang istri yang tidur disampingnya terbangun karena tiba-tiba Samuel menjadi histeris mendengar kabar mengerikan tersebut. Mereka pun segera bangun dan berangkat ke rumah orangtua mereka. 

Tiba di kediaman orangtuanya, Samuel mendapati rumah itu telah dikerumuni banyak orang, mulai dari polisi, wartawan dan juga penduduk sekitar yang penasaran. Saat ia mencoba masuk ke dalam rumah, polisi melarangnya.

“Kemudian saya diminta ke kantor kelurahan, disana saya menemukan kakak saya Farel sedang menangis, kami pelukan,” ungkap Samuel.

Polisi menggunakan anjing pelacak untuk menemukan sang pembunuh. Tak disangka, pisau yang digunakan sebagai alat pembunuhan ditemukan di atas genting rumah. Ternyata pisau tersebut adalah pisau dinas Linmas (petugas keamanan kelurahan –red).

“Polisi kemudian memanggil semua petugas Linmas, mereka diminta menunjukkan pisau dinasnya. Semua bisa menunjukkan, kecuali satu orang. Waktu diperiksa, kukunya masih ada bekas-bekas darah. Orang itu akhirnya mengakui dan mengatakan bahwa barang-barang curian itu ia simpan di lemari kantor kelurahan,” jelas Samuel. 

Saat kembali ke rumah orangtuanya, Samuel tak kuasa menahan tangis begitu melihat jasad orangtuanya. Ia merasa orangtuanya tidak pantas meninggal seperti itu. Istri Samuel terus menguatkannya dan mengingatkan bahwa bagaimanapun orangtuanya sudah bersama Tuhan dan jangan menyimpan rasa dendam.

“Saya sebenarnya tidak sanggup menghadapi itu,” tutur Gracia, istri Samuel. “Namun saya terus berdoa, ‘Tuhan tolong kami…! tolong kami!’ Saya berdoa terus supaya kami tidak menjadi seperti tidak ada hikmat, tidak ada harapan. Walaupun sulit, namun Tuhan pasti memberi pertolongan dan tidak meninggalkan kami.”

Saat itu, kakak-kakak Samuel begitu marah pada si pelaku dan ingin agar pelaku diberikan hukuman seberat mungkin, kalau bisa hukuman mati. Bahkan ada pihak-pihak yang menawarkan untuk menghabisi si pelaku ketika berada di penjara.

Namun suatu waktu ketika keluarganya bertemu dengan seorang figur yang mereka hormati, orang tersebut mengingatkan, “Takutlah akan Tuhan, sebab itulah yang orangtua kalian inginkan dan Tuhan inginkan agar kalian ampuni orang ini dengan sepenuh hati. Karena pada akhirnya, suatu saat kita juga akan di adili Tuhan. Tuhan akan bertanya, ‘Mengapa ada darah ditanganmu? Itu adalah darah pembunuh orangtuamu yang kamu bunuh juga dengan cara mengingini kematiannya.”

Tidak mudah melupakan begitu saja kematian orangtuanya yang tragis, Samuel pun mulai menyelidiki ada apa setelah kematian datang menjemput.

“Saya mulai penasaran, apa itu kematian, kemana orang-orang setelah meninggal? Roh mereka itu ada dimana? Saya mulai membaca-baca buku, kembali membuka kitab suci..”

Samuel akhirnya menemukan bahwa kematian adalah sesuatu yang harus dilalui setiap orang. Namun bagaimana cara seseorang mati bukanlah yang terpenting, kemana orang itu pergi setelah dia melewati pintu kematian, ke surga atau ke neraka itu yang terpenting.

Dalam pencariannya itu, Tuhan berbicara kepada Samuel:

“Kehidupan kekal itu sudah menjadi hak dan jaminan bagi orangtua kamu, sekarang kamu lihat si pelaku, apakah dia sudah menerima keselamatan? Belajar mengasihi dia, belajar mengasihani dia.”

“Tuhan saya sudah mengampuni dia, apa lagi Tuhan?” tanya Samuel.

“Kamu datangi dia, kamu doakan dia, kamu bersaksi kepadanya, kamu ampuni dia..”

Selama beberapa hari Samuel bergumul dengan hati nuraninya, hingga akhirnya ia membuat sebuah keputusan, ia pergi mendatangi pelaku di penjara.

“Ketika saya ketemu dengan si pelaku, dia cukup kaget. Saya mengatakan kepadanya, ‘Kamu ngga usah kuatir, kita semua mengampuni kami, kita semua mengasihi kamu karena Tuhan Yesus sudah terlebih dahulu mengasihi saya dan mengasihi orangtua saya. Tuhan Yesus sudah mati di kayu salib untuk dosa-dosa kita. Orangtua saya saat ini sudah senang bersama Tuhan Yesus, tidak ada lagi keluarga kami yang menaruh dendam kepada kamu. Itu semua sudah lewat, Tuhan Yesus mengasih kamu. Saya juga mengasihi kamu.’ Pelaku kemudian terus mengucapkan terima kasih..”

Samuel pun mendoakan si pelaku dan keluar dari ruangan penjara itu dengan sebuah perasaan lega. Tidak hanya itu, satu persatu kakak-kakak Samuel juga melepaskan pengampunan dan merasakan kasih Tuhan memulihkan hati mereka yang berduka karena kepergian orangtua mereka yang terkasih.

Sumber Kesaksian
Samuel Hutabarat & Gracia Simanjuntak
Sumber : V111214132939
Halaman :
1

Ikuti Kami