Kebijakan Terbaru Obama Paksa Pekerja Gereja Membeli Pil KB

Internasional / 24 January 2012

Kalangan Sendiri

Kebijakan Terbaru Obama Paksa Pekerja Gereja Membeli Pil KB

Budhi Marpaung Official Writer
3525

Undang-undang perlindungan kesehatan yang diprakasai Presiden Amerika Serikat Barack Obama akan memaksa para pekerja di organisasi kerohanian untuk membeli pil KB, termasuk obat menggugurkan kehamilan yang sejak semula keberadaannya telah menuai pro dan kontra .

Gereja yang berafiliasi dengan rumah sakit, perguruan tinggi, lembaga-lembaga pelayanan sosial, dan lembaga nirlaba lainnya memiliki satu tahun untuk mematuhi hukum federal ini.

Sementara itu, Sekretaris Pelayanan Kesehatan dan Kemanusiaan, Kathleen Sebelius dalam pidatonya menyebut proposal ini masih merupakan kompromi.

"Saya percaya proposal ini akan menyerang keseimbangan antara menghormati kebebasan beragama dan meningkatkan akses terhadap layanan pencegahan (kehamilan)," kata Sebelius dalam satu pernyataannya.

Menanggapi kebijakan terbaru sang Presiden, sejumlah pemimpin agama “Paman Sam” mengungkapkan kekecewaan dan kemarahannya.

"Belum pernah sebelumnya orang-orang dari pemerintah federal memaksa suatu organisasi untuk membeli produk yang melanggar hati nurani mereka," jawab Timothy Dolan, presiden Konferensi Uskup Katolik AS.

"Ini tidak boleh terjadi di negeri di mana kebebasan beragama ditaruh di peringkat pertama dalam Bill of Rights," tambahya.

Asosiasi Kesehatan Katolik (AKA), yang mewakili sekitar 600 rumah sakit, juga menyatakan kekecewaannya.

"Tantangan terhadap peraturan ini akan datang dari banyak kelompok," papar Suster Carol Keehan, presiden AKA." Oleh sebab itu, kami melihat diperlukan adanya dialog nasional yang efektif dalam rangka melindungi hak-hak yang sesuai dalam masyarakat majemuk kita, yang selalu menghormati peranan agama-agama."

Diantara umat Kristen di dunia, sebenarnya penggunaan pil KB atau pun obat penggugur janin masih menjadi perdebatan. Terlepas dari maksud baik pemerintah AS dengan mengeluarkan peraturan ini, ada lebih baiknya bahwa kebijakan tersebut berupa himbauan dan bukan sebuah peraturan yang mengikat. Jika ini terus dipaksakan maka ini sama saja menyinggung keyakinan sejumlah orang atau kelompok tertentu. Jika sudah begini maka bukan tidak mungkin pemerintah AS sama saja akan dianggap rakyatnya sebagai pemerintah yang melanggar HAM?

Semoga Presiden Obama menemukan alternatif lain yang lebih mengakomodir seluruh lapisan masyarakatnya.

Sumber : cbn/bm
Halaman :
1

Ikuti Kami