George Hukubun Dibesarkan dengan Penuh Kebencian

Family / 26 July 2011

Kalangan Sendiri

George Hukubun Dibesarkan dengan Penuh Kebencian

Lois Official Writer
4354

Ketika masih SD, George Hukubun adalah anak yang pemalu dan takut sehingga susah sekali mengajaknya ke sekolah. Jadi mamanya pasti paksa dia ke sekolah dan bahkan memukulnya di depan teman-temannya sehingga membuatnya merasa sangat malu diperlakukan seperti itu di depan teman-temannya. Dia tidak pernah merasa mamanya sebagai seorang sahabat seperti yang diinginkannya, walau dia sudah berusaha mengambil simpati dari sang ibu.

“Waktu kecil saya mengalami tekanan seperti itu, saya tidak bisa berbuat apa-apa, saya takut gitu terhadap apapun. Saya pernah ngomong sama Tuhan, ‘Tuhan, kalau bisa mama jangan marah lagi, jangan pukul saya.’ Tapi begitu selesai, saya lihat mama sudah ada di samping saya.” cerita George tentang masa lalunya. Yang ada, mendengar hal itu, mamanya bukannya terharu tapi malah memukulnya. Ternyata hal itu terjadi, karena ada rahasia besar yang dirahasiakan tentang George.

“Karena apa? Hal itu karena saya mendapat tekanan dari suami. Saya diperlakukan oleh suami saya dengan tidak wajar. Saya sering dimaki-maki di jalan-jalan. Maaf kata, saya dikatakan pelacur. Seringkali saya emosi dan berontak.” Perlakuan suaminya itulah yang membuatnya benci kepada janin yang tidak berdosa itu. “Saya menganggap mengandung George ini saya jadi sial.” ungkap ibunya, Charlote.

Keinginan ibu George untuk menggugurkan anaknya terjadi ketika usia kandungannya hampir satu bulan. Pada saat umur kandungannya tiga bulan, suaminya mengatakan bahwa anak yang adalah dalam kandungannya bukanlah anaknya. Pernah sang ibu ingin menggugurkan anaknya, tapi dokter mengatakan sudah tidak bisa digugurkan. Kalau memang mau, dosanya ditanggung sendiri. Takut dengan dosa itu, akhirnya dengan berat hati, dia mengandung George sembilan bulan lamanya. Akhirnya, George tetap dilahirkan. Dengan penuh kebencian, George dibesarkan.

“Sudah dilahirkan juga, sudah sakit-sakitan, saya tetap pukuli dia. Jarang saya gendong dia. Kira-kira ada 2 kilo, waktu itu sekitar pukul 11 malam, saya suruh dia jalan. Ketika dia minta gendong, saya tetap suruh dia jalan.” Si George kecil hanya bisa menerima keadaan yang menimpa dirinya, namun tidak saat dia beranjak dewasa. Ketika ibunya meminta pertolongan, dia tidak mengindahkan sama sekali. Meskipun dia bisa melakukannya, namun tidaklah dia menolong ibunya dalam usaha kecil-kecilan ibunya tersebut. “Tujuan saya hanya satu, saya tuh bisa balas apa yang mama saya pernah buat.” kata George.

Pada akhirnya, dia bisa mewujudkan keinginannya tersebut. Seringkali mamanya sakit, memanggil George, tapi dia hanya masa bodoh. Sampai mamanya harus memanggil tetangganya, sedangkan George malah tidur-tiduran dengan enak. Dalam sebuah kesempatan, George melakukan tindakan yang akan mengguncang ibunya.

Suatu hari, George sedang ngobrol-ngobrol dengan pacarnya, ketika ibunya mendatangi mereka dan marah karena suatu hal. Ketika itu George bilang, “Jangan dulu marah, nanti aja, saat ini ada temen saya.” Karena di dalam diri George ada rasa malu. Namun, mamanya seperti tidak mau tahu. Akhirnya, emosi George tersulut. Pada waktu itu, ada golok di bawah kursi ruang tamu itu sehingga George mengambilnya dan mengejar mamanya untuk dibunuh.

“Saya pikir apa ini pembalasan George karena pada waktu kecil saya sering menganiaya dia. Inilah waktunya, saya juga harus mati di tangan dia. Saya ada hati menangis.” Saat itu, ibunya teringat akan suatu masa di masa lalu. “Kalau ibu mau menggugurkan ini, janin ini tidak ada lagi, tapi ibu yang tanggung dosanya.” Kata-kata dokter itu kembali terngiang dan sering teringat kembali. Sang ibu mengingat kembali masa-masa kecil George. Untungnya, ada tetangga yang menolong.

Dalam suatu pertemuan, sang ibu mendapatkan nasihat yang menyentuh hatinya. “Setelah saya mendengarkan firman Tuhan, saya juga harus ada pemulihan. Saya juga harus mengampuni. Karena pemberontakan dia terjadi karena saya menolak dia.” kisah ibunya. Akhirnya, sang ibu melakukan sesuatu hal yang belum pernah dia lakukan. “Akhirnya saya meminta maaf. Saya berlutut di kakinya dan saya mencium kaki dia dan saya katakan, ‘George, pada hari ini mama minta ampun atas dosa-dosa mama yang telah menolak kamu sejak dari kandungan mama. Maukah kamu mengampuni mama?”

“Ketika saya tahu bahwa saya sempat mau digugurkan, saya sempat kaget. Saya jadi tahu, itulah akar dari segala permasalahan kenapa saya sempat membenci mama saya..” kata George kemudian. Meskipun begitu, George belum bisa terima. Meski mamanya sudah bertobat, rasa sakit hati itu masih ada di dalam hatinya. Namun ketika dia sudah tenang dan sadar, dia bertanya-tanya sendiri di dalam hatinya, mengapa dia bisa seperti itu, padahal dengan mamanya sendiri. Sampai akhirnya, George mengambil suatu tindakan.

“Malu tidak malu, berani tidak berani, akhirnya saya coba terbuka dengan teman saya,” kata George lagi. Di sana mereka mengatakan bahwa ada dua pilihan yang bisa dia ambil, mengampuni atau terus mendendam. Dalam hati sebenarnya George ingin mengampuni mamanya, namun ketika dia ingin mengatakannya, yang dia ingat adalah kekerasan yang mamanya lakukan ketika dia masih kecil. Begitu berat baginya untuk mengatakan pengampunan itu meski tetap terucap. Namun temannya mengatakan bahwa dia harus mengucapkan hal itu lagi agar sungguh-sungguh keluar dari hati dan dengan pertolongan Tuhan, akhirnya pengampunan itu bisa diucapkan lagi oleh George. George ingin melupakan seluruh kepahitan yang dia terima waktu masih kecil.x

Pengampunan itu meruntuhkan semua tembok kemarahan dan kebencian yang selama ini menjadi tembok pemisah antara George dan ibunya. “Akhirnya saya sekarang merenungkan, di masa tua saya anak yang waktu itu mau saya buang dan saya gugurkan, di masa tua dan sakit ini, dia yang saya pukulyang menanggung saya dan dia berkata, ‘Mama, bagaimanapun juga mama harus ikut saya, mama nggak boleh pisah.’ Setelah dia menerima Tuhan Yesus dan melayani, saat ini dia boleh mengampuni saya.”

Tidak ada yang mustahil ketika Tuhan bekerja dalam sebuah keluarga dan Tuhan beracara di dalam kehidupan setiap pribadi. Akar kepahitan, dendam, sakit hati karena perlakuan di masa lalu, hal-hal menyakitkan lainnya dapat dipulihkan Tuhan. Yang penting, berserahlah kepada-Nya.

 

Sumber Kesaksian :

George Hukubun

Sumber : jawaban.com/lh3
Halaman :
1

Ikuti Kami