Tangga Via Dolorosa, Sadarkan Subagio Akan Dosanya

Family / 18 April 2011

Kalangan Sendiri

Tangga Via Dolorosa, Sadarkan Subagio Akan Dosanya

Puji Astuti Official Writer
7014

Bagi Subagio, mendapatkan wanita bagai membalik telapak tangan saja. Bergonta-ganti wanita itu sudah biasa baginya, dengan apa yang ia miliki, wanita manapun bisa dia dapatkan.

“Sewaktu remaja, sama kakek saya di kasih ilmu untuk memelet wanita. Berdasarkan ilmu kakek saya itu tidak susah untuk mendapatkan wanita,” ungkap Subagio.

Sejak itu, Subagio bagai don juan yang gemar mempermainkan wanita. Hingga suatu hari seorang wanita bernama Jean melamar kerja di kantornya.

“Dia melamar kerja di kantor saya, lalu diterima,” tutur Subagio. “Kalau saya sudah suka wanita, dia ngga akan bisa nolak. Mungkin awalnya simpatik, lalu pura-pura ajak makan hingga akhirnya mulai dekat.”

Sekalipun Subagio tahu bahwa Jean sudah memiliki pacar dan akan segera menikah, namun hal itu tidak menghentikannya untuk mendapatkan wanita tersebut. Dia membawa Jean ke seorang dukun, “Dengan cara-cara seperti itu, akhirnya dia lengket sama saya.”

Subagio berhasil membuat Jean seperti di mabuk cinta, namun hal itu tidak membuat wanita ini kehilangan akal sehat. Dia minta Subagio untuk segera menikahinya. Namun tidak pernah di duga oleh Jean, bahwa pernikahannya akan menjadi awal penderitaan hidupnya karena sekalipun telah berumah tangga Subagio tidak pernah mengubah perangainya.

“Saya bertugas di bagian entertain pejabat-pejabat. Disitulah saya mulai mengenal wanita yang berkelas. Setelah itu menjalin hubungan dengan wanita itu seperti orang pacaran. Lama-lama, dia mulai jatuh cinta. Ketika jatuh cinta dia tidak melihat lagi apakah saya sudah punya istri atau tidak.”

Pulang malam dengan alasan pekerjaan, itu barulah awalnya. Selanjutnya Subagio mulai memberikan banyak alasan kepada istrinya ketika dia satu atau dua hari tidak pulang ke rumah. Ketika istrinya mempertanyakan semua alasannya, jawaban yang ia berikan adalah pukulan, tamparan dan juga cacian.

“Waktu itu saya sebagai laki-laki masih membungkus semua itu sehingga seakan-akan saya tidak melakukannya. Saya menunjukkannya dengan kemarahan,” demikian pengakuan Subagio.

“Ketika dia minta bercerai dengan berteriak, tanpa sadar saya teringat kejadian bapak saya memukul ibu saya. Apa yang terekam dalam pikiran saya itu, itulah yang saya lakukan pada istri saya. Dalam pikiran saya, dari pada bercerai, dari pada saya malu lagi, lebih baik saya bunuh, saya matiin perempuan ini. Ngga papa saya masuk penjara. Jadi saya ambil pisau, dan saya mau tusuk dia..”

Tidak disadari Subagio bahwa ia melakukan semua itu depan anaknya. Dalam ketakutan, sang anak menangis menjadi-jadi melihat betapa beringasnya sang ayah.

“Ketika melihat anak saya menangis, saya sadar dan tidak jadi membunuh.”
Tujuh tahun pernikahan mereka, bagi Jean adalah waktu yang sangat panjang karena ia mengalami siksaan fisik dan batin dari suaminya. Tak tahan lagi, Jean pun jatuh sakit. Namun ketika melakukan konsultasi dengan psikolog, hal itu mengungkap masalahnya yang sebenarnya.

“Sebenarnya ibu ini tidak sakit, saya perhatikan ibu ini sepertinya sedang banyak masalah dalam keluarga?” demikian tanya sang psikolog.

“Betul, suami saya sering memukul saya.”

Karena kondisi kejiwaannya yang tidak stabil, Jean akhirnya mengkonsumsi obat penenang dan menjalani perawatan.

“Saat itu saya tidak pernah cari Tuhan” ungkap Jean. “Pulang kembali kepada rutinitas, saya merenung. Tuhan saya harus bagaimana, saya buntu saat itu.”

Dalam kondisinya yang tidak berdaya, Tuhan mengirimkan beberapa hamba Tuhan untuk melayani Jean.

“Jean, tidak ada nama lain yang dapat menolong kamu selain nama Yesus..” jelas hamba Tuhan itu pada istri Subagio.
Akhirnya Jean melembutkan hatinya dan mengikuti sebuah ibadah. Disana dia didoakan dan menerima jamahan Tuhan. Namun Subagio tetap tidak peduli dengan kondisi yang dialami istrinya, ia malah asik sendiri dengan wanita selingkuhannya.

“Ketika saya ke Solo itu, saya dengan wanita selingkuhan saya. Selama dua hari kami ada di sana, kami seperti pasangan suami istri yang tinggal dalam sebuah hotel,” ungkap Subagio.

Jean yang ingin mempertahankan rumah tangganya, berdoa meminta petunjuk dari Tuhan dimana keberadaan suaminya.

“Saya tidak mau untuk gagal dalam rumah tangga saya, Tuhan dimana suami saya?” demikian Jean berdoa.

Jean dituntun Tuhan untuk menghubungi sebuah hotel di buku telephone, dari sana ia tahu bahwa suaminya akan segera kembali ke Jakarta. Jean pun bergegas pergi ke bandar udara bersama anak laki-lakinya.

“Baru masuk di parkiran, anak saya bilang begini, ‘Mama.. mama.. itukan mobil papa..’ Kami turun pas di belakang mobilnya. Saya tunggu..”

Subagio turun dari pesawat bersama wanita selingkuhannya tanpa curiga apapun, dan mereka langsung menuju mobil. Namun tiba-tiba sebuah kejutan muncul.

Jean muncul dari belakang mobil dan langsung menyalami wanita itu, “Kenalkan saya istrinya Pak Subagio.”

“Saya langsung ambil suami saya dan pulang,” terang Jean.

Perempuan itu naik taksi, dan Subagio pun tidak banyak bicara dan langsung mengikuti istrinya masuk ke dalam mobil.

“Pada waktu itu saya tidak terpikir lagi dengan wanita itu, dan langsung mengikuti istri saya.”

Di rumah, istrinya berbicara dengan baik-baik kepada Subagio untuk memintanya memilih antara wanita itu dan dirinya. Jean minta Subagio untuk menceraikan dirinya.

“Saya tidak mau, saya katakan pada dirinya kalau saya cuma iseng-iseng aja. Akhirnya saya pura-pura janji untuk bertobat.”

Untuk menyenangkan istrinya, Subagio menuruti permintaan Jean untuk melakukan perjalan rohani ke Yerusalem.

“Aku pergi ke Via Dolorosa, waktu sedang menapaki tangga sambil shooting camera, tiba-tiba saya salah menginjak tangga. Kaki saya terpelecok, jatuh terkapar dan langsung di gotong ke hotel. Ketika saya di hotel itu, saya lihat kaki saya terus membengkak. Saya rendam kaki saya sambil duduk menghadap tembok. Tiba-tiba tembok itu bergambar seperti sebuah tv, tiba-tiba ditampilkan perbuatan-perbuatan saya dengan wanita-wanita yang dulu begitu saya banggakan. Tapi waktu itu saya diberi pengertian bahwa semua itu adalah sebuah kekotoran, saya minta ampun. Ada sebuah suara berkata, ‘Kamu pulang dari tanah suci, ketahuan kamu orang yang najis, orang yang kotor, dengan kaki pincang pula!’ Saya takut, saya bilang, ‘Tuhan tolong ampuni saya, ampuni saya Tuhan.’ Pagi-pagi saya bangun, kaki saya tidak bengkak lagi. Sudah seperti sediakala dan saya pulang dengan kaki yang sudah sembuh.”

“Setelah saya pulang dari Israel, saya mulai bisa membedakan mana yang salah dan yang benar. Saya mulai takut untuk berbuat dosa.”

Hidup Subagio semakin diubahkan  ketika ia mengenal kasih Tuhan, “Saya tersentuh oleh sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Victor Hutabarat. Saya merasakan kasih yang begitu dalam, karena dari kecil saya benar-benar tidak pernah merasakan apa itu kasih. Kasih bapa, kasih orang tua, itu tidak pernah saya rasakan. Mungkin itu juga yang membuat saya mencari kasih ke mana-mana. Pada waktu saya memenemukan kasih Allah yang begitu dalam, yang melebihi kasih manusia, itu tidak sebanding dengan apapun yang saya miliki. Saya pernah memiliki uang milyaran, tapi itu tidak sebahagia ketika saya ada dalam kasih Allah.”

Menemukan kasih Allah membuat hidup Subagio berubah, namun ia harus berjuang keras agar tidak jatuh kembali kepada dosa-dosanya yang lalu. Hingga suatu hari ia mengikuti sebuah pertemuan rohani yang mengubah total kehidupannya.

“Disitu saya dibukakan tentang bagaimana menjadi seorang iman, sebagai seorang laki-laki yang bertanggung jawab atas keluarga. Akhirnya ketika saya pulang dari kegiatan rohani itu, saya minta maaf pada istri dan anak saya.”

Kini, Subagio bukan hanya menjadi suami dan ayah yang baik bagi istri dan anak-anaknya. Ia bahkan melayani Tuhan bersama keluarganya. Apa yang tidak mungkin bagi manusia, bagi Tuhan tidak ada yang mustahil. (Kesaksian ini ditayangkan 18 April 2011 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian:

Jean dan Subagio Sulistyo

Sumber : V110419070131
Halaman :
1

Ikuti Kami