Demi Pengakuan, Paulus Rela Tiduri Banci

Family / 22 March 2011

Kalangan Sendiri

Demi Pengakuan, Paulus Rela Tiduri Banci

Puji Astuti Official Writer
28102

Pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik, itulah yang terjadi atas hidup Paulus Setiawan. Sewaktu kecil, Paulus dimata orangtuanya adalah anak yang baik. Namun karena salah memilih pergaulan, ia melakukan pencarian jati diri dengan cara yang merusak di masa remajanya.

“Orangtua saya tidak memiliki cukup peranan dalam mengarahkan pergaulan saya,” ungkap Paulus. “Yang saya ingat, mereka pernah berkata ‘Ya, karena anak laki-laki sudah seharusnya seperti itu.’”

Sikap pembiaran ini membawa Paulus kepada sikap yang semakin liar.

“Kelas dua SMP, itu pertama kali saya mengenal seks. Saya diajak teman hanya untuk mengantar saja, tetapi pada kunjungan-kunjungan selanjutnya saya mulai jatuh dalam seks.”

Petualangan Paulus tidak berhenti disana, ia mulai berani menjamah dunia okultisme.

“Waktu itu ada seorang teman yang mengajak pergi ke seorang tua yang dikenal memiliki ilmu-ilmu. Waktu itu saya juga diisi. Diberi rapalannya, dan ngalami prosesinya.”

Sejak itu, prilaku Paulus berubah drastis. Ia menjadi pribadi yang sensitive dan mudah tersinggung. Sikap Paulus kepada anggota keluarganya pun menjadi sangat kasar dan membuat mereka semua takut kepadanya.

“Akhirnya pada kelas 3 SMP, saya memilih untuk ke Bandung,” tutur Paulus.

Bukannya bertambah baik, kepindahan Paulus ke bandung membawanya ke sebuah pergaulan yang semakin buruk. Memasuki SMA, Paulus lebih sering bolos sekolah dan mulai terlibat dengan gang-gang motor.

“Saya pernah ikut dengan gang motor saya berkelahi dengan gang motor lain. Kami kalau berkelahi seperti itu biasanya sudah membawa senjata, mulai dari samurai, pisau kecil, hingga stik softball.”

Keinginan Paulus untuk membuktikan kejantanannya di hadapan teman-temannya membuatnya melakukan sesuatu yang diluar batas kewajaran.

“Di Bandung umumnya, seks menyimpang dengan banci itu jadi salah satu style. Untuk pertama kali dalam hidup saya, saya lihat banci-banci disana begitu cantik. Bahkan menurut saya lebih cantik dari wanita. Kalau kita nongkrong atau bahkan sampai melakukan hubungan seks dengan banci, itu berarti kami lebih baik dari gang motor lain, lebih nekat..”

Suatu malam ditengah rencananya untuk melakukan perkelahian, Paulus dalam keadaan mabuk berat mengantarkan pacarnya. Namun rencananya untuk melakukan perkelahian itu tinggal rencana, karena sebuah bencana lain sedang mengintainya.

“Saya antarkan pacar saya pulang, dan saya pakai topi lalu helm two piece itu saya taruh di atas topi tersebut. Ditengah jalan, helm yang saya pakai itu jatuh menutupi wajah saya. Saya tidak bisa melihat jalanan, dan saat itulah terjadi kecelakaan.”

Akibat kecelakaan itu wajah Paulus robek dari kening atas sampai ke dagunya. Gigi bagian bawahnya semuanya tanggal dan hidungnya hancur. Kakinya patah dan mata kakinya keluar dari jalurnya. Paulus pun dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya di ujung tanduk.

“Disitulah saya mengalami sebuah kematian, karena saya rasa roh saya keluar. Saya merasa terbang, naik terus dan tambah jauh, tapi saya bisa melihat ke bawah, saya bisa melihat ambulan seperti tanpa atap. Saya melihat teman-teman kost saya sedang duduk, sedang pakai paju apa dan sedang melakukan apa.”

Ketakutan yang mencekam, itulah yang dirasakan Paulus. Sesuatu yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya, kini harus ia hadapi.

“Saya takut sekali. Saya tahu sekali bahwa saya mati, saya akan dibawa pergi. Saat itu saya berusaha memberontak dan ingin turun lagi. Setelah itu roh saya kembali pada tubuh saya.”

Paulus akhirnya sadar kembali, namun bagaimana reaksinya ketika tahu bahwa ia akan cacat selamanya?

“Pertama kali saya tahu keadaan wajah saya, saya sangat kaget, sangat shock. Karena mata saya tidak simetris dan hidung saya hancur, wajah saya jadi bengkak,” tutur Paulus.

Dalam kondisinya yang kritis itu, sang ibu dengan setia menemani dan merawatnya. Ibunya hanya bisa menenangkan Paulus dan memberi dukungan di tengah keputusasaan yang dialami Paulus, dan usahanya merusak diri.

“Selama tiga bulan setelah kecelakaan, saya tidak keluar rumah. Hanya merokok, minum, menghisap ganja dan nonton VCD porno. Saya tidak berpikir untuk bertobat, untuk memperbaiki kehidupan, justru waktu sadar saya sudah mati cenderung lebih nekat.”

Hingga suatu hari, keluarganya mendapatkan kunjungan dari seorang hamba Tuhan dan rombongan jemaatnya. Kebetulan mereka saat itu menginap di rumahnya.

“Rombongan itu kebanyakan anak muda, akhirnya hal itu menjadi daya tarik buat saya. Karena saya melihat mereka masih muda kok bisa hidup baik, normal, tidak seperti saya. Besoknya saya diajak untuk hadir dalam sebuah ibadah,” ungkapnya.

Dalam ibadah itu, Paulus mulai merasakan sebuah pengalaman baru. “Sementara ibadah berjalan, saya duduk di belakang, saya sendirian. Saya ingat sekali lagu yang dinyanyikan waktu itu adalah ‘Bangkit Srukan Nama Yesus.’  Sementara yang lain berdiri dan bertepuk tangan,  saya duduk di belakang dan menundukkan kepala. Justru merenung. Sementara lagu itu dinyanyikan, Tuhan seperti memutar klip kehidupan saya, dosa-dosa saya. Kenakalan dan kejahatan saya. Saat itu, saya benar-benar lemas. Benar-benar merasa capai, lelah, dan muncul paradigma yang hari saya ingat sekali dan saya yakin itu suara Tuhan.”

Saat itu, inilah yang muncul dalam pikiran Paulus, “Kalau kamu merokok hari ini dan merokok tahun depan, bedanya apa?” Belum sempat Paulus menjawab muncul pertanyaan kedua, “Kalau kamu mabuk, minum hari ini sama kamu mabuk dan minum tahun depan, itu bedanya apa?”

“Sampai yang ketiga kali, pertanyaannya sama,” tutur Paulus. “Kalau kamu main wanita hari ini, sama main wanita tahun depan bedanya apa?”

Pertanyaan-pertanyaan yang memberondong pikiran Paulus itu membuatnya menyadari bahwa dirinya telah semakin jauh dari Tuhan.

“Dari situlah saya sadar, dan mau mulai memperbaiki kehidupan.”

Pertobatan Paulus tidak main-main, ia menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada Tuhan.

“Kalau sebelumnya saya nakal, saya jahat, saya berdosa, bahkan cenderung nekat, saya juga mengambil komitmen sekarang saya harus sungguh-sungguh melayani Tuhan. Saya harus sungguh-sungguh ikut Tuhan. Saya bersyukur karena saya memiliki Yesus sekarang ini. Dialah yang sudah membawa saya keluar dari kehidupan saya yang lama untuk saya punya masa depan. Untuk saya memiliki harapan,” demikian Paulus menutup kesaksiannya. (Kisah ini ditayangkan 22 Maret 2011 dalam acara Solusi Life di O’Channel)

Sumber Kesaksian:

Paulus Setiawan

Sumber : V110322124831
Halaman :
1

Ikuti Kami