Di Balik Pintu Yang Tertutup, Mitos Dan Fakta Tentang KDRT

Psikologi / 20 January 2011

Kalangan Sendiri

Di Balik Pintu Yang Tertutup, Mitos Dan Fakta Tentang KDRT

Lestari99 Official Writer
5324

Saya masih dapat mengingat dengan jelas apa yang terjadi dalam kehidupan pernikahan saya dua belas tahun yang lalu. Saya adalah korban dari kekerasan dalam rumah tangga. Saat itu suami saya sepertinya begitu menguasai saya baik secara fisik maupun mental.

Saya masih tidak dapat mempercayai betapa kontras kehidupan yang saya jalani sebelum dan sesudah menikah. Dibesarkan di sebuah rumah yang memiliki nilai-nilai Kristen yang begitu kuat dan terlindung, saya benar-benar naif. Dan setelah menikah, saya tinggal di dunia asing, merasa sendiri meskipun dikelilingi oleh keluarga, teman gereja, dan mereka yang bekerja bersama-sama dengan saya. Tidak ada seorangpun yang tahu dan dapat membayangkan apa yang saya hadapi dan alami di balik pintu yang tertutup.

Kekerasan dalam rumah tangga memang sulit untuk dibayangkan dan dimengerti. Berikut adalah beberapa mitos dan fakta mengenai kekerasan dalam rumah tangga.

KDRT Hanya Terjadi Pada Golongan Ekonomi Rendah

Tidak juga. Kenyataannya, kekerasan dalam rumah tangga bisa menimpa wanita berpendidikan, wanita yang berkecukupan, bahkan wanita sukses. Bahkan data statistik FBI mengungkapkan di Amerika saja kekerasan dalam rumah tangga menimpa wanita setiap tujuh detik. Kekerasan dalam rumah tangga terjadi melampaui kasta, ras dan agama. Masalahnya seputar kemarahan dan kontrol, bukan karena gaya hidup tertentu.

KDRT Seharusnya Mudah Untuk Diidentifikasi... Tak Seorangpun Mampu Menyembunyikan Masalah Sebesar Itu

KDRT melibatkan kontrol, dan pelaku umumnya cukup mampu untuk mengendalikan dirinya dan memilih tempat yang ‘aman’ dimana ia dapat melampiaskan amarahnya tanpa harus terkena hukuman. Pelaku seringkali seorang yang menawan dan sanggup terlihat baik di hadapan orang lain, lalu ia mulai menjauhkan korban dari orang-orang terdekatnya. Dan karena sang korban juga mungkin takut ‘rahasia’-nya terbongkar, ia pun mulai menarik diri.

KDRT Tidak Dipermasalahkan Di Gereja

Sayangnya, tingkat KDRT di gereja tampaknya sebanding dengan populasi masyarakat pada umumnya. Beberapa statistik menunjukkan bahwa 25 persen wanita yang duduk di bangku gereja pada hari Minggu sedang bergulat dengan kekerasan dalam rumah tangga. Hal yang menyedihkan lainnya adalah gereja menjadi tempat yang ‘lebih aman’ bagi para pelaku untuk bersembunyi karena hanya sedikit orang yang akan mencurigai mereka yang rajin ke gereja dan terlibat dalam kegiatan gereja merupakan pelaku dari kekerasan dan dapat bersikap kasar.

Wanita Yang Bertahan hidup Dalam KDRT Pasti Tidak Cerdas, Karena Kalau Mereka Cerdas Seharusnya Mereka Bisa Pergi

Banyak orang cerdas yang bisa menjadi korban kekerasan. Tak peduli seberapa pintar wanita tersebut, secara psikologis ia telah terpengaruh oleh ancaman dan kekerasan. Bahkan sebenarnya, seringkali intimidasi emosional telah mengambil alih saat seorang wanita menerima kekerasan secara fisik. Mengetahui kemampuan sang pelaku, para wanita ini mengalami ketakutan di dalam hidup mereka dan berusaha keras agar ‘rahasia’ ini tetap terjaga sehingga sang pelaku terlindungi dengan aman. Dalam pikiran mereka, membuka kedok pelaku akan menghasilkan penderitaan tak berujung bahkan kematian. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan 70 persen wanita korban pembunuhan dibunuh oleh pasangan pria mereka. Bahkan kenyataannya, seperti dilaporkan Public Radio Interview bahwa seorang wanita dibunuh oleh mantan suami atau pacarnya setiap dua jam (deBecker, 1999). Ketakutan para wanita ini akan kematian adalah suatu hal yang nyata.

Sumber : cbn.com
Halaman :
1

Ikuti Kami