Cegah Kekacauan Natal, PBB Terjunkan Pasukan Di Kongo

Internasional / 19 December 2010

Kalangan Sendiri

Cegah Kekacauan Natal, PBB Terjunkan Pasukan Di Kongo

daniel.tanamal Official Writer
2680

Mengacu pada pengalaman penyerangan yang dilakukan pasukan Lord Resistance Army (LRA) pada Natal 2008 dan 2009 yang mengakibatkan 1.000 orang tewas, termasuk anak-anak serta ratusan orang diculik, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memerintahkan pasukan perdamaian sebanyak 900 orang menuju wilayah terpencil di Republik Demokratik Kongo, Afrika.

Pasukan PBB ini akan menghadang serangan pada masa Natal sebagai bentuk bantuan kemanusiaan. “Misi PBB di Kongo juga mengirimkan bantuan kemanusiaan tambahan ke wilayah tersebut,” ujar Juru Bicara PBB, Martin Nesirky seperti dirilis AFP, Rabu (15/12/2010).

Sebuah operasi khusus terhadap LRA telah dilangsungkan di distrik Dungu, wilayah Uele Upper, hingga pertengahan Januari 2011 karena ketakutan atas serangan pada "musim liburan". Pengumuman ini dilakukan setelah Dewan Keamanan PBB menyerukan aksi internasional yang lebih besar terhadap LRA, pimpinan Joseph Kony, yang diburu Pengadilan Pidana Internasional atas kejahatan perang dan kemanusiaan.

Amerika Serikat berjanji mendukung usaha baru untuk menangkap Kony dan menghentikan konflik yang dilakukan LRA. Tapi sebuah laporan berjudul "Ghosts of Christmas Past," mendesak 19 lembaga bantuan Dewan Keamanan PBB harus berbuat lebih banyak.

Laporan itu menyatakan, serangan LRA pada masyarakat terpencil di Sudan, Republik Afrika Tengah dan Kongo berlangsung empat kali dalam seminggu. "Masyarakat menunggu Natal dengan ketakutan," ujar kelompok itu, antara lain Oxfam, Christian Aid, Refugees Internasional, World Vision dan War Child UK.

Badan pengungsi PBB mengatakan, sejak 2008, pemberontak telah membunuh 2.000 orang, menculik lebih dari 2.600 orang dan membuat 400.000 mengungsi di Kongo, Republik Afrika Tengah dan selatan Sudan. Sejak perundingan perdamaian di selatan Sudan gagal pada 2008, pasukan LRA menjelajahi hutan-hutan di Afrika Tengah dan disalahkan atas pembantaian warga sipil.

Sumber : AFP/dpt
Halaman :
1

Ikuti Kami