Fredy Kebal Dari Senjata, Tapi Terluka Oleh Kata-kata

Family / 15 December 2010

Kalangan Sendiri

Fredy Kebal Dari Senjata, Tapi Terluka Oleh Kata-kata

Puji Astuti Official Writer
5535

Musibah bisa datang kapan saja, inilah yang dialami ayah Fredy. Di hari naas itu, ayah Fredy dilindas oleh sebuah mobil jip. Akibatnya beberapa tulang rusuk ayahnya patah. Namun berkat kakeknya yang memiliki kekuatan supranatural, ayah Fredy sembuh bahkan ia menerima warisan ilmu-ilmu kebatinan.

“Suatu waktu, ilmu itu harus diwarikan ke generasi selanjutnya. Akhirnya, dibuatlah sebuah ritual untuk menghadap opa. Satu persatu kami empat bersaudara masuk secara bergantian. Waktu saya masuk, opa bilang, ‘Fredy, kamu yang cocok jadi pewarisnya.’”

Sekalipun Fredy yang saat itu masih kecil belum tahu manfaat ilmu itu untuk apa, ia menuruti saja kemauan sang opa untuk menjalani berbagai ritual.  Tanpa disadarinya, hidupnya telah berada dalam pengaruh kuasa kegelapan. Hingga suatu hari, saat sedang beristirahat di sekolah, sebuah perubahan yang mengerikan di alami oleh Fredy.

“Sewaktu saya sedang di kantin, saya merasa seperti ngga enak badan. Oleh ibu yang punya kantin, piring saya ditarik. Pak guru datang dan menepuk pundak saya, karena pelajaran sudah mau dimulai. Tapi saat saya angkat muka tengok pak guru, dia kaget.”

Melihat wajah Fredy yang berubah menjadi menyeramkan, guru itu menyuruh seorang murid untuk mengantarkan Fredy pulang. Ibunya histeris melihat keadaan Fredy. Tapi sang ayah yang dipanggil untuk melihat keadaan Fredy, langsung lari ke dapur.

“Beberapa menit kemudian dia datang sambil kunyah jahe dan dia sembur muka saya.”

Tujuh tahun berlalu, tapi ada sesuatu yang masih mengganjal di hati Fredy. Sejak kecil, untuk mendapatkan uang jajan ia harus melakukan sesuatu dulu yang menyenangkan hati ibunya. Tapi tidak dengan kakak dan adik-adiknya, dimatanya mereka begitu mudah mendapatkan uang jajan. Hal yang sama juga terjadi di hari itu, “Mami saya sedang di depan rumah ngobrol dengan tetangga, saya keluar dan minta uang jajan mau beli pisang goreng. Tapi ngga dikasih, malah di omelin.”

Sakit hatinya yang telah tersimpan lama akhirnya ia muntahkan di hari itu, “Emang saya anak tiri, setiap minta ngga dikasih?!”

Ibunya makin naik darah dengan ucapan Fredy dan langsung mengambil sebuah sapu lidi dan langsung memukulinya.

“Hal itu makin membuat saya memendam kepahitan. Marah yang ngga bisa saya lampiaskan.”

Akhirnya amarah yang tidak bisa ia lampiaskan kepada sang ibu itu, ia lampiaskan dengan cara membuat keonaran dan menghabiskan waktunya di luar rumah.

“Akhirnya saya masuk kehidupan yang liar. Daripada minta uang tidak diberi, saya akhirnya curi ayam mami saya dan saya bawa ke tetangga. Dari situlah saya dapat uang untuk beli rokok, dan beli minuman.”

Karena pemberontakan Fredy yang tidak bisa lagi ditangani, akhirnya orangtuanya memutuskan untuk mengirim dia ke Jakarta. Namun ibukota tidak membuatnya lebih baik, bahkan semakin brutal. Perkelahian antar geng pun ia jalani untuk menunjukkan solidaritas kepada teman-temannya. Saat perkelahian itulah ia menyadari ada sesuatu yang lain di dalam dirinya.

“Waktu saya dihantam dengan rantai itu, tiba-tiba temannya yang mukul itu yang teriak dengan wajah yang terluka. Bergerak sedikit saja saya sudah berada di seberang jalan.”

Sadar bahwa ilmu-ilmu yang diberikan oleh sang kakek ternyata benar-benar berkuasa, ia pun mulai menambah ilmu dengan belajar kepada orang-orang pintar. Kesaktiannya bertambah, bukan hanya kebal namun juga bisa menghilang dari pandangan. Tetapi dibalik kegarangannya dan kesaktian yang dimilikinya, ada sebuah kekosongan dalam hatinya. Kekosongan itu membawa Fredy untuk mengakhiri hidupnya dengan senjata yang selalu bersamanya. “Keris yang biasa saya bawa, itu yang akan saya tusukkan ke badan. Tapi belum sempat terhujam, seorang teman menahan tangan saya.”

Marah, gusar dan kehampaan membuat Fredy tenggelam dalam rasa frustrasi pada malam itu. Tetapi di tengah keputusasaan itu, tiba-tiba ia mendengar sebuah suara yang begitu familiar di telinganya, “Adam.. Adam.. dimanakah engkau?”

“Saya cari suara itu, siapa yang ngomong. Loh.. kok ngga ada. Tiba-tiba pikiran saya dibawa ke peristiwa waktu dulu sekolah minggu dimana saya diajarin tentang peristiwa kejatuhan manusia pertama, Adam dan Hawa. ‘Jadi seperti ini suara Tuhan waktu mencari adam..’ Saya langsung berlutut ditempat tidur. Sambil nangis saya kunci tangan.”

Malam itu, dalam kesendiriannya, Fredy mengakui semua dosanya dan meminta pengampunan dari Tuhan. Semenjak peristiwa itu, Fredy mendekatkan diri pada Tuhan dan memutuskan untuk mengikuti sebuah pertemuan ibadah. Saat ia sedang menikmati sukacita dalam persekutuan itu, tiba-tiba Fredy hilang kesadaran.

“Dalam keadaan kehilangan kesadaran, saya jatuh dan menggeliat-geliat. Dalam keadaan setengah sadar saya dengar, ‘Dalam nama Tuhan Yesus, semua roh jahat keluar!’ Saat itu seperti ada balok yang menekan saya pelan-pelan terangkat, dan tiba-tiba lepas. Rasanya lega sekali.”

Hari itu Fredy sadar bahwa selama ini ia berada dalam jerat kuasa kegelapan dan hanya karena kuasa Tuhan Yesus-lah ia bisa dibebaskan. “Tidak ada yang bisa menyamai pribadi Yesus itu,” ungkapnya dengan bersungguh-sungguh.

Setelah kejadian itu, tanpa dorongan dari siapapun, Fredy mulai melepaskan pengampunan, terutama kepada ibunya. Bahkan ia menyempatkan diri untuk pulang ke Manado. Disana ia mendapat sambutan hangat dari keluarganya, bahkan ia mengajak ayahnya untuk memusnahkan semua jimat-jimat yang telah menjerumuskan hidup mereka dalam kungkungan kuasa gelap.

“Luar biasa, saya tidak ingin menggantikan kasih Yesus dengan apapun. Saya tidak ingin menggantikannya dengan apapun…” demikian tegas Fredy. (Kisah ini ditayangkan 15 Desember 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian:
Fredy Tuela
Sumber : V101118120127
Halaman :
1

Ikuti Kami