Di Balik Musibah, Ada Kasih Tuhan yang Luar Biasa

Family / 9 November 2010

Kalangan Sendiri

Di Balik Musibah, Ada Kasih Tuhan yang Luar Biasa

Lois Official Writer
10890

Sejak tahun 1981 bersama pamannya Lim Hendri merintis sebuah usaha di Jakarta. Usaha yang mereka buat adalah dengan membuka toko elektronik. Usaha tersebut berkembang pesat. Setelah satu tahun dibuka, mereka sudah bisa membuka cabang dan hal ini terjadi sampai tahun kelima.

Ketekunannya membuahkan hasil, bahkan setelah Lim Hendri menikah. Dia bahkan sempat membeli sebuah ruko dan juga rumah mewah. Dia menjadi kaya, sehingga kalau mau liburan ke luar kota maupun ke luar negeri sekalipun dia bisa lakukan itu. Saat itu adalah saat yang penuh sukacita dan bahagia.

Di tengah kebahagiaan itulah Lim Hendri melihat kerusuhan. Saat itu mahasiswa berorasi di mana-mana. Dia begitu kuatir sehingga dia cepat-cepat nyetir agar cepat sampai di rumah. Saat itu handphone masih belum ada. Setelah pulang, Lim Hendri memberitahu istrinya apa yang dia lihat di jalan tadi. Namun, dia kembali tenang setelah istrinya mengatakan bahwa hal tersebut tidak ada apa-apa.

Yang mengejutkan adalah keesokan harinya. Ketika Lim Hendri berada di tokonya, dia kembali dikejutkan dengan berita yang datang. Semua karyawan sudah kumpul seperti biasanya jam 7.30 WIB saat itu. Tiba-tiba ada telepon yang masuk jam 10.00 dari saudaranya yang mengatakan bahwa ada pom bensin yang dibakar di daerah Citraland. Beberapa waktu kemudian, dia pun mendengar ada pom bensin yang lain yang juga terbakar. Saat itu juga, Lim Hendri mendengar ada toko / minimarket yang mulai dijarah.

“Saya ketakutan sekali. Saya pikir kan kalau barang dagangan saya ini elektronik, barang yang termasuk barang mahal. Saya kuatir bagaimana dengan dagangan saya. Saya mendengar toko-toko lain barangnya dijarah, nah ini kalau elektronik bagaimana? Kalau toko saya dijarah, bagaimana tanggungan saya untuk pabrik, karena saya kan ambil barangnya dari pabrik. Jadi saat itu saya tetap jaga toko saya.” kisah Lim Hendri saat kerusuhan 1998 tersebut.

Detik demi detik Lim Hendri menunggu sambil berdebar-debar. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menunggu. Namun, keadaan semakin memanas. Lim Hendri benar-benar kalut memikirkan tokonya. Bagaimana dengan dagangannya. Lim Hendri bersikeras bertahan di dalam tokonya. Pada pukul 14.00 WIB, semua tetangganya mulai tutup toko namun Lim Hendri tetap buka. Sampai jam 15.00 WIB, ketika dia melihat situasi tidak memungkinkan lagi, akhirnya dia pulang ke rumah.

Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Lim Hendri mengatakan bahwa, “Saya melihat toko, rumah, salon, bengkel mobil dijarah. Saya juga dengar ada pemerkosaan dan pemukulan. Waktu saya dengar itu saya jadi takut sekali.”

Setelah sampai di rumahnya, ketakutannya semakin menjadi-jadi ketika salah seorang karyawannya meneleponnya dan mengatakan bahwa tokonya adalah satu-satunya toko yang dibongkar.

“Pak, toko kita satu-satunya toko yang dibongkar…”

“Gimana sekarang keadaannya?”

“Sekarang lagi dibongkar nih, sekarang dibongkar Pak!”

“Sudah terbuka?”

“Hampir, hampir..”

“Di situ saya menangis, bagaimana saya ketakutan. Saya bilang ke Tuhan, ‘Tuhan selamatkanlah saya. Saya ikut Tuhan kan semuanya baik. Ini bagaimana toko saya mau dibongkar. Saya ada pinjaman, saya ada utang di pabrik. Barang-barang bukan semuanya punya saya. Saya harus bagaimana?’ ”

Lim Hendri menerima telepon lagi yang ketiga atau keempat. “Pak, sudah terbongkar..”

Saat itu juga Lim Hendri dan istrinya menangis. Mereka memikirkan apakah mereka bisa membuka toko lagi, apakah bisa dagang lagi. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Di tengah kepanikan yang terjadi, mereka hanya bisa berserah kepada Tuhan. Namun, mereka tak pernah tahu apa yang akan terjadi keesokan harinya.

Pukul 04.00 WIB, Lim Hendri kembali ditelepon oleh karyawannya. Saat itu, karyawannya yang berjumlah 5 orang, sudah standby di depan toko. Mereka mengatakan bahwa mereka akan mengangkut barang dagangan tersebut. Mereka juga sudah minta ijin kepada petugas keamanan di sana.

“Tapi saya minta Bapak keluar, karena sekarang barang dagangan sudah banyak yang hilang. Jadi sudah tidak sesuai dengan stock bagaimana?” kata salah satu karyawannya di telepon. Saat itu juga, Lim Hendri langsung ke toko memakai ojeg. Saat-saat yang masih mencekam tersebut, Lim Hendri pergi ke toko menyelamatkan semua sisa barang dagangannya.

Tanpa diduga, bahaya kembali menghadang. Di sebuah persimpangan, mobilnya dicegat. Mobil tersebut tetap jalan, tapi mereka mengejar. Massa itu bukan hanya mengejar, mereka juga bawa pentungan. Mereka ingin membakar mobil tersebut. Saat itu, Lim Hendri berdoa, “Tuhan, kalau Tuhan memang ada dan hidup, tolong saya. Buat mereka tidak dapat melihat saya lagi.”

Hal yang luar biasa terjadi ketika ada suatu persimpangan jalan yang sudah dekat rumahnya, mereka semua yang mengejar belok kanan, tidak ada yang mengikuti / mengejar Lim Hendri. Berkat bantuan tetangganya, akhirnya sisa barang dagangan itu dapat diamankan.

Tidak sampai di situ, timbul lagi masalah baru. Kali ini, tokonya tidak bisa dibuka. Semua pembayaran toko dipercepat oleh pihak managemen toko. “Saya bingung. Tidak dipercepat saja, saya tidak bisa bayar, apalagi dipercepat. Darimana saya bisa memperoleh uang?”

Seakan tidak pernah habis, masalah demi masalah datang menghampiri. Suatu hari bank menelepon Lim Hendri. Saat itu Lim Hendri baru menyicil ruko harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa akan ada penyesuaian bunga yang berlaku. Dari bunga 15% menjadi 80%, sedangkan toko belum bisa dibuka. Saat itu, Lim Hendri merasakan trauma yang begitu berat, yang belum pernah terjadi selama hidupnya.

Yang tadinya tidak ada masalah, Lim Hendri diperhadapkan dengan banyak hal. Selain utang di bank, Lim Hendri harus bertanggung jawab kepada pabrik. Keadaan sudah tidak mungkin lagi. Dia berniat untuk kabur dan tidak bertanggung jawab atas utang-utangnya. Malahan, dia ingin memulangkan istrinya dulu kepada keluarganya.

Di tengah keputusasaan yang tidak pernah menekannya seberat ini, Lim Hendri beruntung mempunyai teman-teman yang mampu memberinya secercah harapan. Mereka tetap mau berteman dan memberikan masukan kepada Lim Hendri walaupun dia sudah berada di posisi 0 dalam hidupnya, mereka memberikan kekuatan di dalam dirinya.

Mereka mulai berdoa dan menangis di hadapan Tuhan, meminta pertolongan Tuhan. Satu hari demi satu hari, mereka tekun berdoa walaupun tidak nampak hasil dari doa tersebut. “Tapi, saya dapat damai sejahtera. Saya mulai tenang dan berani mendapati kehidupan ini.”

Pada hari ketiga, keajaiban terjadi. Ada empat barang dagangannya yang hilang tersebut, dikembalikan kepada Lim Hendri dengan satu potong surat. “Om Hendri, saya minta maaf, saya minta ampun. Semenjak saya ambil barang ini dan taruh di rumah saya, saya tidak bisa tidur. Kami sekeluarga tidak bisa tidur. Begitu juga dengan teman-teman saya tidak bisa tidur.” Demikian salah satu isi surat tersebut.

Keajaiban tidak sampai di situ saja, ketika krisis menghampiri Indonesia, Lim Hendri justru mendapatkan berkat. Dalam tempo beberapa hari, dollar naik tinggi. Waktu naik tinggi begitu, orang hitam datang ke tokonya dan membeli TV dengan menggunakan uang dollar. Harga TV Rp 350.000 waktu itu menjadi Rp 1.100.000. Semua TV yang ada, diborong sama orang tersebut. Setelah dikirim ke container orang tersebut, dia membayar kontan kepada Lim Hendri.

Transaksi berlanjut lagi. Harga barang dagangannya dinaikkan empat kali lipat. Orang itu banyak membeli dan memakai uang kontan untuk membayarnya. Saat orang bank bertanya kepada Lim Hendri apakah dia sudah bisa membayar cicilan rukonya, dia dengan entengnya bisa menjawab berapa yang harus dia bayar. Bukan hanya itu, Lim Hendri malah bisa langsung membayar lunas. Saat ditanya orang bank, Lim Hendri menjawab, “Itu hanya karena pertolongan Tuhan.”

“Saya percaya, semua itu bisa terjadi hanya karena pertolongan Tuhan Yesus. Apalagi selama kejadian kerusuhan, kalau tidak ada Tuhan, tidak akan ada hari ini.” Demikian ungkap istri Lim Hendri.

Dari kejadian itu, Lim Hendri bisa mengambil hikmah bahwa selama ini dia hanya fokus bekerja dan kurang memperhatikan keluarga. Kalau dulu, Lim Hendri hanya bisa mengambil barang dagangan secara eceran, sekarang dia bisa mengambil secara partai. Itu semua karya Tuhan. Apa yang kita anggap buruk, dapat Dia perbuat luar biasa baiknya dalam kehidupan kita. (Kisah ini ditayangkan dalam Solusi Life di O Channel pada tanggal 09 November 2010).

 

Sumber Kesaksian :

Lim Hendri

Sumber : V100601163721
Halaman :
1

Ikuti Kami