World March of Women : Hentikan Pemerkosaan Massal Di Kongo!!!

Nasional / 18 October 2010

Kalangan Sendiri

World March of Women : Hentikan Pemerkosaan Massal Di Kongo!!!

Lois Official Writer
3792

Ribuan perempuan di Republik Demokratik Kongo berpawai pada hari Minggu kemarin (17/10) untuk menuntut diakhirinya pemerkosaan massal dan aksi-aksi kekerasan seksual lainnya. Bahkan istri presiden Kongo, Olive Kabila, ikut dalam pawai yang diadakan di kota Bukavu, Kongo bagian timur tersebut. Ikut dalam unjuk rasa itu juga sejumlah korban pemerkosaan, yang beberapa di antaranya terpaksa meninggalkan rumah sakit demi ikut serta dalam long march ini.

“Hati saya sakit, kenapa kamu memperkosa saya?” ujar salah satu korban. “Hentikan perang, hentikan perkosaan, hentikan ketidakacuhan terhadap apa yang terjadi,” ujar seorang aktivis wanita Kongo.

Pemerkosaan digunakan sebagai taktik perang oleh para tentara pemberontak untuk menghancurkan psikologi lawan dengan mempermalukan dan menjatuhkan moralnya. Perkosaan selama perang terjadi secara sistematis dan teratur, bahkan para pemimpin tentara justru menganjurkan tentaranya untuk memperkosa.

Adapun PBB semakin memperhatikan masalah kekerasan seksual di Kongo ini sejak pasukan pemberontak memperkosa sedikitnya 300 orang dalam serangan atas sebuah desa bulan Agustus lalu. Menurut sebuah laporan, pasukan penjaga keamanan PBB yang ditugaskan di kawasan itu tidak melakukan apapun untuk mencegah perkosaan massal tersebut.

Menurut PBB, 15.000 perempuan diperkosa tiap tahunnya di Kongo, baik oleh pasukan pemberontak ataupun oleh pasukan pemerintah sendiri. Kedua pasukan itu juga dituduh melakukan pembunuhan dan kejahatan-kejahatan lain. Itu sebabnya PBB menyebut negara terbesar ketiga di Afrika ini sebagai ‘ibukota perkosaan di dunia”.

Long march ini dimotori oleh organisasi World March of Women bekerjasama dengan kelompok lokal. Penyelenggara berharap aksi yang mereka lakukan ini dapat menghancurkan stigma yang melekat pada korban pemerkosaan dan menarik perhatian dunia internasional pada masalah ini. “Ini adalah ekspresi mengenai bagaimana kekerasan HAM terhadap perempuan masih berada di tingkat terendah dalam hirarki kekejaman perang,” ujarnya.

Sumber : berbagai sumber/lh3
Halaman :
1

Ikuti Kami