Dua Uskup Belgia Gugat Kewajiban Hidup Selibat

Internasional / 22 September 2010

Kalangan Sendiri

Dua Uskup Belgia Gugat Kewajiban Hidup Selibat

daniel.tanamal Official Writer
4308

Dua uskup Belgia secara terbuka mempertanyakan kewajiban hidup selibat bagi para imam Katolik Roma, dalam forum debat Senin membahas skandal gereja yang sangat menampar muka pihak Gereja Katolik Roma ini.

Uskup Gereja Hasselt, Patrick Hoogmartens, dan rekannya di Bruges, Jozef De Kesel, menyatakan dalam komentar terpisah bahwa pria yang sudah menikah tidak boleh dikeluarkan secara otomatis dari jabatannya sebagai imam.

Menyusul hal tersebut, banyak komentar lainnya datang untuk skandal pelecehan seks di kalangan para imam yang telah mengguncang gereja Belgia. Beberapa orang telah mempertanyakan apakah dengan tidak hidup selibat seorang imam dapat dikatakan melanggar aturan  atau aturan ini dapat ditinjau kembali. Pihak Vatikan bersikeras bahwa hidup selibat adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, jika hal ini direvisi dikhawatirkan jumlah imam di seluruh dunia akan terus menurun.

Seorang juru bicara Kepala Gereja Katolik Roma Belgia, Uskup Agung Andre-Mutien Leonard, bereaksi tegas terhadap pernyataan kedua uskup itu bahwa diskusi dan forum tentang isu-isu struktural sekitar gereja tersebut harus diadakan pada tingkat global, bukan hanya di Belgia saja.

Paus Benediktus XVI dengan tegas telah mengatakan pada Juni lalu bahwa hidup selibat, itu merupakan tanda kebesaran para imam. Terkait persoalan hidup selibat ini, di Belgia dan negara-negara lain telah mempengaruhi jumlah imam baru di paroki Eropa selain masalah skandal pelecehan seks yang masih belum diusut.

Meski Uskup Hasselt mengatakan bahwa menghapuskan aturan hidup selibat tidak akan menyelesaikan masalah pelecehan, ia melihat kemungkinan bahwa para imam yang menikah dapat melayani bersama orang-orang yang bersumpah hidup selibat. "Saya bisa membayangkan dua kehidupan para imam. Mereka yang hidup selibat dan mereka yang sudah menikah," kata Hoogmartens berbicara pada VRT Radio.

Selama akhir pekan lalu, para Uskup Bruges memang baru mempertanyakan apakah gereja tetap harus mempertahankan kewajiban hidup selibat untuk para imam. "Orang-orang yang secara manusiawi mustahil untuk hidup selibat juga harus diakomodir untuk memiliki kesempatan menjadi imam," katanya.

Kesel de Bruges menjadi uskup setelah pendahulunya, Roger Vangheluwe, mengakui bahwa ia melakukan pelecehan seksual terhadap keponakannya selama bertahun-tahun sejak menjabat imam dan uskup. Vangheluwe terpaksa mengundurkan diri pada April lalu. Dalam laporan yang dirilis di Belgia bulan ini, ratusan korban pelecehan seks pendeta Katolik di negara ini banyak terungkap selama 50 tahun terakhir.

Gereja Belgia kemudian mengakui pelecehan seksual yang meluas selama bertahun-tahun oleh para imam, dan meminta waktu untuk membuat sebuah sistem peradilan untuk menghukum pelaku dan menyantuni para korban.

Juru bicara Keuskupan Leonard, Juergen Mettepenningen, mengatakan bahwa wacana pencabutan kewajiban hidup selibat dari dua uskup harus tanggapi dalam konteks skandal pelecehan saat ini. Dia bersikeras bahwa pernyataan kedua uskup mengenai santunan dan perlunya perawatan untuk korban pelecehan memang perlu dilakukan, tapi ia juga memprioritaskan kepentingan gereja yang luas saat ini.

kewajiban hidup selibat telah menjadi isu yang semakin sensitif selama bertahun-tahun, meskipun Paus Benediktus telah menegaskan tentang tidak adanya tawar-menawar dalam hidup selibat.

Kardinal Austria Christoph Schoenborn mengatakan bahwa hal ini harus aktif didiskusikan. Awal tahun ini, ia menolak secara terbuka kritik seorang uskup lokal yang mengatakan bahwa seorang imam harus memutuskan apakah mereka ingin hidup selibat dan juga dia mendukung wacana seorang yang menikah dapat ditahbiskan. Schoenborn juga menyatakan bahwa pentahbisan perempuan harus dipertimbangkan kembali.

Sumber : Associated Press/dpt
Halaman :
1

Ikuti Kami