Tuhan Mampu Ubahkan Hal Buruk Menjadi Kebaikan

Family / 30 August 2010

Kalangan Sendiri

Tuhan Mampu Ubahkan Hal Buruk Menjadi Kebaikan

Budhi Marpaung Official Writer
6574

Syanni adalah seorang wanita berusia 23 tahun yang bekerja sebagai operator telepon di sebuah perusahaan. Sore itu tanggal 25 Juni 1987, Syanni pulang bersama teman-teman kantornya dengan menggunakan kendaraan karyawan.

Namun, di dalam perjalanan tiba-tiba mobil yang ditumpanginya dan teman-temannya menabrak sebuah truk. Sejak itu, kehidupan Syanni berubah.

“Pada kecelakaan itu, empat orang meninggal dunia, tiga orang geger otak, dua orang patah tulang, dan saya mengalami benturan yang hebat di bagian wajah.”

“Semua itu terjadi begitu cepat, tiba-tiba mobil berguling-guling beberapa kali. Tiba-tiba saya merasakan benturan yang teramat hebat menghantam bagian wajah saya. Saya berteriak. Benturan itu membuat bagian wajah saya teramat sangat sakit. Saat itu juga saya tidak bisa melihat apa-apa,”

Syanni lalu dibawa ke rumah sakit dan langsung mendapat penanganan dari dokter. Setelah sembilan hari dirawat, Syanni mendapat tindakan operasi selama 7 jam. “Pada saat saya sadar, saya mau berbicara, tetapi tidak keluar suara dan suster mengatakan kepada saya, ‘saya tidak bisa bicara karena leher saya dipasang alat untuk bernafas. Saya mulai memegang wajah saya.

Saya kaget karena sampai di pipi, mengapa bisa sebesar ini? Saya rasa muka saya seperti monster gitu. Saya terus coba pegang lagi ke hidung, ternyata hidung saya rata. Terus saya pegang lagi ke mulut saya, bibir saya terbuka karena kawat-kawat di dalamnya. Sampai tiga bagian itu saja, saya menangis dalam hati. Pedih rasanya mengetahui kecelakaan itu telah membuat keadaan wajah saya cacat. Saya pun berdoa kepada Tuhan, ‘Tuhan, berikan saya kekuatan’”

Kurang lebih satu bulan lamanya, Syanni dirawat di rumah sakit. Lalu Syanni diizinkan pulang oleh dokter.

“Saat ibu saya membeli obat, saya tinggal sendiri, adik-adik sekolah, pembantu di belakang, saya kepingin ke toilet. Lalu karena saya merasa tahu letak toilet di rumah saya itu dimana, saya pun memberanikan diri berjalan ke luar kamar seorang diri. Saat saya berjalan ternyata badan saya terbentur dinding. Di saat itulah saya sadar bahwa saya buta. Terus saya menangis, ‘Tuhan, ternyata saya buta, saya buta’ Lalu saya pun membenturkan kepala saya ke dinding. Setelah puas membenturkan kepala saya ke dinding, saya pun berjalan berbalik ke kamar saya. Baru beberapa langkah berjalan, badan saya lemas dan akhirnya saya pun terjatuh. Sambil meratapi kesedihan, saya berkata kepada Tuhan, ‘Tuhan, jika Engkau mengasihi saya maka segera ambillah nyawa saya sekarang juga. Saya kepingin mati Tuhan’

“Sebelum kecelakaan itu saya sangat mandiri. Semuanya, saya pergi kemana saya selalu kerjakan seorang diri. Saya senang melakukan sendiri dan tidak pernah mau bergantung kepada orang lain. Penuh dengan cita-cita, dengan harapan, dengan semangat, dengan segala macam rencana. Karir yang saya sedang saya rintis. Semua tantangan buat saya. Umur 23 tahun adalah semangat untuk saya. Tetapi, tiba-tiba semuanya hilang, gelap segelap yang saya pandang”

Syanni sudah melakukan beberapa operasi, namun matanya tetap tidak bisa melihat. Syanni memutuskan untuk tidak ke dokter lagi karena dokter sudah angkat tangan. “Tiap malam saya tidur, saya sudah melipat tangan saya. Saya sudah membayangkan orang yang mati di dalam peti. kematian itu sesuatu yang indah sekali buat saya. Saya bisa terlepas dari semua siksaan ini. Satu malam, dua malam, hampir satu minggu saya seperti itu, tidak ada perubahan. Saya tidak mati-mati”

Di dalam kelelahannya, tiba-tiba Syanni teringat akan perkataan yang pernah diucapkannya. “Saya teringat sama janji pertama kali sama Tuhan Yesus, saya terima semuanya ini. Saya tahu Tuhan punya rencana, Tuhan mau pakai apa saja di dalam rencana Tuhan. Walaupun keadaan seperti ini, saya terima. Jadi saya sudah tidak mau mendikte Tuhan lagi”

Beberapa bulan kemudian, atasan dari tempat kerjanya dulu memanggil Syanni datang ke kantornya. “Ia mengajak saya untuk bekerja kembali. Apakah saya bersedia?’ Saya tanya, ‘pekerjaan apa yang bisa dilakukan oleh seorang buta seperti saya?’ Lalu Ia pun bercerita, ‘operator kami di Basel, Swiss, dia adalah orang buta dan dia bisa menjadi operator telepon yang baik. Jadi, kamu bisa juga seperti dia. Lalu saya pikir lagi, ‘Kalau boss saya yang orang lain aja begitu yakin dengan saya, kenapa saya yang punya badan tidak yakin.’ Akhirnya tawaran itu pun saya terima. Ia pun melanjutkan perkatannya, ‘Saya tidak minta kamu full time disini. Kalau badan kamu capek, kamu bisa pulang’. Kalau bukan Tuhan yang melakukan ini, lalu siapa? Saya ini siapa, hanya seorang karyawan kecil di perusahaannya”

Akhirnya Syanni bekerja sebagai operator telepon. Syanni bekerja melayani 15 line telepon dan 250 ekstension untuk sambungan lokal dan internasional. Pada tahun 1992, Syanni mendapat juara III karena bekerja sebagai operator telepon yang bisa berbahasa Inggris dalam sebuah pertandingan ketrampilan penyandang cacat Asia Pasifik di Hongkong. Bahkan ia memberikan seminar ‘How to be good operator’ di berbagai perusahaan.

“Dulu saya berpikir kebutaan itu adalah akhir segalanya. Tuhan mengubah kebutaan itu mengubahnya dari yang tidak berarti menjadi malah mempunyai arti di dalam kehidupan ini”

Pada tahun 1999, Syanni menikah dengan seorang pria bernama Deddy Utomo dan memiliki seorang anak laki-laki. Dan pada tahun 2005, Syanni mengundurkan diri dari tempat pekerjaannya dan membuka bisnis sendiri dalam bidang suplai barang-barang kebutuhan perusahaan. “Jadi campur tangan Tuhan membuat yang tadinya itu pahit menjadi indah dan indah pada waktunya,” ujar Syanni menutup kesaksiannya kali ini.

(Kisah ini ditayangkan 30 Agustus 2010 dalam acara Solusi life di O'Channel).

Sumber Kesaksian:
Syanni
Sumber : V090512151216
Halaman :
1

Ikuti Kami