Agus Curi Tali Pocong Demi Ilmu Kesaktian

Family / 8 July 2010

Kalangan Sendiri

Agus Curi Tali Pocong Demi Ilmu Kesaktian

Puji Astuti Official Writer
27071

Berbagai ilmu kesaktian dan jimat yang telah dimilikinya tidak juga membuat pria muda yang bernama Agus Iswahyudi ini mendapatkan ketenangan batin. Hal itu membuat Agus makin beringas hingga nekat menggali kuburan seorang wanita yang baru saja meninggal demi mendapatkan tali pocong-nya.

“Setelah saya mendapat informasi kalau di tetangga desa saya ada seorang perempuan muda yang hamil tiga bulan dan baru saja meninggal dunia, lalu saya langsung datangin. Saya ikut melayat, saya ikut memakamkan dan malamnya saya coba mengintai ternyata ada yang menjaganya.”
Setelah melakukan pengintaian kuburan tersebut selama tiga hari, akhirnya Agus membulatkan tekadnya untuk melakukan tindakan gilanya. Dengan mengendap-ngendap ditengah kegelapan malam, Agus mendekati kuburan yang dijaga oleh tiga orang tersebut.

“Saya menunggu hingga situasi benar-benar tenang. Saya lihat disitu ada tiga orang yang menjaga, yaitu suami wanita yang meninggal, bapaknya dan salah seorang kerabatnya. Lalu saya membacakan mantra untuk menyirep mereka. Setelah itu saya gali kuburannya.”

Agus menggali kuburan tersebut dengan dipenuhi rasa takut luar biasa hingga dirinya gemetar dan bercucuran keringat, namun dirinya memberanikan diri untuk mengambil tali pocong dari mayat tersebut.

“Waktu mengambil itu (tali pocong), tangan saya sempat menyentuh si mayat. Hal itu membuat saya gemetaran takut yang tidak bisa diutarakan. Namun sekali lagi saya nekat karena saya ingin selamat, saya ingin kuat, saya ingin sakti, saya ingin mendapatkan sesuatu yang lebih dan lebih lagi.”

Obesesi Agus kepada berbagai jimat dan ilmu kesaktian ini bermula dari kekaguman kepada ayahnya. Ayahnya adalah seorang dalang, namun bukan hanya karena kepiawaian sang ayah dalam memainkan wayang yang membuatnya kagum, namun juga karena kesaktian yang dimiliki ayahnya yang membuatnya dikenal sebagai seorang dukun atau paranormal.

“Waktu itu ada seorang ibu yang membawa anaknya datang kerumah karena sakit demam. Bapak mengobati dengan secangkir air putih yang diberi jampe-jampe dan menyuruh anak tersebut meminumnya. Disitulah saya tahu kalau bapak itu memiliki ilmu, bisa meramal, bisa ngobatin orang, dan jujur sebagai seorang anak saya merasa bangga, merasa takjub. Dari disitu juga saya ingin belajar ingin menjadi seperti bapak.”

Sejak itu, Agus dengan taat belajar dari ayahnya berbagai ilmu kesaktian sekalipun masih sangat kecil. Dirinya mulai belajar puasa Senin – Kamis dan bertapa.

“Saya masih ingat waktu saya masih kelas 3 SD, bapak saya mulai mengajarkan saya untuk puasa Senin dan Kamis dan semedi.”

Tidak berhenti hanya belajar dari sang ayah, Agus juga belajar kepada beberapa orang pintar dan juga tidak segan untuk ketempat-tempat keramat untuk bersemedi dan berburu jimat. Tetapi semua yang telah didapatnya tidak juga membuat Agus puas, malah sebaliknya, batinnya merasa tersiksa.

“Saya merasa tidak puas dengan apa yang saya dapat. Saya ingin mencari dan mencari terus. Hingga saya memiliki sekitar 29 jimat. Selain itu saya mulai terikat. Terikatnya yaitu karena jimat tersebut memerlukan perawatan, seperti memberi makanan dengan berbagai sesajen, dan  membersihkannya. Hal itulah yang menyita hampir setengah dari waktu saya. Jadi selain saya merasa senang, saya juga merasa tersiksa dan merasa tidak bisa lepas. Hidup saya seperti dikejar-kejar sesuatu yang saya sendiri tidak mengerti.”

Setelah dirinya merasa cukup hebat dengan berbekal berbagai jimat dan ilmu kesaktian, Agus bertandang ke Jakarta. Salah satu tempat favoritnya untuk nongkrong-nya adalah di depan sebuah gereja, namun dibalik semua itu ada sebuah rencana jahat yang telah dipersiapkan Agus.

“Tujuan saya nongkrong itu untuk mencari teman-teman orang situ, dan yang kedua serta tujuan utamanya adalah untuk menggaet cewek-cewek yang baru pulang dari gereja itu. Untuk di pelet, untuk dijadikan kekasih, untuk dijadiin pacar.”

Namun keadaan malah berbalik, Agus malah dibuat penasaran oleh mereka yang sedang melakukan ibadah di gereja tersebut. Awalnya dengan takut-takut, Agus mengintip dari depan pintu. Dilihat disana ada anak-anak muda yang main band dengan bagusnya. Rasa tertariknya makin menjadi-jadi, setelah beberapa bulan hanya mengintip dari luar Agus akhirnya memberanikan diri masuk ke gereja, dan duduk di bagian belakang untuk mengikuti ibadah tersebut. Disanalah sebuah perubahan besar dialami oleh Agus.

“Setelah berjalan kurang lebih 4 bulan, saya mulai berani duduk di deket pintu. Saya masih ingat sekali kotbah waktu itu, yaitu tentang dosa. Jawaban atas pertanyaan saya selama ini terjawab disitu. Saya mencari ilmu dan segala sesuatunya untuk selamat. Tapi selamat seperti apa, saya ngga ngerti. Karena selamat yang saya dapatkan selama ini hanya selamat di dunia. Tetapi keselamatan itu menuntut sesuatu dari saya. Dulu saya juga pernah bertanya kepada guru-guru saya, dan orang pintar namun tidak satupun yang bisa memberikan jawaban tentang keselamatan yang pasti. Semua selalu mengatakan mudah-mudahan. Tetapi pendeta ini dengan beraninya mengatakan hanya Yesus yang bisa membuat kita selamat. Dibawah kolong langit ini tidak ada satu namapun yang dapat memberikan keselamatan selain nama Yesus. Disitu saya merasa aneh, kok yang lain tidak ada yang bisa memberikan jawaban yang meyakinkan tentang keselamatan, tapi dia bisa mengatakan bahwa Yesus satu-satunya jawaban atas keselamatan tersebut.”

Disitulah  Agus mengalami seperti ada sebuah selubung yang menutupi mata hatinya seakan terangkat, dan ia  bisa dengan jelas melihat semua yang telah dilakukannya adalah salah.

“Setelah saya mendengar itu, saya seolah-olah terbuka. Saya tahu apa yang telah saya lakukan salah. Kalau saya mencari selamat, saya pergi ke dukun, saya salah. Kalau saya mencari selamat, saya pergi ke gunung, saya salah. Ternyata hanya melalui Yesus. Saat itu, dalam hati saya menyadari bahwa saya adalah orang yang paling berdosa. Saya merasa bahwa apa yang saya cari selama ini, disini tempatnya.”
Proses pertobatanpun dijalani oleh Agus, sekalipun hal tersebut bukanlah hal yang mudah baginya.

“Walaupun saya secara pribadi mau terima Yesus, namun dalam diri saya seperti ada penolakan dari hal lain yang saya ngga tahu. Bahkan saya sempat muntah darah.”

Namun hal tersebut tidak menghentikannya, karena dia telah menemukan apa yang selama ini dicarinya.

“Saya sukacita kenapa? Karena saya telah menemukan sebuah jaminan keselamatan yang pasti, bukan mudah-mudahan lagi. Apa yang dulu saya anggap berharga, yaitu kesaktian saya, sekarang tidak ada gunanya. Itu adalah kebodohan yang paling fatal yang pernah saya lakukan. Ternyata untuk mencari selamat dan bahagia itu bukan dengan cara seperti itu, tetapi hanya dengan cara menerima Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat. Hal itu adalah kebahagiaan yang luar biasa sekali.”

(Kisah ini ditayangkan 8 Juli 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian:
Agus Iswahyudi
Sumber : V100614162430
Halaman :
1

Ikuti Kami